Jakarta (ANTARA) - Pendiri firma analitik big data Evello, Dudy Rudianto, menilai tudingan adanya penguasa yang mengorkestrasi serangan buzzer terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tidak berdasar dan terlalu dini untuk disimpulkan.
Dudy menilai pernyataan politisi PDI Perjuangan Guntur Romli yang mengaitkan serangan buzzer dengan kekuasaan justru mencerminkan pola pikir buzzer itu sendiri. Ia menegaskan bahwa kesimpulan tersebut tidak memiliki dasar analisis data yang kuat.
“Serangan seperti ini justru bisa dikatakan buzzer receh. Terlalu jauh kalau langsung disimpulkan itu orkestrasi penguasa,” kata Dudy dalam keterangannya, Jumat.
Menurutnya, pola serangan media sosial menggunakan akun bot atau model seragam tidak selalu menandakan adanya campur tangan kekuasaan. Ia mencontohkan, pada periode Februari hingga April 2022 saat publik menyoroti kelangkaan minyak goreng, PDIP yang kala itu menjadi bagian dari pemerintahan juga tidak mampu mengendalikan opini publik.
“Saat itu Ibu Mega turut menjadi sasaran sentimen publik. Kalau benar kekuasaan bisa mengatur buzzer, seharusnya opini negatif itu bisa ditekan. Faktanya tidak,” ujarnya.
Dudy menyebut, pada periode tersebut konten terkait isu minyak goreng mencapai 50 juta tayangan di Instagram, 38 juta di YouTube, dan 204 juta di TikTok. Angka besar itu, menurutnya, menunjukkan opini publik tidak bisa sepenuhnya dikendalikan oleh kekuasaan.
Ia juga menyoroti fenomena viralnya isu lingkungan seperti tagar #SaveRajaAmpat dan #PapuaBukanTanahKosong yang ramai di media sosial. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kata Dudy, juga tidak mampu mengendalikan opini publik terhadap isu tersebut.
“Justru karena mandat kekuasaan, Presiden Prabowo mencabut izin tambang di Raja Ampat yang jadi polemik publik,” katanya.
Data Evello menunjukkan tagar #PapuaBukanTanahKosong mencapai 206 juta tayangan dengan 7.908 video di TikTok, sedangkan #SaveRajaAmpat diunggah 70.628 kali dengan total 1,6 miliar tayangan.
Dudy juga menyinggung isu lama mengenai ijazah Presiden Joko Widodo yang terus beredar di media sosial. Ia menilai, jika kekuasaan memiliki kemampuan mengorkestrasi buzzer, semestinya isu tersebut dapat dengan mudah diredam.
“Kalau benar kekuasaan sekarang bisa mengorkestrasi buzzer, kenapa tidak digunakan untuk membalikkan isu ijazah Jokowi yang sudah lama beredar?” ucapnya.
Berdasarkan berbagai pembanding itu, Dudy menyimpulkan bahwa serangan terhadap Megawati dilakukan oleh buzzer berbayaran rendah dan tidak menunjukkan pola orkestrasi kekuasaan.
“Sangat jauh untuk menyimpulkan ini orkestrasi penguasa,” tutupnya.
