Bogor (Antara Megapolitan) - Kandungan gizi cumi-cumi yang tinggi menjadikan cumi-cumi sebagai makanan hasil laut yang sangat diminati. Permintaan pasar cumi-cumi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Potensi besar tersebut tentu akan meningkatkan konsumsi cumi-cumi sebagai komoditi perikanan, sehingga semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Bagian tubuh cumi-cumi hampir semua dapat dimakan kecuali tulang rawannya yang biasa disebut "endoskeleton" pada istilah biologi.
Tulang rawan yang tidak dapat dikonsumsi tersebut tentu menjadi limbah yang membawa dampak buruk bagi lingkungan. Hal inilah yang mendorong mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melakukan penelitian tentang manfaat dari limbah endoskeleton cumi-cumi.
Dia adalah Dewi Nursyamsiah, mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-FPIK). Wanita yang akrab disapa Dewi ini melakukan penelitian yang berjudul "Aktivitas Antioksidan Kitosan yang Diproduksi dari Endoskeleton Cumi-cumi (Loligosp)" yang dibimbing langsung oleh Ella Salamah dan Pipih Suptijah.
"Saat ini banyak penelitian mengenai pemanfaatan limbah dari hasil perairan sehingga bermanfaat menjadi sumber daya lain yang berbasis zero waste. Inilah yang ingin saya kembangkan pada limbah tulang rawan cumi-cumi," ujarnya.
Pemanfaatan limbah hasil perikanan sangat banyak macamnya. Salah satunya pengolahan kitin dan kitosan dari kulit udang. Ternyata tidak hanya kulit udang, tulang rawan cumi-cumi juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kitosan.
"Aplikasi kitosan telah diteliti oleh berbagai peneliti karena kitosan bersifat biodegradabel, biokompatibel, non-toksik, dan sebagai adsorben. Sifatnya sebagai adsorben inilah yang ternyata dapat digunakan sebagai bahan antioksidan yang dapat menghambat radikal bebas dalam tubuh," terangnya.
Dari penelitiannya, Dewi menemukan keefektifan antioksidan kitosan endoskeleton cumi-cumi dengan cara menerapkannya pada minyak kelapa.
"Minyak kelapa yang digunakan diproduksi sendiri untuk dapat mengontrol bilangan peroksida yang dihasilkan. Nantinya, antioksidan berfungsi untuk menghambat pembentukan peroksida pada minyak," kata dia.
Peroksida merupakan hasil reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen yang dapat dijadikan indikasi kerusakan lemak. Nilai peroksida suatu bahan menunjukkan kemampuan bahan tersebut dalam menghambat oksidasi lemak.
"Kitosan endoskeleton cumi-cumi yang ditambahkan pada minyak kelapa, nantinya diharapkan bisa menghambat oksidasi lemak sehingga bilangan peroksida minyak kelapa akan lebih kecil," terangnya.
Dari hasil risetnya ini diketahui, daya hambat kitosan endoskeleton cumi-cumi terhadap oksidasi minyak kelapa menunjukkan kitosan berbentuk gel pada konsentrasi 0,2 g lebih efektif dalam mengghambat oksidasi minyak dengan nilai bilangan peroksida sebesar 4,82 Meq/1000 g.
"Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi baru yang nantinya dapat dikaji lebih dalam untuk dapat dimanfaatkan di berbagai bidang, seperti bidang pangan, kesehatan dan kosmetik," terangnya. (sm/zul)