Jakarta (ANTARA) - Nia He’ta Pinag sabbut
Nusa hea matengnga dilaut
Bentukna taha bongkok pakalluk
Daloa soa bai talua lagut
Penggalan pantun dari tulisan sejarah Maratua karya Nawir itu menggambarkan Pulau Maratua yang unik karena berbentuk huruf U. Letaknya di kawasan terluar Tanah Air, berbatasan dengan dengan Filipina Selatan dan Sabah, Malaysia Timur.
Sebagai gerbang utara negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berada di gugusan Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Maratua adalah pulau yang memukau dengan pesona hamparan laut birunya.
Bukan hanya keelokan panoramanya saja yang menggoda, keanekaragaman biota laut di Maratua menjadikan kawasan perairan pulau ini bak surga bawah laut.
Namun keindahan surga bawah laut ini tidak lepas dari ancaman kerusakan. Hal ini disadari sejumlah pemuda di sana. Salah satunya Rico, pemuda berusia 33 tahun asli Maratua.
Bersama teman-temannya, Rico mendirikan Maratua Peduli Lingkungan (MPL), kelompok masyarakat yang didominasi anak muda, yang bertujuan menjaga keindahan Pulau Maratua agar tidak luruh akibat kerusakan lingkungan.
"Kami miris melihat kondisi bawah laut kami yang mulai hancur," ungkap Rico, menceritakan awal dibentuknya MPL, saat ditemui di dermaga Kampung Payung-Payung.
Mirisnya, menurut Rico, kerusakan alam bawah laut itu juga disumbang oleh laku penduduk asli Maratua, bahkan termasuk keluarga mereka sendiri yang menangkap ikan dengan cara merusak, misalnya menggunakan bahan peledak.
Keresahan Rico cukup beralasan. Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Universitas Airlangga, dalam 50 tahun terakhir, kerusakan ekosistem perairan di Maratua meningkat hingga 50 persen. Salah satu penyebab kerusakan sumber daya di wilayah ini adalah aktivitas penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak.
Berangkat dari keresahan itu, Rico pulang untuk mengabdi di kampung halamannya selepas kuliah jurusan perikanan di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur.
Rico dan pemuda-pemuda di Kecamatan Maratua memulai aksi mereka dengan merestorasi terumbu karang secara mandiri pada tahun 2014. Mereka mencari tahu sendiri cara melakukan transplantasi terumbu karang.
Mereka sempat berhasil membuat stasiun terumbu karang untuk yang digunakan untuk memantau dan meneliti kondisi terumbu karang. Sayangnya, stasiun terumbu karang perdana itu rusak karena dihantam angin selatan, selain karena metode mereka masih belum tepat.
Seiring berjalannya waktu, mereka terus belajar melakukan transplantasi terumbu karang yang benar. Beruntung, ada pelatihan dan pendampingan dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) serta lembaga masyarakat lainnya.
Kini, kelompok itu sudah memiliki sembilan stasiun terumbu karang, dua di antaranya sudah pulih.
Terus berjuang
"Awalnya sih kami diketawain. Setelah kisaran satu hingga dua tahun, mereka melihat progresnya. Kita juga terus ajak nelayan diskusi. Akhirnya mereka mulai meninggalkan illegal fishing," papar Rico yang juga sempat mendapat ancaman di awal perjuangannya.
MPL memilki sekitar 28 orang anggota yang didominasi anak muda dari empat kampung di Maratua, yakni Teluk Harapan, Payung-Payung, Teluk Alulu, dan Bohe Silian.
Kegiatan mereka berkembang tidak hanya fokus pada pemulihan terumbu karang, namun juga pembersihan sampah di laut dan daratan melalui program penjemputan sampah serta aktivitas menanam dan pelestarian konservasi hutan bakau.
Tentu saja, mereka selalu melibatkan masyarakat agar kesadaran penduduk dalam menjaga sumber daya alam dan ekosistem di Pulau Maratua terus lestari. Sehingga, Pulau Maratua bertumbuh menjadi destinasi wisata andalan yang terjaga keindahan alamnya.
Salah satu upaya yang dilakukan kelompok ini adalah membeli ikan hasil nelayan dengan harga yang lebih tinggi dari pasaran. Syaratnya, nelayan tersebut harus menangkap ikan dengan metode yang tidak merusak. Ikan-ikan tersebut disimpan di empat freezer yang mereka miliki sebelum dijual ke sejumlah tempat penginapan di Maratua.
Upaya mereka sudah membuahkan hasil. Para nelayan mulai menggunakan metode tangkap alias memancing dan metode pasif yakni dengan budidaya menggunakan keramba jaring apung.
Bahkan ada titik di perairan yang dulu sudah ditinggalkan, kini menjadi tempat nelayan mencari ikan lagi.
"Kalau bukan kami siapa lagi?" kata Rico yang sudah tiga tahun ini juga menjabat sebagai Kepala Kampung Payung-Payung.
Mimpi Panji untuk Maratua
Jika Rico berupaya menjaga kelestarian Pulau Maratua, Eri Setiawan memiliki visi untuk menggali potensi wisata yang ada di Maratua serta mendorong masyarakat lokal seperti dirinya sebagai pelaku utama.
Sejak beberapa tahun terakhir, Maratua sudah menjadi destinasi favorit wisatawan domestik maupun mancanegara. Pemerintah Daerah setempat mencatat, angka kunjungan wisata ke pulau tersebut mencapai lebih dari 20 ribu orang per tahun sebelum pandemi COVID-19 menghantam.
Pada tahun 2021, angka kunjungan wisatawan tercatat sekitar 4.900 orang. Angka ini meningkat menjadi lebih dari 6.000 orang pada tahun 2022. Pada tahun 2023, jumlah wisatawan melonjak tajam menjadi lebih dari 19.700 orang.
Eri yang lebih sering dipanggil Panji itu memantapkan dirinya kuliah jurusan pariwisata di Universitas Pancasila, Depok, jauh dari kampung halamannya.
Setelah menyandang sarjana pariwisata, Panji tidak langsung pulang. Ia sempat mencari pengalaman kerja di Jakarta, salah satunya sebagai pramusaji di restoran. Hampir setahun berkelana, ia akhirnya kembali ke Maratua.
"Saya ingin mengembangkan destinasi wisata di sini yang masih tersembunyi juga mengembangkan kuliner dan budayanya agar lebih dikenal," ujar Panji yang kini berusia 24 tahun itu.
Menurut Panji, banyak daya tarik Maratua yang belum terekspos namun perlu didukung dengan berbagai fasilitas. Ia bergabung dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Maratua dan turut aktif memberikan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat lokal. Tujuannya tak lain agar masyarakat menjadi pelaku utama dalam menggerakkan perekonomian dari sektor pariwisata.
Figur publik dan pegiat alam Ramon Y Tungka mengungkapkan sudah beberapa kali menyambangi Pulau Maratua. Baginya, Maratua selalu menyajikan sesuatu yang magis.
"Yang paling saya tertarik dari Maratua adalah geliat dari kawan-kawan komunitas yang ada di Maratua. Karena mereka sendiri lah yang menjadi penggeraknya potensi-potensi yang ada di sini," ujar Ramon.
Di pulau nan jauh yang berada di ujung utara, terdapat manusia-manusia tangguh yang ingin terus bertumbuh dan mengambil peran di tanah kelahirannya sendiri.
Mereka siap menyambut para pelancong dengan kapasitas masing-masing. Seperti mimpi Panji, Pulau Maratua maju pariwisatanya dan berdaya masyarakatnya.
"Dengan potensi yang dimiliki oleh Maratua, kami berharap masyarakat lokal bisa berdaya baik secara ekonomi juga secara kemampuan dalam mengelola potensi sumber daya alam sehingga masyarakat Maratua bisa menjadi pemain di wilayah sendiri," kata Koordinator Ekonomi Biru Berau Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Andi Trisnawati, yang turut melakukan pendampingan kelompok masyarakat Maratua dengan program ekonomi biru.