Changji, Xinjiang (ANTARA) - Petani kapas di Prefektur Changji, Daerah Otonomi Xinjiang, China, sangat minim menggunakan tenaga manusia karena semuanya dikerjakan oleh mesin, mulai dari pemupukan hingga panen.
Untuk luas lahan areal perkebunan kapas sekitar 5.333 hektare di Changji, dibutuhkan hanya 88 pekerja.
"Hampir semua pekerjaan di perkebunan ini dilakukan oleh mesin," kata Hu Qingwen, petani yang menggarap 5.333 hektare perkebunan kapas saat ditemui di wilayah pedalaman Changji, Rabu (21/4).
Baca juga: KTNA Karawang sebut petani tengah hadapi murahnya harga gabah
Oleh sebab itu, dia menampik tuduhan adanya kerja paksa terhadap petani kapas di Xinjiang yang mayoritas penduduknya dari kalangan etnis minoritas Muslim Uighur.
Xinjiang merupakan sentra produksi kapas terbaik di China. Hasil panen para petani dijual ke industri pemintalan benang dan tekstil untuk dijadikan bahan pakaian jadi merek-merek ternama di dunia.
Baca juga: Mendulang rupiah dari kembangkan "urban farming"
Belakangan pertanian kapas dan industri tekstil di Xinjiang terkena sanksi Amerika Serikat terkait isu kerja paksa.
Dalam mempekerjakan petani pun, Hu memberikan upah sesuai standar yang berlaku di daerahnya, termasuk uang lembur bila bekerja lebih dari delapan jam.
Dari setiap 0,067 hektare, para petani di Changji bisa memanen 450 kilogram kapas dengan harga jual terendah 7 yuan atau sekitar Rp15.600 per kilogram.
Petani kapas Xinjiang minim menggunakan tenaga manusia
Kamis, 22 April 2021 13:35 WIB
Untuk luas lahan areal perkebunan kapas sekitar 5.333 hektare di Changji, dibutuhkan hanya 88 pekerja.