Bogor (Antaranews Megapolitan) - Dunia saat ini dihadapkan pada persoalan peningkatan populasi, dan di Indonesia persoalan tersebut dihadapkan pula pada produksi pangan yang lambat bahkan cenderung stagnan dalam hal kuantitas dan kualitas.
Pengembangan strategi penyediaan pangan tersebut perlu ditangani oleh pemerintah Indonesia dengan serius. Salah satu strategi yang diusulkan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) adalah Sekolah Peternakan Rakyat (SPR).
SPR muncul dari gagasan untuk memberdayakan peternak skala kecil yang mengusahakan sekitar 98% ternak di Indonesia. Lebih dari 4 juta peternak skala kecil merupakan aset bagi pemerintah dalam membantu program-program penyediaan produk ternak bagi rakyat Indonesia.
Sejak lima tahun terakhir, IPB telah membangun beberapa SPR di sentra-sentra produksi ternak di Indonesia yang bekerjasama dengan pemerintah daerah, dengan jenis ternak antara lain sapi, kambing, dan ayam.
Program SPR merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak Indonesia dengan melakukan pelatihan dan diseminasi teknologi serta pembentukan kelembagaan peternak yang tujuan akhirnya adalah meningkatkan produksi daging nasional. Sampai hari ini sudah ada 29 SPR yang dikembangkan di 13 kabupaten di Indonesia.
Pada tahun ini, IPB mendapat kehormatan menjadi bagian dari Delegasi RI dalam acara 62nd International Atomic Energy Agency (IAEA) General Conference di Wina, Austria tanggal 17 – 21 September 2018. Delegasi RI dipimpin oleh Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan diikuti perwakilan dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), dan IPB.
Pada acara ini, IPB diwakili oleh Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Sistem Informasi, Prof.Dr.Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop, Tim SPR IPB Prof.Dr.Ir. Muladno, MSA dan Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM serta 2 (dua) orang peternak Juwanto (SPR Soko, Bojonegoro, Jawa Timur) dan Wagiman (SPR Musi Banyuasin, Sumatera Selatan).
Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Sistem Informasi, Prof.Dr.Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.Trop dalam Scientific Forum juga berkesempatan menyampaikan materi tentang pemanfaatan teknologi nuklir untuk produksi ternak yang sustainable sekaligus memitigasi dampak perubahan iklim.
Dalam paparannya, Prof. Dodik menyampaikan bahwa teknologi nuklir dapat digunakan pada proses seleksi dan perbaikan genetik, pengembangbiakan dan produksi ternak, dan meningkatkan kesehatan hewan ternak.
Seluruh aplikasi teknologi nuklir di peternakan dilakukan melalui proses non destruktif, tanpa menyakiti hewan ternak. Salah satu prioritas adalah aplikasi teknologi nuklir dalam meningkatkan kualitas pakan ternak.
Penggunaan teknologi nuklir dapat meningkatkan kualitas pakan ternak dengan mengoptimalkan kandungan mikroba yang baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ternak dan pada saat yang sama juga dapat mengurangi produksi gas metana, salah satu dari gas rumah kaca yang umumnya banyak dihasilkan dari peternakan, yang disebabkan oleh proses pencernaan yang kurang sempurna.
IAEA melihat Indonesia berpotensi untuk menjadi role model di bidang pertanian dan peternakan, terutama jika teknologi nuklir tersebut mampu diimplementasikan secara luas pada kelompok SPR maupun peternak kecil lainnya.
Penggunaan teknologi nuklir yang tepat dapat membantu peternak skala kecil di Indonesia maupun negara-negara berkembang lain untuk meningkatkan produksi ternak dan berpartisipasi aktif dalam mitigasi perubahan iklim. (drn)
Sekolah Peternakan Rakyat binaan IPB kini diakui dunia
Selasa, 25 September 2018 10:14 WIB
IAEA melihat Indonesia berpotensi untuk menjadi role model di bidang pertanian dan peternakan, terutama jika teknologi nuklir tersebut mampu diimplementasikan secara luas pada kelompok SPR maupun peternak kecil lainnya.