Jakarta (ANTARA) - Surat Berharga Negara (SBN) merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah untuk membiayai defisit anggaran dan mendukung pembiayaan pembangunan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, penerbitan SBN meningkat sebagai strategi utama pemerintah dalam mengelola likuiditas pasar dan menjaga stabilitas ekonomi.
Di tengah tantangan global, seperti inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan, ekspansi likuiditas melalui SBN menjadi instrumen yang penting dalam strategi kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia.
Penerbitan SBN di Indonesia meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2025, pemerintah merencanakan penerbitan SBN senilai Rp642,56 triliun untuk membiayai defisit APBN. Langkah ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan dana bagi proyek infrastruktur dan kebutuhan fiskal lainnya.
BI telah mengalokasikan lebih dari Rp150 triliun untuk pembelian SBN guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menahan tekanan inflasi. Langkah ini menunjukkan koordinasi erat antara kebijakan moneter dan fiskal guna memastikan keseimbangan antara ekspansi likuiditas dan stabilitas harga.
Realisasi pembelian yang telah dilakukan BI adalah sejumlah Rp70,74 triliun hingga 18 Maret 2025.
Beberapa negara telah menerapkan strategi ekspansi likuiditas melalui instrumen surat utang.
Amerika Serikat melalui Federal Reserve menerapkan kebijakan Quantitative Easing (QE) selama krisis keuangan 2008 dan pandemi COVID-19.
Jepang melalui Bank of Japan menerapkan kebijakan suku bunga negatif dan membeli obligasi pemerintah secara besar-besaran untuk mengatasi stagnasi ekonomi.
Sementara itu negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa melalui European Central Bank (ECB) menggunakan kebijakan pembelian obligasi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara zona euro yang mengalami tekanan akibat krisis utang.
Dari pengalaman negara-negara tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa ekspansi likuiditas melalui surat utang harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan tekanan terhadap sektor keuangan dan daya beli masyarakat.
Beberapa rekomendasi strategis bagi Indonesia dalam mengelola ekspansi likuiditas melalui SBN adalah:
Memperkuat koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal dengan memperkuat koordinasi yang lebih erat antara BI dan Kementerian Keuangan diperlukan agar penerbitan SBN tidak menimbulkan tekanan terhadap likuiditas perbankan.
Optimalisasi sumber pendanaan domestik melalui peningkatan partisipasi investor domestik dalam pasar obligasi guna mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan luar negeri.
Pengelolaan risiko utang yang lebih prudent dengan memastikan bahwa rasio utang terhadap PDB tetap dalam batas yang aman agar tidak menimbulkan tekanan terhadap anggaran negara di masa depan.
* Dr M Lucky Akbar SSos MSi adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Baca juga: BEI catat transaksi pasar alternatif Rp246,1 triliun pada 2024