Dalam banyak literatur disebutkan bahwa tanaman mangrove tidak hanya melindungi kawasan pesisir dari erosi, tapi juga memiliki manfaat-manfaat lain bagi lingkungan.
Manfaat tanaman mangrove bagi lingkungan pesisir di antaranya dapat mencegah pemanasan global, tempat ikan berpijah, menjaga kebersihan air dan udara, dapat dikembangkan menjadi objek wisata, dan tumbuhannya sendiri juga memiliki nilai ekonomi dan manfaat bagi kesehatan.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan pemulihan dan perlindungan mangrove. Pemerintah dengan menggandeng Bank Dunia (World Bank) menjalankan Proyek Mangrove untuk Ketahanan Masyarakat di Kawasan Pesisir (Mangrove for Coastal Resilience Program). Rehabilitasi mangrove di Indonesia menjadi salah satu fokus pembahasan di KTT Presidensi G20.
Presiden Joko Widodo pada Oktober 2021 pernah menyatakan komitmen pemerintah untuk dapat merehabilitasi 600 ribu hektare hutan mangrove di Indonesia hingga tahun 2024.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika semua pihak saling bahu-membahu untuk mewujudkan komitmen tersebut demi kelestarian lingkungan serta keberlanjutan kehidupan di masa datang.
TWA Angke
Aktivis lingkungan yang juga Co-Founder dan CEO Pasukan Penjaga Lautan (Sea Soldier), Dinni Septianingrum, mengemukakan bahwa untuk mrehabilitasi mangrove Taman Wisata Alam Angke Kapuk di Penjaringan, Jakarta Utara, yang luas lahannya mencapai 99,82 hektare maka dibutuhkan tambahan sekitar 798.560 bibit tanaman mangrove.
Jika satu hektare lahan bisa ditanami paling tidak 10 ribu bibit , dan untuk bisa dinyatakan jumlah penanaman ideal, maka tinggal dikalikan dengan luas lahan di TWA Angke Kapuk yang mencapai 99,82 hektare, sehingga dibutuhkan 998.200 bibit mangrove.
TWA Angke Kapuk, dari 99,82 hektare yang efektif tertanami mangrove baru 20 persen. Jadi masih butuh 80 persen lagi (sekitar 798.560 bibit) untuk merehabilitasinya, kata Dinni pada kegiatan konservasi bertajuk Mangrove Project – Untuk Satu Bumi di TWA Angke Kapuk, Jakarta Utara, Sabtu (24/9).
Oleh karenanya, tambahan 500 bibit mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dalam kegiatan Mangrove Project – Untuk Satu Bumi yang berlangsung serentak di lima lokasi yaitu Tangerang, Surabaya, Bali, dan Kalimantan Barat, Sabtu (24/9) akan diikuti dengan kegiatan-kegiatan berikutnya.
Mangrove Project – Untuk Satu Bumi di Jakarta memperoleh 500 bibit mangrove yang dikonservasi, sedangkan di Tangerang 1.500 bibit, Kalimantan Barat, Surabaya dan Bali masing-masing 1.000 bibit.
Untuk konservasi mangrove di TWA Angke menggunakan metode bronjong atau keranjang kawat diisi batu. Metode bronjong dipilih karena lebih cocok dengan karakter mangrove dan tanah, sedimentasi serta suhu dan cuaca yang ada di TWA Angke Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara.
Namun penanaman mangrove di empat wilayah lain menggunakan metode yang berbeda-beda, mengingat memiliki karakteristik sendiri-sendiri..
Di Mempawah (Kalimantan Barat) namanya Organic Coastal Defense atau bangunan pelindung pantai organik, di Surabaya Mangrove Conservation Center Wonorejo dan Tanjung Pasir (Tangerang) sama metodenya memakai Ajir Bambu dan sistem berjarak satu meter. Untuk di Akamo (Bali) dengan metode tanam sangkar atau cage planter.
Dikutip dari laman Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, jenis-jenis mangrove yang mendominasi kawasan TWA Angke Kapuk antara lain Bidara (Sonneratia caseolaris), Warakas (Acrostichum aureum), Api-api (Avicennia marina), Cantigi (ceriops spp), Buta-buta (Excoecaria agallocha) dan Bakau (Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa).
Sedangkan jenis flora pantai atau rawa di antaranya adalah Waru Laut (Hibiscus tiliaceus), Bluntas (Pluchea indica), Mendongan (Scripus littoralis), Kedondong Laut (Polysia frutucosa), Flamboyan (Delonix regia), Kitower (Deris heterophyla) dan Duri Busyetan (Mimosa sp).
Kawasan seluas 99,82 hektare itu ditetapkan menjadi Taman Wisata Alam berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 667/Kpts-II/1995.
Kawasan TWA Angke terletak pada dataran rendah (mendekati pantai) dengan profil tanah datar, ketinggian 0 – 2 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah adalah Alluvial Kelabu Tua dengan tekstur Lempung Liat Berdebu.
Iklim di kawasan ini termasuk ke dalam tipe A (klasifikasi Schmidt dan Ferguson), suhu udara rata-rata tertinggi jatuh pada bulan Oktober yaitu sebesar 27,3 derajat Celsius dan suhu rata-rata terendah jatuh pada bulan Februari yaitu sebesar 25,9 derajat Celsius.
Rata-rata kelembaban nisbi adalah 82,96 persen, kelembaban tertinggi jatuh pada bulan Januari sebesar 87 persen dan kelembaban terendah jatuh pada bulan September yaitu sebesar 79 persen. Curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Januari sebesar 338 milimeter dan terendah pada bulan Oktober sebesar 60 milimeter.
Kondisi hidrologi kawasan dipengaruhi oleh keadaan tambak, sungai dan pasang surut dengan keadaan air yang berkadar garam 20 – 40 persen.
Perlu sinergi
Direktur Sumber Daya Manusia dan Keuangan Bursa Efek Indonesia, Risa Effennita Rustam, di sela kegiatan di TWA Angke mengatakan pihaknya mendukung kegiatan konservasi bertajuk Mangrove Project – Untuk Satu Bumi, sebagai wujud kepedulian terhadap kelestarian dan keberlanjutan lingkungan.
"Salah satu tugas dan kewajiban kami adalah ikut mengajak pemangku kepentingan di Bursa Efek Indonesia di Pasar Modal dan di luar Pasar Modal juga untuk sama-sama melakukan bagian masing-masing untuk menjaga satu bumi kita ini," kata Risa.
Ke depan, harapan juga tertumpu kepada para investor untuk turut serta mengambil tanggung jawab sosial terhadap lingkungan dengan berkontribusi secara langsung dalam penanaman maupun perawatan.
Informasi yang dihimpun dari Sea Soldier, satu bibit tanaman bakau yang ditanam memerlukan rata-rata masa adaptasi satu tahun, karena periode satu tahun tersebut merupakan masa kerentanan. Tapi masa kerentanan itu bisa hanya berlangsung enam bulan, kalau wilayah perairannya tenang.
Selama masa kerentanan tersebut, tenaga manusia (man power) akan terus dibutuhkan. Misalnya untuk mengelap satu-persatu daun agar bersih dari cipratan sedimen yang ada di perairan, sampai tanaman bakau berhasil beradaptasi dengan lingkungan.
Pada kegiatan Mangrove Project – Untuk Satu Bumi, Sabtu, Sea Soldier menargetkan tingkat keberhasilan (survivor rate) sebesar 85 persen. Artinya dari 5.000 bibit yang ditanam, 4.250 di antaranya akan terus hidup dan ikut serta mengendalikan perubahan iklim dan menjadi paru-paru dunia melalui penyerapan serta penyimpanan karbon biru atau fungsi mitigasi dan berbagai fungsi lainnya.
Rehabilitasi mangrove juga selaras dengan program dari Bursa Efek Indonesia (BEI) “Synergy for Sustainabillity and Beyond” dan juga program dari pemerintah “Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sehingga diharapkan konservasi itu dapat berperan penting dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan kedaulatan politik Indonesia.
Melalui konservasi mangrove itu diharapkan dapat tercipta sinergi yang kuat antara Regulator dan Anggota Bursa di Pasar Modal Indonesia dalam mendukung program keberlanjutan untuk bumi pertiwi tercinta dan masa depan yang cerah. Semua bisa mengambil peran demi lingkungan yang lestari.