Bogor (Antara) - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, persoalan kehutanan tidak hanya menjadi tanggung jawab kementerian kehutanan, tetapi juga pemerintah daerah dan provinsi sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan daerah.
"Saat ini seluruh persoalan kehutanan menurut PP 38/2007 sudah diatur kewenanganan sudah dibagi, ada yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, kewenangan provinsi dan kewenangan pusat," kata Menteri usai menghadiri Seminar Nasional Kehutanan Indonesia Baru di Institut Pertenian Bogor, Kampus Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Menteri menyebutkan, dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut telah menegaskan adanya pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam mengelola dan mengawasi daerah masing-masing.
Namun, lanjut Menteri, dalam sektor kehutanan, banyak provinsi dan kabupaten kota yang tidak tegas mengelola kehutanan sehingga Kementerian Kehutanan menjadi sorotan semua pihak.
Menteri mengakui, bahwa di sektor kehutanan, hampir semua persoalan apapun yang terjadi tetap masih menjadi "seolah-olah" tanggung jawab penuh Kementerian Kehuatan.
"Padahal tangan Kementerian Kehuatan sekarang sudah tidak ada lagi di daerah dengan adanya PP 38 ini. Artinya bila terjadi suatu persoalan di daerah ini sudah menjadi kewenangan penuh bupati, maupun gubernurnya, sudah tidak sambung langsung dengan Kementerian Kehuatanan," kata Menteri.
Secara sederhana Menteri Zulkifli Hasan mencontohkan persoalan kehutanan yang terjadi, kebakaran perkebunan di sebuah wilayah, hal tersebut tetap yang disalahkan adalah Kementerian Kehutanan.
Contoh lainnya, saat ada penjeratan harimau di perkebunan di suatu wilayah, yang disorot dan dimintai pertanggungjawaban adalah Kementerian Kehuatan.
"Jadi seolah-olah ini bukan tanggung jawab pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten. Padahal, dalam PP sudah diatur pembagian kewenangan," ujar Menteri.
Terkait konrol dari Kementerian Kehutanan terhadap pemerintah daerah dalam pengawasan sektor kehutanan, Menteri menyebutkan, hal tersebut tidak mudah dilakukan mengingat kewenangan untuk mengundang, memanggil, menegur kepala daerah, bupati maupun gubernur harus melalui Kementerian Dalam Negeri.
"Jadi kalau perlu sesuatu dengan pemerintah daerah, harus melalui Kementerian Dalam Negeri dulu, dan Mendagri lah yang mengkoordinir, baru kita (Kemenhut) bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah tersebut," kata Menteri.
Selain itu, lanjut Menteri, situasi tersebut juga yang menjadi penyebab timbulnya persoalan-persoalan di sektor kehutanan yang masih terus terjadi saat ini.
Tidak hanya itu juga, lanjut Menteri, evoria karena longgarnya penegakan hukum menjadikan sektor kehutanan mendapat sorotan tajam semua pihak.
Menteri mengatakan, tidak mudah untuk menegakkan hukum dalam pelanggaran penyerobotan lahan dimana keterbatasan personel polisi hutan yang harus mengawal ratusan juta hektar hutan yang ada.
Seperti kasus pembunuhan gajah di Aceh dan diambil gadingnya, seluruh masyarakat dunia memprotes Kementerian Kehutanan yang dinilai lalai menjaga satwa.
"Ini juga tidak mudah menyelesaikannya, karena polisi hutan yang jumlahnya hanya satu dua harus mengelola sekian ribu hutan. Oleh karena itu, perlu bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk mengelola, dan menjadi tanggungjawab bersama," kata Menteri.
Menteri menambahkan, karena permasalahan penegakan hukum yang masih longgar, sehingga kedepan diperlukan sumber daya manusia kehutanan yang handal untuk membantu mensosialisasikan pentingnya menjaga lingkungan.
"Kita butuh rimbawan yang handal untuk membantu mensosialisasikan bahwa pentingnya menanam pohon adn melindungi satwa," kata Menteri.
Menhut : Pemda juga bertanggungjawab dengan persoalan kehutanan
Rabu, 25 September 2013 20:16 WIB
"Jadi seolah-olah ini bukan tanggung jawab pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten. Padahal, dalam PP sudah diatur pembagian kewenangan,"