Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pada masa balita, pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat cepat sehingga diperlukan asupan zat gizi yang tinggi. Apabila anak tidak mendapatkan perhatian khusus, maka masalah gizi akan sangat mudah terjadi. Karena itu, anak harus diberikan perawatan dan pengasuhan yang tepat, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizinya.
Optimalisasi penanganan masalah gizi pada anak balita dapat dilakukan melalui pengembangan formula makanan tambahan dengan mempertimbangkan aspek gizi, manfaat kesehatan, dan memanfaatkan sumberdaya pangan lokal. Bahan pangan lokal antara lain berupa blondo, ikan gabus (Chana striata) dan beras merah (Oryza nivara).
Tim peneliti yang terdiri dari Hadi Riyadi dan Ikeu Tanziha dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) Institut Pertanian Bogor (IPB); Slamet Widodo dari Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makassar; beserta Made Astawan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB, melakukan penelitian tentang perbaikan status gizi balita dengan pemberian biskuit berbahan blondo, ikan gabus (Channa striata) dan beras merah (Oryza nivara).
Hadi menjelaskan, blondo yaitu bagian kelapa yang selama ini tidak dimanfaatkan dalam pembuatan minyak kelapa, mengandung protein sebesar 9,5 gram per 100 gram. Potensi gizi blondo tersebut sangat baik dalam meningkatkan kandungan gizi berbagai makanan, khususnya makanan untuk anak gizi kurang.
Selain blondo, bahan pangan yang banyak mengandung gizi adalah ikan gabus, salah satu sumber protein hewani lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati asam amino yang diperlukan tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap juga tinggi.
Dalam penelitian ini sebanyak 50 balita gizi kurang usia 3-5 tahun menjadi subjek yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kontrol. Kelompok perlakuan diberikan biskuit selama 90 hari. Sebelum dan setelah intervensi dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan kadar serum albumin.
Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan asupan energi antara awal dan akhir masa perlakuan, pada kelompok kontrol adalah energi 20,8 kkal, kelompok perlakuan 45,6 kkal, perbedaan asupan protein kelompok kontrol 9,5 gram dan kelompok perlakuan 16,6 gram.
Perubahan berat badan pada kelompok kontrol dari 11,7 kilogram (kg) menjadi 13,3 kg, sedangkan pada kelompok perlakuan dari 11,7 kg menjadi 13,6 kg. Peningkatan albumin kelompok kontrol 0,3 g/dL, sedangkan pada kelompok perlakuan sebesar 1,0 g/dL.
Peneliti ini menjelaskan bahwa peningkatan berat badan dan albumin setelah mengonsumsi biskuit mampu memperbaiki status gizi anak gizi kurang menjadi normal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemberian biskuit berbasis blondo, tepung ikan gabus, dan tepung beras merah selama 90 hari mampu meningkatkan status gizi berat badan terhadap umur, berat badan terhadap tinggi badan, dan kadar serum albumin pada anak gizi kurang usia 3-5 tahun.
''Biskuit berbasis blondo, tepung ikan gabus, dan tepung beras merah dapat dijadikan program pemberian makanan sumber protein dalam mengatasi anak gizi kurang atau dijadikan pangan siap saji dalam kondisi darurat seperti pada saat menghadapi bencana alam dan keadaan kelaparan khususnya untuk anak balita,'' ujar Hadi. (IR/nm).