Jakarta (ANTARA) - Indonesia tetap mencatat surplus perdagangan sebesar 1,34 miliar dolar AS (sekitar Rp19,11 triliun) dengan Swiss pada periode Januari-Desember 2021.
Meski perekonomian global masih belum pulih karena dampak pandemi, Indonesia masih berhasil mencatat surplus perdagangan dengan Swiss, kata KBRI Bern dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Namun, KBRI Bern menyebutkan bahwa jika dibandingkan dengan nilai surplus pada 2020 (pertumbuhan tahun ke tahun/YoY), surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap Swiss pada 2021 menurun hampir 60 persen.
Pada 2020, surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap Swiss mencapai 2,24 miliar dolar AS.
Penurunan tersebut terjadi karena penurunan ekspor emas, logam mulia, perhiasan/permata sebesar 50,7 persen pada 2021.
Menurut data yang diterbitkan oleh Administrasi Bea Cukai Federal (FCA) Swiss, nilai impor Indonesia dari Swiss pada 2021 menurun 31,4 persen dibandingkan pada 2020, demikian juga ekspor Indonesia ke Swiss mengalami penurunan sebesar 38,7 persen (YoY).
Sementara nilai impor Indonesia dari Swiss pada 2021 mencapai sebesar 360,29 juta dolar AS, dan nilai ekspor Indonesia ke Swiss pada 2021 tercatat sebesar 1,69 miliar dolar AS.
Pada 2020, nilai impor Indonesia dari Swiss mencapai 525 juta dolar AS, dan nilai ekspor Indonesia ke Swiss pada tahun itu sebesar 2,76 miliar dolar AS.
Sepuluh komoditas yang masih konsisten berkontribusi terhadap surplus neraca perdagangan Indonesia ke Swiss, berdasarkan urutan nilai ekspornya, antara lain logam mulia, perhiasan/permata, alas kaki, produk tekstil bukan rajutan, produk tekstil rajutan, perlengkapan elektrik, furnitur, kopi, minyak atsiri, mesin turbin, suku cadang, dan kimia organik.
Pada 2021, perekonomian Swiss mengalami ketidakpastian yang cukup tinggi, mulai dari masalah rantai pasokan sampai pada isu kesehatan, khususnya meningkatnya kasus COVID-19 akibat varian Omicron.
Sekretariat Negara Bidang Perekonomian (SECO) Swiss menyampaikan bahwa negara itu pada 2021 mengalami peningkatan inflasi 0,6 persen, meski pertumbuhan perekonomian Swiss masih relatif baik, yakni mencatat produk domestik bruto (PDB) sebesar 3,5 persen pada 2021.
SECO memperkirakan PDB Swiss pada 2022 akan mencapai 3 persen. Pertumbuhan itu diprediksi akan banyak dipengaruhi oleh masalah rantai pasokan, tekanan inflasi, penguatan mata uang Swiss dan persaingan ketat yang dihadapi industri farmasi dan perbankan.
Duta Besar RI untuk Swiss Muliaman Hadad memperkirakan bahwa 2022 akan menjadi tahun yang tetap memberikan gambaran positif bagi hubungan ekonomi kedua negara walaupun dihadapkan oleh tantangan ekonomi di tengah pandemi.
"Proyeksi tersebut bukan tanpa alasan mengingat modalitas untuk peningkatan hubungan ekonomi kedua negara telah ada yakni dengan telah berlakunya Indonesia-EFTA CEPA pada 1 November 2021," ujar Dubes Muliaman.
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (Indonesia–EFTA CEPA) tidak hanya mencakup sektor perdagangan, namun juga program keberlanjutan, peningkatan kapasitas, transfer pengetahuan dan investasi.
Dubes Muliaman menambahkan bahwa berlakunya Indonesia–EFTA CEPA pada akhir 2021 akan menuntut semua pihak terkait di Indonesia untuk segera menyiapkan langkah-langkah agar dapat mengoptimalkan manfaat dari perjanjian tersebut.
Indonesia surplus perdagangan Rp19 triliun dengan Swiss
Jumat, 4 Februari 2022 9:07 WIB