Bogor (Antara) - Mahasiswa Institut Pertanian Bogor memperkenalkan budi daya umbi porang sebagai potensi baru bercocok tanam bagi pemuda dan masyarakat Desa Hegarmanah, Gunung Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat.
"Budi daya umbi porang ini cukup berpotensi bagi masyarakat di Desa Hegarmanah, selain membuka usaha baru juga menghindari konflik penyerobotan lahan hutan di wilayah tersebut," kata Juanda, Ketua Tim Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Pengabdian Masyarakat, IPB, di Bogor, Kamis.
Juanda menyebutkan, melalui program PKM, dirinya bersama empat rekannya dari Fakultas Kehutanan telah menawarkan program budi daya umbi porang kepada masyarakat yang tinggal di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Jawa Barat melalui program PKM di bawah bimbingan Dr Soni Trisno, S. Hut, M.Si.
Dikatakannya, umbi porang sebagai salah satu kultivar atau tanaman yang cocok untuk Desa Hegarmanah yang merupakan desa yang berbatasan langsung dengan HPGW.
"Kebanyakan masyarakat di sana bekerja sebagai petani, namun tidak memiliki lahan," katanya.
Juanda menjelaskan, kebutuhan masyarakat setempat terhadap lahan pertanian telah memicu adanya penyerobotan lahan hutan milik HPGW.
Pihak HPGW telah mengatasi masalah tersebut dengan menyewakan lahan miliknya kepada masyarakat setempat untuk ditanami tanaman bawah tegakan seperti kapulaga, kopi dan pisang.
"Namun, usaha masyarakat ini kurang memberikan hasil panen yang produktif," katanya.
Dari hasil penelitian Tim PKM IPB, lanjut Juanda, pihaknya melihat Umbi Porang memiliki potensi dan syarat tumbuh yang sesuai dengan kondisi biofisik di wilayah sekitar HPGW.
Hal ini dikarenakan Umbi Porang adalah umbi jenis salah satu tanaman yang dapat ditanam di bawah naungan.
"Selain itu, pemeliharaan umbi porang ini tidak perlu dilakukan secara intensif," ujarnya.
Lebih lanjut Juanda menjelaskan, permintaan pasar terhadap umbi porang saat ini cukup tinggi. Banyak negara seperti Jepang, Taiwan, dan Korea yang mengolah umbi ini menjadi sumber makanan.
Negara-negara tersebut, lanjut dia, mengimpor umbi ini salah satunya dari Indonesia. Sayangnya, penyedia umbi porang di Indonesia masih terbatas.
Menurut Juanda, peluang ini dapat dimanfaatkan warga Desa Hegarmanah dengan membudidayakan umbi porang di lahan-lahannya yang terlantar.
"Selain membuka lapangan pekerjaan, kesibukan mengolah lahan terlantar yang mereka miliki mampu mengalihkan fokus masyarakat terhadap penyerobotan lahan hutan milik HPGW," ujar Juanda.
Juanda mengatakan, ide inilah yang disampaikan Juanda bersama teman-temannya kepada masyarakat di Desa Hegarmanah yang berjumlah sebanyak 8.322 jiwa itu.
Dikatakannya, melalui PKM ini, ia dan kawan-kawannya mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB melakukan penyuluhan budidaya umbi porang.
Penyuluhan yang diberikan berupa pemberian materi di ruangan mengenai budidaya umbi porang, dan demplot percontohan agroforestry umbi porang.
Diungkapkannya, pada aspek budidaya, sebelum penyuluhan masyarakat yang mengetahui budidaya umbi porang sebesar 22,22 persen, sedangkan setelah penyuluhan sebesar 82,88 persen.
Sedangkan pada aspek pengolahan, sebelum penyuluhan masyarakat yang mengetahui cara pengolahan umbi porang sebesar 10 persen, setelah penyuluhan sebesar 89,57 persen.
Serta pada aspek pemasaran, sebelum penyuluhan masyarakat yang mengetahui pemasaran umbi porang sebesar 0 persen, jumlah ini meningkat setelah penyuluhan sebesar 60 persen.
"Kami memberikan pelatihan kepada masyarakat berkaitan dengan umbi porang secara umum, teknik penanaman, perawatan, dan pasca panen umbi porang untuk dijadikan komoditi ekspor yang memiliki nilai ekonomi tinggi," katanya.
Selanjutnya kata Juanda, pihaknya juga memberikan penyuluhan pembuatan demplot percontohan agroforestry umbi porang dengan luas 200 meter persegi dimaksudkan sebagai media percontohan sekaligus promosi kepada masyarakat sekitar area demplot tentang tanaman umbi porang.
Setelah panen, lanjutnya, umbi ini akan diterima distributor yang berada di Desa Klangon, Saradan Jawa Timur. Distributor di Desa Klangon tersebut akan mengumpulkan porang yang telah dijadikan "chips" dan kemudian dikirim ke pabrik pengolahan tepung porang di Mojokerto yang kemudian tepung tersebut diekspor ke China, Korea dan Jepang.
Menurut Juanda, peluang pasar porang sangat besar, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Untuk pangsa pasar dalam negeri, umbi digunakan sebagai bahan pembuat mie yang dipasarkan di swalayan, serta untuk memenuhi kebutuhan pabrik kosmetik sebagai bahan dasar.
Sementara itu, untuk pangsa pasar luar negeri, masih sangat terbuka terutama untuk tujuan Jepang, Taiwan, Korea dan beberapa negara Eropa.
"Penurunan nilai ekspor komoditas porang, bukan karena permintaan pasar yang menurun, tetapi keterbatasan bahan baku olahan. Selama ini pasokan hanya dipenuhi dari pedagang kecil yang mengumpulkan umbi yang tumbuh liar di hutan atau di sekitar perkebunan dan lama kelamaan akan habis jika tidak diupayakan penanamannya," katanya.
Juanda mengatakan, umbi porang laku dijual, saat ini harganya menembus Rp2.500 per kg basah atau baru petik. Umbi porang kering atau "chips porang" dihargai lebih mahal lagi, yakni Rp20.000 per kg.
Masih ada yang lebih mahal yakni tepung porang. Namun, sangat disayangkan kemampuan masyarakat belum sampai ke sana sehingga teknologi pembuatan tepung masih dikuasai pabrik besar.
Juanda menambahkan, dengan kegiatan ini harapannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di Desa Hegarmanah.
"Perkiraan jumlah orang yang mendapatkan dampak dari kegiatan ini adalah 80 orang dengan nilai pendapatan sekitar Rp 100 juta/tahun," katanya.
IPB: umbi porang potensi baru Gunung Walat
Kamis, 15 Agustus 2013 18:25 WIB
"Kami memberikan pelatihan kepada masyarakat berkaitan dengan umbi porang secara umum, teknik penanaman, perawatan, dan pasca panen umbi porang untuk dijadikan komoditi ekspor yang memiliki nilai ekonomi tinggi,"