Merauke (ANTARA) - "Bapak lewat di tengah lumpur, tidak apa-apa, kah?"
Pertanyaan dengan dialek khas itu diutarakan Libertine Mandala Putri kepada pemimpin Puskesmas Bupul Markus Pakadang, saat keduanya mengendarai motor trail yang berbeda untuk memimpin tim medis hendak melintasi ruas jalan berlumpur di Distrik Elikobel, Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Markus terdiam sejenak. Pandangannya mengarah pada genangan air di depan, mencari sisi jalan yang lebih cocok agar tidak tergelincir, sambil menyeimbangkan tubuh di atas trail-nya.
Setelah beberapa kali menggeber suara tunggangannya, lelaki paruh baya itu melaju dengan kecepatan terukur, membelah genangan air, sambil kedua kakinya yang dilindungi sepatu boots, bergerak bergantian menerabas lumpur sampai ke sisi jalan yang kering.
Berti (sapaan akrab Libertine Mandala Putri) bersama rekan medis perempuan lain beserta dua anggota polisi dan satu tentara yang mengendarai motor pun segera menyusul. Beberapa anggota tim lain menyusul dengan mobil ambulans yang membawa peralatan medis dan obat-obatan.
Dalam perjalanan dari Puskesmas Bupul di Kampung Bupul 2 menuju Kampung Bunggay, tidak kurang dari lima kali mereka melintasi jalan rusak digenangi air dan lumpur. Mereka berjibaku dengan lumpur merah yang pada salah satu ruas jalan mencapai hingga ratusan meter.
Berti, satu-satunya dokter umum yang mengabdi di Puskesmas Bupul, dan rekan-rekannya harus menempuh 29 kilo meter melewati belantara untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada warga yang menerima Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Bunggay.
Menaklukkan jalanan yang rusak bukan hal baru bagi Berti. Tantangan utama adalah jarak antarkampung dalam satu distrik yang mencapai puluhan kilometer.
Jarak yang jauh itu pula yang selama ini menghambat sebagian warga yang ingin ke Puskesmas Bupul untuk mengakses layanan kesehatan.
Rombongan tim medis Puskesmas Bupul tiba di rumah Paula Mona, salah satu penerima manfaat Program CKG di Bunggay, setelah melalui perjalanan yang cukup menantang.
Di rumah berdinding kayu dengan atap seng seadanya itu dihuni Mona yang hidup menjanda. Ia temani adik perempuannya yang juga memiliki seorang anak dan cucu.
Percakapan hangat dalam bahasa lokal mengawali perjumpaan, sebelum Berti bersama rekan-rekannya menjalankan misi kunjungan langsung di rumah warga atau "jemput bola" untuk mengeksekusi program.
Beberapa pertanyaan awal dilontarkan Berti untuk mengenali riwayat penyakit, gejala kelainan tubuh perempuan berusia 69 tahun itu. Setiap jawaban Mona didokumentasikan secara tertulis pada secarik kertas formulir.
Setelah menyiapkan peralatan medis, berbagai pemeriksaan dilakukan mulai dari mengukur tekanan darah, asam urat, gula darah, kolesterol, kemampuan melihat dan mendengar, pemeriksaan lidah dan mulut, hingga pengambilan dahak untuk pemeriksaan tuberculosis.
Pencapaian Program CKG yang dijalankan Puskesmas Bupul, hingga saat ini berada di posisi kedua tertinggi setelah Puskesmas Ulilin (24,9 persen) dari 25 puskesmas se-Merauke selama periode 11 Februari - 7 Juli 2025.
Para petugas medis di Puskesmas Bupul yang melayani 12 warga dari kampung telah memeriksa kesehatan sebanyak 764 orang atau 21,2 persen.
Berkunjung ke rumah warga dan menyambangi titik berkumpulnya warga, menjadi strategi prioritas bagi Pelaksana Tugas Kepala Puskesmas Bupul Markus Pakadang. Kehadiran itu dari puskesmas ini merupakan representasi hadirnya negara untuk memenuhi kebutuhan warga.
Baca juga: Kemenkes sebut CKG temukan 50 persen perempuan alami obesitas sentral
Baca juga: Rektor UIN sebut program CKG topang upaya mewujudkan Generasi Emas 2045
