Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menargetkan angka prevalensi stunting berada di bawah 10 persen pada tahun 2025 setelah sukses mencatat penurunan kasus dari 23,2 persen pada 2023 menjadi 18,4 persen hingga 2024.
"Alhamdulillah kita mendapat apresiasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam penilaian kinerja pelaksanaan delapan aksi konvergensi penurunan stunting secara virtual hari ini," kata Asisten Daerah Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Bekasi Sri Enny Mainiarti di Cikarang, Rabu.
Dia mengatakan penurunan angka prevalensi stunting ini merupakan hasil kerja kolaborasi antar organisasi perangkat daerah serta dukungan dari pihak instansi terkait lain seperti Baznas, pelaku industri, perguruan tinggi hingga masyarakat.
"Prinsipnya, rencana aksi dikerjakan bersama-sama oleh perangkat daerah Kabupaten Bekasi dibantu segenap lintas sektor lain. Semua berkolaborasi terjun ke lapangan, katanya.
Baca juga: Pemkab Bekasi gelar kegiatan "gempur" stunting di Kecamatan Serang Baru
Ia menjelaskan delapan aksi konvergensi yang dilakukan meliputi analisis situasi, penyusunan rencana kegiatan, rembuk stunting di tingkat kabupaten dan kecamatan hingga penetapan regulasi di daerah.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi melalui aplikasi e-PPGBM 2024, tercatat 3.948 anak mengalami stunting di wilayah itu. Sejumlah faktor menjadi pemicu muncul kasus baru, salah satunya adalah urbanisasi atau dari warga pendatang.
"Jadi yang terpenting bukan hanya menurunkan angka tetapi memastikan anak-anak penderita ini benar-benar terbebas dari stunting," ucapnya.
Plt. Kepala Bappeda Kabupaten Bekasi Ida Farida menambahkan pencegahan stunting harus dimulai sejak usia remaja, terutama remaja putri. Edukasi kesehatan, pemberian tablet tambah darah dan kesiapan sebelum menjadi ibu dilakukan melalui kolaborasi seluruh pihak terkait
Baca juga: Pemkab Bekasi genjot program perbaikan rumah tidak layak huni
Dirinya menyebut penanganan kasus tumbuh kembang anak di Kabupaten Bekasi dilakukan secara terintegrasi lintas sektor, mulai dari aspek kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup hingga ketahanan pangan.
"Tidak cukup hanya memberi makanan tambahan. Semua harus melihat dari hulu, termasuk sanitasi, lingkungan dan pola asuh," katanya.
Program penurunan angka kasus tumbuh kembang anak itu turut didukung oleh APBN, CSR perusahaan dan partisipasi aktif masyarakat. Sementara APBD berperan sebagai dana stimulus awal.
"APBD itu sifatnya stimulus, tidak bisa menyelesaikan semua. Semua stakeholder harus ambil peran," ucapnya.
Baca juga: Pemkab Bekasi kampanye pola makan B2SA kepada pelajar cegah stunting
Ida juga menyebut penting peran media massa dalam mengedukasi masyarakat mengenai gizi seimbang, sanitasi serta pemanfaatan pangan lokal. Salah satu contoh yang disampaikan adalah daun kelor yang mudah dibudidayakan dan kaya gizi.
Melalui kolaborasi lintas sektor, Pemkab Bekasi optimistis angka prevalensi kasus gizi buruk anak itu akan terus menurun meskipun tantangan seperti pertumbuhan penduduk dan urbanisasi tetap menjadi perhatian utama.
