Depok (ANTARA) - Suasana Alun-alun Kota Depok berubah seperti era 70-an ketika para pejabat beserta anggota DPRD dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Depok tampil dengan pakaian nyentrik ala tempo dulu.
Mereka mengenakan pakaian nyentrik tersebut untuk merayakan Lebaran Depok 2025 yang digelar untuk ketujuh kalinya.
Wali Kota Depok Supian Suri mengenakan pakaian putih dan celana cutbray berwarna biru dengan memakai topi ala cowboy betawi yang dibalut dengan ikat pinggang berwarna putih dan sepatu lancip berwarna putih.
Sedangkan istrinya Siti Barkah Hasanah atau biasa disapa Cing Ikah mengenakan pakaian ala Noni Belanda dengan baju warna putih bermotif biru yang panjang dan dilengkapi dengan payung kecil putih dengan membawa tas coklat.
Tak kalah menariknya dalam berkostum tempo dulu, Wakil Ketua DPRD Depok Yeti Wulandari mengenakan pakaian berwarna hijau muda dengan wig rambut kribo berwarna biru muda, serta dengan aksesoris selendang berwarna biru yang menjuntai ke bawah.
Tentu juga tak kalah hebohnya dalam berpakaian tempo dulu ala tahun 70 an, Ketua Komisi B DPRD Kota Depok Hamzah. Dia secara khusus menjahit celana yang cutbray bewarna biru dongker, dengan kemeja warna biru bermotif coklat muda.
Untuk menambah aksinya ia mengenakan rambut palsu dan juga kacamata rayben berwarna hitam.
Penampilan para pejabat Depok ini membuat warga yang berkunjung di Lebaran Depok tidak mengenali mereka karena tampilan pakaian yang jauh berbeda dari biasanya.
"Saya kira siapa ternyata bang Hamzah," kata Wati, salah seorang pengunjung Lebaran Depok.
Lebaran Depok 2025 yang berlangsung 11-17 Mei merupakan peluang besar bagi Kota Depok untuk dikenal lebih luas sebagai destinasi wisata budaya.
Penampilan para pejabat dengan mengenakan pakaian era 70-an itu merupakan bagian dari acara Lebaran Depok yaitu nyedengin baju, tradisi orang tua zaman dulu yang ingin membelikan baju anaknya untuk merayakan Lebaran.
Karena keterbatasan pengetahuan dan fasilitas pada masa itu, orang tua biasanya mengukur pundak anak-anaknya menggunakan tali rafia sebagai acuan dalam membeli baju Lebaran.
Meski ekonomi pas-pasan, orang tua zaman dulu tetap berupaya memberikan yang terbaik di momentum Lebaran,mulai dari pakaian hingga makanan.
Wali Kota Depok Supian Suri mengajak masyarakat Depok yang kini hidupnya sudah berkecukupan agar tetap menjaga tradisi orang-orang zaman dulu, sehingga nilai-nilai budaya tidak lenyap ditelan zaman.

Budaya asli Depok
Lebaran Depok berisi berbagai tradisi unik yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan warga Depok sejak zaman dahulu, mulai dari ngubek empang, ngaduk dodol, motong kebo andil, nyuci perabotan, nyedengin baju, ngerowahin, pasar penghabisan dan rantangan.
Acara Lebaran Depok 2025 yang berlangsung selama sepekan dimulai dengan acara ngubek empang, yaitu tradisi menangkap ikan yang dilakukan dengan tangan kosong di kolam atau empang.
Tradisi ini merupakan budaya warga Depok menyambut Lebaran yang mempunyai filosofi kebersamaan dalam menyambut Idul Fitri.
Pemerintah Kota Depok berusaha untuk terus melestarikan tradisi ngubek empang sebagai upaya mengenalkan budaya Betawi kepada generasi muda.
Selain itu juga budaya nyuci perabotan yang dilakukan oleh sekelompok ibu-ibu berkebaya dan ikat kepala seperti orang zaman dahulu.
Mereka mencuci beberapa dandang dan salang atau keranjang dari rotan menggunakan sabun dan sabut kelapa.
Filosofinya, perabotan yang bersih mencerminkan rumah bahwa tangganya tertata penuh kedamaian dan keberkahan.
Kegiatan ini menjadi pengingat bahwa budaya bukan sesuatu yang harus kita simpan dalam museum, tapi harus dihidupkan, dirayakan, dirawat, dan diwariskan dalam bentuk menyenangkan dan mendidik.
Budaya lainnya adalah ngerowahin yang merupakan tradisi Betawi yang biasanya dilakukan sebelum memulai suatu kegiatan besar atau menyambut Ramadhan.
Ngerowahin sebagai bentuk tasyakuran serta permohonan keselamatan dan keberkahan bagi seluruh rangkaian kegiatan Lebaran Depok.
Tradisi ngerowahin atau ruwahan merupakan bagian penting dari budaya masyarakat Depok, khususnya Betawi, yang sarat dengan nilai spiritual dan sosial.
Tradisi ini adalah bentuk doa bersama sebelum memulai suatu kegiatan besar. Tujuannya adalah memohon keselamatan, kelancaran, dan keberkahan kepada Allah.
Ada juga budaya tradisi motong kebo andil yang merupakan warisan kebiasaan orang tua zaman dulu, ketika warga patungan untuk membeli kerbau agar semua dapat menikmati daging saat Lebaran. Terutama bagi anak-anak yang telah menunaikan puasa penuh selama bulan Ramadhan.
Kebo andil ini artinya persiapan untuk menghadapi hari raya besar, yaitu Idulfitri. Orang-orang kampung dengan kesederhanaannya ingin makan daging saat hari raya. Maka, mereka menabung sedikit demi sedikit sejak setahun sebelumnya
Warga biasanya mulai menabung sejak satu bulan setelah Lebaran. Tabungan ini bisa dikumpulkan melalui kelompok pengajian, RT, atau komunitas lainnya.
Kemudian, dua bulan sebelum Hari Raya Idul Fitri, uang yang terkumpul digunakan untuk membeli kerbau sesuai kemampuan.
Pada hari raya, kerbau tersebut disembelih dan dagingnya dibagikan kepada warga. Tradisi ini berbeda dengan penyembelihan sapi yang identik dengan kurban.
Tradisi pasar pengabisan adalah hari terakhir kegiatan jual beli di pasar sebelum perayaan Idul Fitri atau Lebaran. Selanjutnya pasar penghabisan adalah ketika seluruh pedagang di acara tersebut selesai berjualan hari ini, karena besok sudah masuk waktunya Lebaran.
Orang Depok zaman dahulu biasanya memanfaatkan pasar ini untuk membeli pakaian dan bahan baku makanan untuk setelah lebaran.
Pasar penghabisan di Kota Depok berlokasi di Pasar Depok Lama Jalan Dewi Sartika. Dari mulai pakaian, makanan, sendal, hingga perabotan rumah tangga dijual di pasar tersebut.
Seluruh orang Depok dulu berbondong-bondong ke pasar penghabisan untuk berbelanja. Jika tidak, dipastikan H+1 hingga H+4 lebaran akan sulit membeli bahan baku makanan.
Tradisi lainnya adalah rantangan, merupakan momen yang ditunggu-tunggu di setiap peringatan Hari Raya Idul Fitri atau lebaran. Masyarakat Depok tempo dulu membawa rantang yang berisi nasi dan lauk pauk ke rumah saudara dan kerabat mereka.
Ketua Kumpulan Orang-Orang Depok (KOOD) Ahmad Dahlan mengatakan rantangan ini isinya bermacam-macam, ada sayur, ikan, daging nasi bahkan ada juga yang isinya kue dan makanan ringan.
Rantangan biasanya diantarkan ke rumah saudara dan kerabat di momen mendekati Lebaran dan ada juga yang menghantarkannya setelah melaksanakan Shalat Idul Fitri.
Lebaran Depok merupakan bentuk pelestarian budaya Betawi Depok yang dikemas dalam nuansa kebersamaan dan kekeluargaan setelah Hari Raya Idul Fitri.
Lewat acara ini, masyarakat mengingat kembali leluhur yang sudah luar biasa dengan segala keterbatasannya memberikan yang terbaik buat anak-anaknya di hari raya Idul Fitri.
Melalui Lebaran Depok, Pemerintah Kota Depok dan KOOD ingin mengangkat kembali seni, budaya dan bahasa, juga mengembangkan dan mengenalkan ke masyarakat Depok bagaimana kegiatan Lebaran Idul Fitri orang Depok tempo dulu.