Jakarta (ANTARA) - Gerakan Satu Visi yang terdiri dari 29 penyanyi dan pencipta lagu menyatakan kepeduliannya terhadap ekosistem musik Indonesia dengan mengajukan uji materiil mengenai Undang-Undang Hak Cipta untuk kesejahteraan musisi dan pelaku industri musik.
Vokalis band Gigi yang ditunjuk sebagai Ketua Umum Visi Armand Maulana mengatakan polemik yang terjadi di dunia musik saat ini sudah mulai mengancam ekosistem musik dengan adanya saling serang karena peraturan yang membingungkan musisi.
"Di mana ternyata masih terbukti banyak pasal-pasal yang sekarang ada itu belum bisa melindungi kami, seutuhnya, sepenuhnya, Jadilah kita terbentuklah Visi, Sehingga ya terjadi kontroversi pertentangan ini yang memang ini harus-harus selesai. Kita bingung kok jadi gini yang tadinya ga ada apa-apa," kata Armand dalam konferensi pers Visi di Jakarta, Rabu.
Salah satu anggota Visi, Bunga Citra Lestari mengatakan, ada multi tafsir dari pasal-pasal di Undang Undang Hak Cipta yang menjadi pokok permasalahan antara pencipta lagu dan penyanyi, dimana ada pihak-pihak yang menuntut royalti lagu yang dinyanyikan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca juga: Menbud tegaskan kekayaan musik Indonesia perlu diperkenalkan ke seluruh dunia
Pendapat serupa juga diungkapkan penyanyi dan pencipta lagu Iga Massardi yang mengatakan bahwa perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar namun undang-undang yang berlaku harus dipatuhi bersama.
"Perlu digarisbawahi di sini, hukum yang berdasarkan undang-undang dan peraturan itu harus berlaku secara egaliter dan tidak elitis hanya untuk sebagian orang saja. Yang perlu dicermati di sini adalah jangan sampai personal issues itu mengganggu ekosistem kemudian personal issues itu akhirnya dijadikan sebuah peraturan yang berlaku untuk semua orang," kata Iga.
Sementara itu, penyanyi Judika mengatakan aturan dalam Undang-Undang Hak Cipta merupakan landasan yang sangat penting dalam penyanyi menjalankan profesinya, mengenai performing rights hingga royalti dari pencipta asli ke penyanyi yang mempopulerkan.
Ia mengatakan jika aturan perlu diubah maka harus dilakukan oleh pembuat aturan, yakni pemerintah di bawah Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) agar lebih adil dan tidak memihak. Aturan yang baik bisa menjadi efek positif terutama hak ekonomi bagi masing-masing musisi baik pencipta maupun penyanyi yang mempopulerkan.
"Dari Visi, sebagai warga negara yang tentunya memiliki hak konstitusional, mengajukan permohonan uji material kepada Mahkamah Konstitusi. Karena menurut kami, itu adalah langkah yang baik. Dan setidaknya membuat situasi yang sekarang masih abu-abu ini menjadi lebih jelas, Itu harapannya," kata anggota Visi Ariel Noah.
Baca juga: Fadli Zon sebut musik sebagai simbol persatuan dan warisan budaya
Gerakan Satu Visi telah mengajukan secara resmi telah mengajukan uji materiil terhadap 5 pasal di UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi pada 10 Maret 2025. Pasal-pasal yang diajukan uji materiil adalah pasal 9 ayat (3), pasal 23 ayat (6), pasal 81, pasal 87 ayat (1), dan pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.
Di antara pasal-pasal ini, yang ingin diperjelas oleh rekan musisi adalah tentang performing rights yang memiliki mekanisme tersendiri karena menyangkut banyak pihak dan bukan mengambil hak pencipta.
Pengajuan uji materiil ini juga diharapkan pemerintah bisa memperjelas isi pasal agar ekosistem musik Indonesia bisa berjalan proporsional, dan setiap karya yang dipopulerkan dapat memberikan hak ekonomi yang sama bagi pencipta dan penyanyi.
"Ini langkah yang memang harus, yang terpaksa dilakukan. Sebenarnya langkah di MK ini tidak perlu dilakukan kalau saja pelaksana undang-undang, yang dalam hal ini adalah pemerintah, DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual) bisa tegas, sebenarnya kejadian yang ruwet ini, tidak akan terjadi kalau pemerintah sebagai pelaksana undang-undang bisa lebih tegas menegakkan aturan," kata Kuasa Hukum Visi Panji Prasetyo.