Jakarta (ANTARA) - Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menilai penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026 perlu mempertimbangkan berbagai faktor lain termasuk data angka pengangguran hingga pencari kerja.
“Apindo sudah menyurati semua gubernur untuk benar-benar membuat kebijakan yang wise, yang mempertimbangkan sekali lagi angka pengangguran yang tinggi, kemudian juga pencari kerja yang banyak. Diutamakan dulu perluasan lapangan kerja, kemudian juga daya beli,” kata Bob saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Adapun pemerintah telah mengeluarkan formulasi kenaikan UMP 2026. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 Tentang Pengupahan, formulasi penetapan UMP adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan koefisien (Alfa 0,5–0,9).
Dengan formulasi tersebut maka kenaikan UMP tahun depan berada pada kisaran 5-7 persen.
Baca juga: Ini tanggapan pengusaha terkait tuntutan buruh soal kenaikan upah 10 persen
Bob menilai, hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam formulasi ini adalah keberlangsungan industri padat karya yang beberapa waktu belakangan cukup rentan dan merumahkan banyak pekerja.
Terlebih, tarif dagang Amerika Serikat (AS) senilai 19 persen juga menambah beban pelaku usaha dan eksportir ke negara tersebut.
“Upah padat karya juga tidak mudah, karena dengan tarif baru ke AS ini, (pembeli) itu minta burden sharing, jadi kenaikan tarif 19 persen ini mereka minta bagi rata, sehingga harus ada yang ditanggung oleh eksportir. Nah ini kan terus terang memberatkan juga bagi pengusaha yang di sini, ditambah lagi kenaikan upah minimum,” ujar Bob.
Sementara itu, berdasarkan data Apindo, sejumlah sektor industri masih tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, bahkan mengalami kontraksi pada kuartal III/2025.
Baca juga: APINDO DKI Siap Majukan Perekonomian Jakarta dan Indonesia
Sektor tekstil dan pakaian jadi tercatat tumbuh 0,93 persen (yoy), alas kaki -0,25 persen (yoy), pengolahan tembakau -0,93 persen (yoy), furnitur -4,34 persen (yoy), karet dan plastik -3,2 persen (yoy). Selain itu, data per Oktober 2025, sektor otomotif juga mengalami kontraksi -10 persen (yoy).
Kondisi ini dinilai Apindo mencerminkan terbatasnya ruang penyesuaian bagi dunia usaha di sektor-sektor tersebut di tengah tekanan yang masih berlangsung.
Untuk itu, Apindo berpendapat bahwa upah minimum seharusnya ditempatkan sebagai batas bawah atau jaring pengaman.
Pendekatan ini dinilai penting agar perusahaan yang memiliki keterbatasan kemampuan tetap dapat menjalankan usaha dan mempertahankan tenaga kerja.
Bob mengatakan, mekanisme bipartit di perusahaan masing-masing dengan mempertimbangkan produktivitas dan kondisi usaha juga krusial untuk menjaga inklusivitas pasar kerja serta mencegah semakin menyempitnya ruang kerja formal.
“Yang harus di-elaborate adalah upah bipartit ketimbang upah minimum,” kata Bob.
