Jakarta (ANTARA) - Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) Institut Pertanian Bogor (IPB) University menyatakan saat ini gabungan kelompok tani (gapoktan) maupun kelompok tani (poktan) belum siap dilibatkan dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Guru Besar Bidang Kebijakan Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya Berkelanjutan A Faroby Falatehan mengatakan dari hasil survei MPD IPB University di Jawa Barat diketahui mayoritas gapoktan menghadapi kendala serius menggantikan peran distributor dan pengecer mitra PT Pupuk Indonesia (Persero).
"Dari sumber daya manusia, banyak pengelola yang belum memiliki kapasitas memadai untuk menangani distribusi pupuk," ujarnya saat menyampaikan hasil survei guna mengukur kesiapan kelompok tani dalam mengelola distribusi pupuk bersubsidi dalam jaringan (daring) di Bogor, Jabar, Jumat.
Baca juga: Pupuk Kujang gandeng IPB semprot pupuk cair gunakan drone di Subang
Akhir Januari 2025, lanjutnya, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 yang melegitimasi alih peran gapoktan sebagai distributor (lini 2) dan pengecer (lini 3) dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Kebijakan ini untuk memangkas mata rantai distribusi pupuk subsidi yang dinilai tidak efisien dan rentan penyimpangan.
Berdasarkan hasil uji kelayakan, lanjutnya, gapoktan di Jawa Barat belum layak sepenuhnya menjadi penyalur pupuk bersubsidi, mereka tidak memenuhi tujuh indikator dasar yang menjadi syarat penyaluran pupuk bersubsidi.
Survei dilakukan pada Januari hingga Februari 2025 di sejumlah kabupaten di Jawa Barat meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Purwakarta serta Karawang.
"Sejumlah kekurangan yang ditemukan meliputi legalitas badan usaha, kemampuan administrasi, pengelolaan keuangan, penyimpanan stok pupuk, serta modal dan sumber daya manusia," katanya.
Baca juga: Peneliti IPB Manfaatkan Pupuk Kandang Ayam Untuk Perbaiki Kondisi Kimia Tanah Asam
Oleh karena itu, menurut Faroby pihaknya merekomendasikan pemerintah untuk menunda sementara mekanisme gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi hingga seluruh indikator prasyarat, dapat dipenuhi oleh gapoktan yang bersedia atau ditunjuk.
Hal itu diperlukan untuk memastikan gapoktan siap dalam melaksanakan tugas mereka sebagai penyalur pupuk bersubsidi dengan memenuhi semua regulasi yang berlaku.
Menurutnya, apabila pemerintah memaksakan gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi tanpa memenuhi persyaratan yang diperlukan, berbagai risiko hukum dan finansial dapat muncul.
Karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memastikan gapoktan siap dan memenuhi persyaratan yang ada sebelum melibatkan mereka dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Jika pemerintah tetap memilih untuk melanjutkan mekanisme ini, lanjutnya maka penting untuk melakukan uji coba di wilayah tertentu selain itu perlu ada pendampingan untuk memastikan mereka dapat memenuhi ketujuh indikator prasyarat tersebut.
Baca juga: Mahasiswa IPB Temukan Fungsi Pupuk Pada Batuan Vulkanis
"Pendampingan ini akan memberikan dukungan yang diperlukan untuk memperkuat kapasitas gapoktan dalam hal pengelolaan administrasi, keuangan, dan teknologi, yang pada akhirnya akan mendukung kelancaran distribusi pupuk bersubsidi," katanya.
Selain itu, perlu dipertimbangkan agar lini III atau distributor pupuk bersubsidi tetap dipertahankan dalam wilayah uji coba atau pilot project.
Menurut Faroby, dengan mempertahankan lini III, rantai pasok distribusi pupuk bersubsidi tidak akan terganggu, dan kesempatan berusaha bagi pihak terkait tetap dapat terjaga, memastikan distribusi berjalan lancar dan tepat sasaran.
Langkah tersebut diharapkan dapat menjaga kelancaran distribusi pupuk bersubsidi kepada petani dan meminimalkan risiko gangguan dalam sistem distribusi, serta pelaksanaannya dapat berjalan lebih efektif dan memenuhi kebutuhan para petani dengan lebih baik.