Bogor (Antaranews Megapolitan) - Beberapa tahun lalu media masa dihiasi berita heboh seputar obesitas. Ditemukan seorang anak usia sekitar 10 tahunan bernama Arya Permana yang berat badannya mencapai 192 Kg.
Dengan kondisi berat badan sangat berlebih itu, pergerakan tubuh warga Desa Cipurwasari Karawang itu sangat terbatas. Ia hanya mampu bergerak 10 langkah, sehingga tidak bisa beraktivitas normal seperti anak-anak seusianya.
Kabar terakhir menyebutkan, kini bobot badan anak kelas V SD tersebut sudah susut 83 kg menjadi ‘hanya’ 109 kg. Sekarang dia sudah bisa bergerak lebih leluasa ketika bermain dengan teman-temannya.Hal itu terjadi setelah Arya menjalani operasi bariatrik di RS Omni Alam Sutera.
Operasi memperkecil lambung tersebut masih harus didukung dengan diet ketat. Antara lain Arya tidak diperbolehkan mengkonsumsi minuman manis terutama minuman dalam kemasan. Juga didorong untuk lebih banyak mengkonsumsi buah-buahan serta rajin berolahraga.
Kasus obesitas pada anak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi fenomena yang memprihatinkan. Badan kesehatan dunia WHO mencatat, jumlah anak penderita obesitas di Indonesia merupakan yang tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Diperhitungkan sekitar 12% anak di Indonesia mengalami obesitas. Jumlah tersebut mengalami lonjakan yang luar biasa, sebab pada awal tahun 2000-an anak obesitas di Indonesia diperhitungkan baru mencapai 2%.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) yang dilaksanakan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013 diketahui, penderita obesitas di Indonesia tidak mengenal kelompok sosial tertentu. Lonjakan jumlah kasus anak obesitas terjadi di semua kelas sosial.
Di kelas sosial tergolong masyarakat berpenghasilan tinggi jumlahnya mencapai 15%. Sedangkan di kelompok masyarakat berepenghasilan rendah mencapai 12%.Sementara itu di Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor mencatat adanya kecenderungan menurunnya jumlah anak obesitas dalam tiga tahun terakhir.
Pada tahun 2015 dari 8.046 anak yang ditimbang, ditemukan 1.708 anak yang tergolong gemuk (2,12%). Tahun 2016, dari anak yang ditimbang sebanyak 89.097 terdapat 1.834 anak gemuk (2,06). Sedangkan pada tahun 2017, dari jumlah anak yang ditimbang sebanyak 84.210, yang tergolong gemuk sebanyak 1.416 anak (1,68%).
Penurunan tersebut merupakan hasil dari berbagai upaya yang terus dilakukan Dinas Kesehatan Kota Bogor untuk mengurangi jumlah anak yang cenderung obesitas. Terutama kegiatan bimbingan, penyuluhan dan konsultasi yang disediakan bagi warga masyarakat.
“Kami upayakan seluruh kegiatan itu dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stake holder,” ungkap Ida Jubaedah SKM, Msi, Kepala Seksi Pembinaan dan Pelayanan Gizi, Dinas Kesehatan Kota Bogor.
Seluruh kegiatan itu berlangsung di sekolah-sekolah serta di Posyandu. Melibatkan tenaga kesehatan, kader PKK dan Posyandu serta kalangan akademisi terutama dari Institut Pertanian Bogor.
Namun demikian kecenderungan menurunnya jumlah anak-anak yang tergolong gemuk, tetap harus diwaspadai. Sebab menurut Ida pada diri anak-anak yang tergolong gemuk terdapat ancaman munculnya berbagai penyakit degeneratif. Diantaranya seperti hipertensi, kolesterol tinggi, gula darah tinggi dan stroke.
Tidak heran jika saat ini banyak ditemukan remaja belasan tahun yang sudah terkena hipertensi. Bisa jadi mereka adalah remaja yang tumbuh dari balita yang tergolong gemuk. Banyaknya remaja yang sudah mengalami hipertensi mendorong pemerintah menyediakan posyandu remaja, untuk melayani para remaja dalam memantau perkembangan kondisi kesehatannya masing-masing.
Jika mengacu pada kasus yang dialami Arya dan berbagai ancaman kesehatan yang muncul di masa remaja maka cara pandang masyarakat terhadap anak gemuk perlu diubah. Tubuh anak yang gemuk ternyata tidak lagi menggemaskan tetapi justru dapat menimbulkan kecemasan. Para orangtua perlu mewaspadai pertumbuhan berat badan anak, dan harus dicegah sedini mungkin agar anak tidak mengalami overweight.
Begitupun cara pandang terhadap bayi yang baru lahir. Jangan dulu terlalu cepat gembira jika bayi yang baru dilahirkan beratnya mencapai lebih dari 4 Kg. Sebab normalnya bayi yang baru lahir beratnya berkisar diantara 2,5 Kg sampai di bawah 4 Kg.
Dari sudut pandang kesehatan gizi, kasus anak dengan berat badan kurang dan berat badan berlebih, sama-sama mencemaskan. Perlu ada tindakan pencegahan, agar kesehatan tubuh anak secara keseluruhan tidak terganggu. Dengan kata lain kasus kurang gizi dan kasus kelebihan gizi pada anak-anak sama-sama berbahaya. Oleh karena itu keseimbangan gizi pada anak-anak menjadi lebih penting diperhatikan.
Gizi seimbang pada anak-anak dapat diusahakan. Antara lain dengan mendorong anak-anak lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran. Ida mengingatkan para orangtua supaya lebih mengontol asupan makanan yang dikonsumsi anak-anak. Hindari konsumsi berlebih pada jenis makan instan, makanan berpengawet dan makanan yang menggunakan bahan pewarna.
“Lebih baik pesta kebun,” katanya. Maksudnya ajaklah anak-anak lebih memperbanyak mengkonsumsi buah dan sayuran.
Selain itu perhatikan aktivitas fisik anak-anak dan seimbangkan dengan banyaknya makanan yang dikonsumsi.
“Perhatikan keseimbangan antara asupan makanan yang dikonsumsi dengan aktivitas mereka,” lanjut Ida.
Jika anak-anak kurang banyak bergerak maka sebaiknya kurangi konsumsi mereka terhadap makanan yang dapat mempercepat tumpukan lemak dalam tubuhnya. Intinya, cegah jangan sampai anak mengalami kelebihan bobot badan di usianya yang masih sangat muda. (Advertorial)
Anak gemuk tak lagi menggemaskan
Senin, 21 Mei 2018 14:38 WIB
Perhatikan keseimbangan antara asupan makanan yang dikonsumsi dengan aktivitas mereka.