Jakarta (ANTARA) - Indonesia sebagai destinasi wisata dunia, tengah menghadapi tekanan serius akibat kerusuhan sosial yang terjadi di berbagai kota besar.
Dampaknya tidak hanya pada keamanan publik, tetapi juga ekonomi, dikutip dari Bloomberg Intelligence, Indeks Harga Saham Gabungan anjlok dan rupiah melemah hampir 1 persen terhadap dolar AS.
Wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, diperkirakan menjadi ragu untuk melakukan perjalanan ke Indonesia.
Penutupan sementara mal, museum, dan atraksi budaya menambah persepsi risiko, sehingga pemulihan sektor pariwisata membutuhkan strategi yang terintegrasi, cepat, dan berbasis data.
Rasa khawatir, trauma, hingga ketidakpastian menjadi faktor yang membuat wisatawan maupun investor menunda rencana mereka.eh Gubernur Bali Wayan Koster.
Data dari studi Liu (2024) menyebutkan bahwa kesiapan infrastruktur dan keamanan berbanding lurus dengan tingkat pemulihan destinasi pasca bencana.
Penelitian Shah dan Hussain (2024) juga menegaskan bahwa strategi manajemen krisis yang mencakup keamanan, komunikasi, promosi, dan rehabilitasi mempercepat pemulihan pasar tujuan wisata, sehingga relevan diterapkan di seluruh Indonesia.
Strategi nasional untuk pemulihan pariwisata harus berbasis lima pilar utama: keamanan, rehabilitasi infrastruktur, komunikasi publik, diversifikasi atraksi, dan keterlibatan komunitas.
Pertama, keamanan harus terpadu dengan patroli visible di destinasi utama, zona aman untuk wisatawan di bandara, pelabuhan, dan hotel, serta pengadaan aplikasi digital real-time untuk informasi keamanan dan rute aman.
Kedua, rehabilitasi fasilitas rusak, dari halte Transjakarta hingga museum, harus dipercepat melalui koordinasi pemerintah pusat, BUMN, dan sektor swasta, seperti yang terbukti berhasil di Boracay, Filipina, dan Tanjung Lesung, Banten, dikutip dari jurnal Covalue, 2023.
Ketiga, komunikasi publik yang proaktif sangat penting untuk membangun kembali kepercayaan wisatawan. Dalam hal ini, kampanye media nasional dan internasional yang menegaskan keamanan, didukung notifikasi real-time dan travel advisory, dapat mengurangi persepsi risiko.
Keempat, diversifikasi atraksi dan event budaya, termasuk hybrid virtual tourism dan micro-experiences, dapat mendorong kunjungan wisatawan tanpa menimbulkan risiko kerumunan. Program insentif, seperti dikutip dari FT.com dan Courier Mail, voucher wisata aman dan diskon transportasi, juga terbukti menstimulasi pergerakan wisatawan, sebagaimana diterapkan di Mesir pasca konflik 2023 dan Whitsundays, Australia.
Kelima, keterlibatan komunitas lokal, tokoh adat, dan pemuka agama merupakan fondasi strategi mitigasi yang efektif. Forum dialog dan apel keamanan lokal, seperti yang dilakukan pecalang Bali, menurunkan risiko konflik lanjutan dan memperkuat citra destinasi sebagai tempat aman.
Studi Susanto dan Sushartami (2020) menunjukkan bahwa komunikasi krisis yang melibatkan masyarakat meningkatkan persepsi aman dan kenyamanan wisatawan.
Pemulihan pariwisata Indonesia tidak sekadar menunggu stabilitas sosial, tetapi membutuhkan langkah konkret yang memadukan keamanan, rehabilitasi, komunikasi, inovasi atraksi, dan partisipasi masyarakat.
Strategi ini dapat meyakinkan pemangku kebijakan bahwa sektor pariwisata dapat kembali pulih, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat citra Indonesia sebagai destinasi aman dan menarik di mata dunia.
*) Rioberto Sidauruk adalah Pemerhati Pariwisata, bertugas sebagai Tenaga Ahli AKD DPR RI
