Kota Bogor (ANTARA) - Ketua DPRD Kota Bogor, Jawa Barat, Atang Trisnanto, meminta pemerintah kota (pemkot) menurunkan tenaga kesehatan (nakes) ke setiap lingkungan rukun tetangga (RT) yang ada di wilayah itu, untuk menangani pasien demam berdarah dengue (DBD).
Permintaan ini disampaikan Atang menyusul peningkatan kasus DBD di Kota Bogor, di angka 845 kasus dengan total empat kasus kematian awal 2024. Bahkan, pasien DBD di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor membludak.
“Kami minta Pemkot Bogor segera menurunkan nakes ke tiap RT, untuk mengecek warga apabila ada warga terjangkit DBD yang tidak bisa tertangani di rumah sakit,” kata Atang di Kota Bogor, Rabu.
Baca juga: Dinkes Kota Bogor tingkatkan kesadaran warga lakukan PSN secara kontinyu cegah DBD
Meski saat ini para nakes yang bertugas di puskesmas sudah melakukan pendampingan rutin ke wilayah-wilayah, menurut Atang, pada penanganan DBD kali ini harus dilakukan secara serentak.
“Mengantisipasi jatuhnya korban DBD sekaligus mengedukasi warga, sehingga dengan upaya yang sudah dilakukan tidak ada lagi tempat berkembangnya nyamuk Aedes aegypti,” ujarnya.
Selain mengecek kondisi warga yang terjangkit DBD, menurut Atang, para nakes diharapkan dapat mengedukasi langsung masyarakat di kalangan bawah. Terutama untuk aktif melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di lingkungannya.
“Minimal harus sering melakukan survei untuk bisa mengetahui dan mendata tempat yang berpotensi menjadi sarang penyebaran demam berdarah,” ucapnya.
Baca juga: Dinkes Kota Bogor imbau masyarakat sigap bawa pasien suspek DBD ke faskes
Atang menyebut, warga bisa melakukan kegiatan 3M Plus berupa mengubur, menguras, menutup, melipat baju-baju yang digantung yang menjadi tempat sarang nyamuk. PSN juga bisa dilakukan melalui kerja bakti setiap minggu sekali, fogging, hingga membagikan bubuk abate untuk ditempatkan di genangan air.
“Datangi juga rumah-rumah warga untuk melihat ada genangan air atau tidak. Sekaligus melakukan edukasi ke masyarakat agar melakukan 3M plus serta melakukan pencegahan,” ucapnya.
Setelah upaya preventif dilakukan, Atang juga menilai tindakan kuratif juga penting untuk dilakukan. Sebab, masyarakat belum tentu sudah memiliki edukasi terkait kasus DBD.
“Mungkin dianggap bukan DBD. Dianggap sakit maag, sakit demam. Jadi perlu diedukasi, kalau sudah minum obat, demamnya belum juga turun selama berhari-hari, maka bisa diindikasi terkena DBD. Sehingga harus segera diperiksakan ke Puskesmas,” jelasnya.
Baca juga: Pemkot Bogor gencarkan PSN seluruh kelurahan seiring naiknya kasus DBD
Oleh karena itu, Atang mengingatkan agar upaya-upaya dengan turun langsung ke masyarakat ini dapat dijalankan secara konsisten. Hal ini dilakukan agar Kota Bogor tidak masuk ke dalam status kejadian luar biasa (KLB) kasus DBD.
“DBD tidak hanya menyerang pada musim hujan, pada musim kemarau pun potensi seseorang terserang DBD masih ada, belum lagi Indonesia adalah negara endemis DBD. Makanya, kita harus kerja ekstra agar jumlah warga terjangkit DBD tidak terus bertambah,” kata Atang.