Depok (ANTARA) - Doktor Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Sani Siti Aisyah memberikan solusi lembaga pemasyarakatan yang ideal dan produktif dengan penerapan model public-private partnership.
Dalam disertasinya yang berjudul “Penerapan Model Public-Private Partnership Menuju Operasionalisasi Lembaga Pemasyarakatan Secara Ideal di Indonesia”, Sani menghadirkan solusi dalam menciptakan kondisi lembaga pemasyarakatan (lapas) yang aman, manusiawi, dan produktif melalui kerjasama antara sektor publik dan swasta.
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya popularitas public-private partnership (PPP) dalam pembangunan dan pengelolaan lapas," kata Sani Siti Aisyah dalam keterangannya, Selasa.
Ia menjelaskan PPP merupakan kesepakatan atau kontrak antara pemerintah dan sektor swasta untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah dalam kurun waktu tertentu.
Baca juga: Ferlansius Pangalila resmi raih gelar doktor kriminologi UI
Studi kasus ini sering dikaji dari perspektif ekonomi yang memprioritaskan efisiensi anggaran negara, tetapi jarang dikaji dari perspektif sosial yang memprioritaskan manfaat untuk masyarakat dalam rangka pengendalian sosial.
Sani menyadari bahwa PPP memiliki potensi positif dalam menciptakan kondisi lapas yang ramah dan inklusif sebagai prasyarat operasionalisasi lapas secara ideal di tengah keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran.
Penelitian ini mengkaji berbagai model PPP lapas menggunakan kerangka teori kriminologi realis dan teori koreksi.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kualitatif eksploratif dengan menggunakan metode wawancara terhadap 14 orang narasumber (penyusun kebijakan, praktisi lapas, dan mitra swasta), menggunakan studi dokumen dengan observasi lapangan pada 7 lapas yang memiliki kerja sama dengan swasta serta FGD (Forum Group Discussion) dengan 10 orang ahli yang terdiri dari akademisi, anggota DPR, penyusun kebijakan, dan praktisi.
Baca juga: Kriminolog UI luncurkan buku berjudul "Berjalan Bersama Korban: Sejuta Jalan Hadirkan Keadilan".
Berdasarkan analisis keterlibatan swasta pada pembangunan dan operasionalisasi lapas, Sani telah berhasil mengidentifikasi lima model PPP lapas, yaitu pertama model “Tata kelola swasta” yang telah diterapkan di Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada.
Kedua, model “Manajemen hibrida” yang telah diterapkan di Jepang dan Perancis; ketiga, model “Manajemen hibrida terbatas” yang telah dirancang oleh Indonesia; keempat, model “Infrastruktur layanan” yang telah diterapkan di Australia dan Kanada; kelima, model “Contracting out fungsi terbatas tertentu” yang telah diterapkan di Inggris dan Indonesia.
Penggolongan model lapas dibagi berdasarkan indikator layanan koreksi, layanan akomodasi, administrasi dan manajemen.
“Keberagaman model PPP lapas dilatarbelakangi oleh keberagaman proses penerapan model masing-masing yang mengandung pertimbangan politis dan instrumental," katanya.
Baca juga: Kompol Supriyanto raih gelar doktor kriminolog UI
Model PPP lapas yang berpotensi menciptakan kondisi lapas yang aman, manusiawi dan produktif adalah model PPP lapas yang tidak mengizinkan pelibatan swasta pada aspek administrasi dan manajemen lapas serta pada aspek custody dalam layanan koreksi.
Sani juga menekankan bahwa ada beberapa faktor determinan yang harus dipertimbangkan dalam menentukan model PPP lapas agar memenuhi prasyarat kelayakan operasional, yaitu faktor ideologi konstitusi, faktor tujuan atau filsafat koreksi, faktor kebutuhan, dan faktor anggaran.