Kabupaten Bogor (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof Ricky Avenzora, menilai perkembangan pariwisata Indonesia selama tiga dekade terakhir masih tertinggal dibandingkan negara tetangga meski memiliki kekayaan mega-biodiversitas dan budaya yang melimpah.
Dalam pra-orasi ilmiah bertajuk Retrospeksi Akademis 35 Tahun Pembangunan Ekowisata di Indonesia, Prof Ricky menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi besar berupa ratusan gunung berapi, garis pantai panjang, satwa endemik seperti gajah, harimau, badak, serta ribuan spesies burung. Namun, potensi itu justru sering memunculkan konflik antara satwa liar dan manusia.
“Rekreasi dan pariwisata tidak boleh hanya dimaknai sebagai kebebasan perjalanan, tetapi harus diubah menjadi perjalanan berkesadaran ilahiah yang bermanfaat bagi semesta. Itulah ekowisata,” ujarnya di Kampus IPB University, Kamis.
Selain kekayaan alam, ia juga menyoroti aspek budaya Nusantara. Lebih dari 1.300 etnis, ratusan seni bela diri, permainan tradisional, hingga ribuan folklor, menurutnya belum tergarap secara optimal sebagai sumber daya pariwisata.
Ia menguraikan tiga masalah pokok pariwisata Indonesia, yakni devisa dan jumlah wisatawan yang masih kalah dibandingkan negara tetangga, kerusakan pada potensi alam dan budaya, serta distribusi manfaat pariwisata yang timpang.
“Kelompok menengah ke atas lebih banyak menikmati keuntungan, sementara masyarakat kecil hanya memperoleh recehan,” katanya.
Dalam bidang pendidikan, Prof Ricky menilai pengembangan pariwisata masih terlalu terjebak pada pola vokasional sehingga tidak menghasilkan kompetensi akademis yang komprehensif. Kondisi ini berdampak pada lemahnya perencanaan dan kinerja birokrasi.
Sebagai solusi, ia mendorong academic reengineering di bidang kepariwisataan, pergeseran paradigma pembangunan pariwisata yang lebih berpihak pada masyarakat lokal, serta penguatan sektor swasta sebagai inkubator bisnis komunal.
Ia juga menyoroti kebijakan pemerintah yang melakukan penyegelan dan pencabutan izin sejumlah lokasi wisata di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Langkah tersebut dinilainya sebagai tindakan berlebihan yang merugikan banyak pihak.
“Intinya tidak dilakukan dengan prosedur yang tepat. Hal itu sungguh tidak bijak dan merugikan signifikan. Praktik semacam ini harus segera dihentikan dan tidak boleh diulang,” tegasnya.
Prof Ricky menekankan bahwa hak usaha pengusaha wisata seharusnya dikembalikan serta difasilitasi pemerintah. Ia mencontohkan EIGER Adventure Land sebagai pengusaha yang konsisten mengembangkan ekowisata dan perlu didukung penuh.
“Indonesia hanya memiliki sedikit sekali pengusaha wisata menengah-atas yang konsisten. EIGER adalah salah satunya. Pola hentikan dan bongkar justru bentuk arogansi jabatan yang secara hukum tidak dibenarkan serta merugikan masyarakat luas dan negara,” pungkasnya.
Prof Ricky Avenzora soroti ketimpangan ekowisata dan kritik pola penyegelan objek wisata
Minggu, 21 September 2025 22:00 WIB
Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof Ricky Avenzora. (ANTARA/HO)
