Mataram (ANTARA) - Selain kisah sukses, pekerja migran Indonesia yang telah bertahun-tahun menjalani kehidupan dengan bekerja di luar negeri, juga ada yang membawa kisah pilu, saat kembali ke Tanah Air.
Kisah pilu yang dialami Muksin (35 tahun) misalnya, pekerja migran yang telah bertahun-tahun bekerja di negeri jiran, Malaysia, bisa saja diambil pelajara agar kasus serupa tidaka terjadi pada yang lain.
Ia pulang tanpa membawa uang ringgit, mata uang Malaysia, hasil kerjanya selama ini di negeri seberang, padahal bekerja di Malaysia telah dia jalani selama 15 tahun.
Bahkan dalam perjalanan pulang, dia hanya menatap jauh ke arah gumpalan awan kapas yang membatasi cahaya matahari masuk menembus jendela pesawat udara. Ia mendarat Bandar Udara Soekarno Hatta di Tangerang, Banten, pada 11 Desember 2024.
Pria kelahiran 7 Juni 1988 itu telah menghabiskan tiga pancawarsa di Malaysia menjadi pekerja migran asal Indonesia (PMI) dengan ragam profesi, mulai dari buruh perkebunan kelapa sawit, buruh pengelasan pipa, hingga buruh bangunan.
Pria berkulit sawo matang itu tak percaya dengan keputusan pulang selamanya ke Indonesia setelah 15 tahun bergelut dengan pekerjaan sebagai buruh migran di Malaysia.
Muksin telah merantau meninggalkan kampung halamannya di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), menuju Malaysia sejak tahun 2007 atau saat usianya baru menginjak 19 tahun. Kala itu dia menjadi buruh migran melalui jalur resmi dan sering pulang-pergi.
Sesaat kapal ikan itu berlayar meninggalkan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan, Muksin memasrahkan diri kepada Tuhan. Perjalanan gelap gulita tersebut menyangkut hidup dan mati.
Lelaki kelahiran Desa Ombe Bebae di Lombok Barat itu terhitung sudah tiga kali masuk ke Malaysia melalui jalur ilegal. Bahkan, status buruh migrannya pada tahun 2024 juga ilegal.
Selama tujuh tahun menjadi buruh migran ilegal, hidupnya selalu dihantui rasa was-was akibat tidak memiliki perlindungan hukum, kesehatan, dan sosial. Ancaman eksploitasi, kecelakaan kerja, dan deportasi adalah mimpi buruk yang mengganggu tidur.
Dia membuat paspor di KJRI Johor Baru pada 12 November 2024 agar bisa kembali ke Lombok menaiki pesawat udara dengan masa habis paspor pada 12 November 2025. Penerbangan sempat tertunda sebulan akibat mengidap asam lambung yang menggerogoti berat badan sebanyak 10 kilogram.
Tubuhnya yang dulu padat berisi kini menjadi kurus hanya dalam waktu sebulan. Celana kargo hitam yang dipakai selama penerbangan dari Malaysia, lalu transit ke Banten dan berakhir di Lombok seringkali kedodoran karena lingkar pinggang mengecil dari 37 inci menjadi 30 inci.
Baca juga: Menteri PPMI sebut pekerja migran ilegal capai lebih lima juta orang
Kasus judi online yang marak saat pandemi COVID-19 sempat menyilaukan mata Muksin. Pada 2022 sampai 2023 atau sekitar 1,5 tahun, dia terjebak ke dalam dunia hitam perjudian daring.
Dia merasa kurang bersemangat jika sehari absen mengikuti perjudian daring. Gaji yang diperoleh dari bekerja habis untuk berjudi. Bahkan, Muksin harus berhutang sebanyak 7.000 ringgit atau setara Rp25 juta akibat terjerat judi online.
Muksin mengaku awal kenal perjudian daring tersebut selalu mendapat untung hingga 600 ringgit yang setara Rp2 juta dalam sekali permainan, namun seiring waktu dia justru lebih banyak kalah ketimbang menang.
Sebelum mengenal judi online, pria yang memiliki satu anak dan dua kali menikah itu rutin mengirimkan uang kepada keluarga di Lombok sebanyak Rp7-10 juta setiap bulan.
Cengkeraman perjudian daring membuat uang yang dikirimkan kepada keluarga turun drastis hanya sekitar Rp1,5 juta setiap bulan. Padahal, gaji yang Muksin terima setiap bulan cukup besar 3.000 sampai 4.000 ringgit atau setara Rp10-14 juta.
Isteri curiga lantaran gaji yang dikirim turun drastis, lalu memutuskan berangkat menyusul Muksin ke Malaysia. Keteguhan isteri membuatnya memutuskan untuk berhenti total bermain judi online.
Selama setengah tahun lebih istrinya menetap di Malaysia, bekerja di kedai (warung nasi) untuk membantu membayar hutang Muksin yang mencapai 7.000 ringgit akibat terjerembap perjudian daring.
Setelah perjalanan panjang yang melelahkan menjadi buruh migran dengan tiga kali masuk ilegal dan terjebak judi online, dia memutuskan pulang ke Lombok walau tanpa membawa ringgit demi membangun keluarga kecil bersama isteri dan satu anak yang kini masih berusia tujuh tahun.
Muksin bertekad membangun usaha pengelasan untuk pembuatan pagar di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, dengan modal sekitar Rp50 juta yang berhasil dikumpulkan keluarganya. Ilmu yang pernah dia peroleh selama bekerja sebagai buruh migran bidang pengelasan pipa menjadi modal dalam membangun usaha.
Baca juga: Kiprah BP2MI yang beralih menjadi kementerian di 2024
Baca juga: Pemerintah tempatkan 918.905 PMI ke luar negeri pada periode empat tahun terakhir