Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam pernyataan tertulis yang dikutip di Jakarta, Senin, mengatakan revisi peraturan itu dilakukan lantaran kelebihan pasokan listrik yang kian menguat, namun di satu sisi bisa memberikan kemudahan proses pemasangan PLTS atap untuk sektor industri.
"Kami sudah mengkaji dengan berbagai pihak, intinya sekarang itu terjadi hambatan di lapangan untuk implementasi peraturan tersebut," kata Dadan.
Kebijakan take or pay PLN di tengah kondisi kelebihan pasokan listrik membuat perseroan dan pemerintah harus membeli listrik yang dihasilkan pembangkit-pembangkit listrik swasta.
Baca juga: Angkasa Pura II targetkan 20 bandara telah gunakan PLTS pada 2025
PLN harus membayar kontrak listrik yang sudah ada tersebut walau listriknya dipakai ataupun tidak dipakai.
Dadan menuturkan pemerintah melihat situasi itu secara lebih realistis karena negara mengeluarkan angka yang terbilang besar untuk membayar kontrak listrik di tengah kondisi kelebihan pasokan.
Dadan menuturkan pemerintah melihat situasi itu secara lebih realistis karena negara mengeluarkan angka yang terbilang besar untuk membayar kontrak listrik di tengah kondisi kelebihan pasokan.
"Sekarang diskusinya makin berkembang, PLN masih menunjukkan posisinya bahwa dicari cara yang paling bisa membuat semuanya itu nyaman," ujar Dadan.
Harga PLTS atap yang makin kompetitif ditambah keinginan pelaku industri untuk menghasilkan energi bersih agar produk-produk mereka bisa masuk kategori hijau, maka secara langsung akan mempercepat pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia.
Pemerintah telah menyiapkan beberapa skema guna mendorong pelaku industri melakukan operasi paralel dan memasang sendiri PLTS atap.
"Kami akan permudah dari sisi perizinan untuk mendorong hal tersebut. Kami akan lihat sampai titik yang mana angka 100 persen, sekarang yang ramai adalah kapasitas di masyarakat," kata Dadan.
Baca juga: Kementerian ESDM terbitkan regulasi PLTS atap mendukung bauran energi
Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 diatur kapasitas terpasang maksimum 100 persen dari kapasitas terpasang berlangganan dengan PLN.
Pemerintah akan mempertimbangkan persentase yang layak untuk kapasitas terpasang PLTS atap dan membuat pedoman yang lebih jelas.
Dadan menuturkan pemakaian listrik industri tidak 100 persen sesuai dengan kapasitas terpasang. Namun mereka mengajukan pemasangan PLTS atap hingga 100 persen.
Ia mencontohkan ada perusahaan yang langganan listrik ke PLN sebesar 10 megawatt, namun angka yang tercatat justru hanya 5 megawatt.
"Prinsip PLTS atap adalah untuk pemanfaatan sendiri, ini yang diskusinya lama. Saya mengikuti ada yang sudah satu tahun diskusi untuk hal ini," jelas Dadan.
Kementerian ESDM telah menetapkan PLTS atap dengan target 3,6 gigawatt pada 2025 sebagai program strategis nasional. Penetapan PLTS atap sebagai program strategis nasional dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian target energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 merupakan cara pemerintah dalam mencari jalan terbaik untuk mendongkrak kapasitas terpasang PLTS atap di dalam negeri.
Baca juga: Pertamina sebut ada 99 titik SPBU gunakan PLTS
Baca juga: Indonesia butuh setidaknya 14 gigawatt pembangkit energi baru terbarukan
Baca juga: Pertamina sebut ada 99 titik SPBU gunakan PLTS
Baca juga: Indonesia butuh setidaknya 14 gigawatt pembangkit energi baru terbarukan