Jakarta (ANTARA) - Waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi, saat Karen (4), Rayen (7), Vino (6), dan Anton (7) bersama-sama belajar di lantai dua Rumah Kita, Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) di kawasan Percetakan Negara, Jakarta Pusat.
Sesekali terdengar gelak tawa dan keriuhan anak-anak yang saling berebutan krayon di tengah proses belajar mengajar di tempat ini.
Keempat anak ini merupakan anak-anak yang tengah berjuang melawan kanker yang mereka derita.
Mereka sama dengan anak-anak normal lainnya yang juga memiliki sisi kekanakan, lucu, cengeng, egois, dan menggemaskan.
Sofia (24), salah satu guru di Sekolah-ku YKAKI, telah mengajar selama dua tahun untuk anak-anak penderita kanker yang tinggal di Rumah Kita.
Sofia menceritakan sebagai guru di Sekolah-ku, dia harus mampu mengajar pada berbagai jenjang pendidikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA.
"Kita harus bisa menguasai semuanya, dan menyesuaikan kemampuan anak," kata Sofia.
Selain mengajar di Rumah Kita, Sofia juga mengajar di rumah sakit yang menjadi rekanan YKAKI.
Saat di rumah sakit, kegiatan belajar mengajar dilakukan di bangsal-bangsal perawatan.
Butuh kesabaran tinggi saat mengajar anak-anak penderita kanker karena mereka cenderung mudah lupa dan merasa lelah, sehingga memerlukan banyak jeda untuk beristirahat.
"Kita harus mengulang-ulang (materi) terus jadi kita harus sabar," kata Sarjana Pendidikan Bahasa Arab Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) ini.
Pembelajaran dilakukan dari Senin hingga Jumat mulai pukul 9 hingga pukul 16 WIB, menyesuaikan jadwal kemoterapi dan pengobatan anak.
Di Sekolah-ku, ada sembilan guru. Mereka setiap pekannya mendapat giliran untuk mengajar di Rumah Kita maupun di beberapa rumah sakit.
Rumah singgah pasien kanker anak
YKAKI didirikan oleh Ira Soelistyo dan Aniza Mardi Santosa, berawal dari anak Ira yang mengidap kanker dan harus berobat ke Belanda dan tinggal di rumah singgah.
Perjuangan Ira mendampingi anaknya berobat menginspirasi dirinya dan sahabatnya, Aniza Mardi Santosa, untuk mendirikan rumah singgah bagi anak-anak penderita kanker di Tanah Air, sehingga pada 1 November 2006, dibentuklah YKAKI.
Di rumah singgah YKAKI yang dinamai Rumah Kita, para pasien kanker yang berusia anak diperbolehkan tinggal bersama pendampingnya, baik ayah, ibu, atau keduanya.
Mereka berkesempatan tinggal di Rumah Kita hingga anak dinyatakan dapat berobat secara berkala. Waktunya tidak terbatas, karena pengobatan kanker membutuhkan waktu yang panjang.
Aniza Mardi Santosa atau yang karib disapa Ibu Icha hanya mengutip Rp5 ribu per hari untuk satu keluarga pasien, itu pun bila keluarga tersebut mampu membayarnya.
Di Rumah Kita, tidak ada asisten rumah tangga, sehingga keluarga pasien-lah yang menjaga dan memelihara rumah tersebut secara bergantian.
Bu Icha meminta para keluarga pasien untuk menganggap Rumah Kita sebagai rumah kedua.

YKAKI Jakarta memiliki 50 tempat tidur yang diperuntukkan untuk pasien anak dan pendamping.
Selain menyediakan penginapan, YKAKI juga menyediakan makanan, susu, popok bayi, hingga fasilitas pendidikan, yakni Sekolah-ku.
Berbagai fasilitas ini disediakan agar para orang tua dapat fokus mendampingi anak mereka selama pengobatan kanker.
Baca juga: Bupati Bogor terjunkan tim medis bantu anak pengidap leukimia
Baca juga: Kemenkes bakal deteksi lima jenis kanker pada Cek Kesehatan Gratis