Bogor (Antara Megapolitan) - Ikan badut Amphiprion ocellaris merupakan spesies ikan hias ekspor yang banyak diminati, namun faktanya 90% ikan hias air laut yang dihasilkan berasal dari penangkapan di alam.
Hal ini terjadi karena para eksportir menganggap akan lebih murah mengambil langsung di alam dibandingkan dengan dibudidaya terlebih dahulu. Padahal budidaya ikan badut sudah mulai dikembangkan.
Kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan badut diantaranya stok induk betina yang terbatas. Terbatasnya stok betina disebabkan oleh sifat monogami ikan badut.
Selain itu, keterbatasan stok induk betina juga disebabkan oleh adanya hirarki sosial pada ikan badut, yaitu ikan yang paling dominan yang akan bereproduksi.
Kondisi inilah yang membuat peneliti dari Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian tentang feminisasi ikan badut menggunakan hormon 17β-Estradiol dan 17α-Metiltestosteron.
Penelitian ini dilakukan oleh Prawita Anggeni, Muhammad Zairin Jr, Ligaya Ita Tumbelaka dan Dinar Tri Soelistyowati.
Dinar mengatakan, diantara ikan-ikan yang berganti kelamin, ikan badut (genus Amphiprion) merupakan salah satu ikan yang unik. Mulai dari kontrol sosialnya hingga perubahan seksual dengan sistem monogami.
Ikan badut hidup bersimbiosis dengan anemon laut. Pada kelompok ikan badut, ikan betina adalah ikan yang terbesar dan yang paling dominan pada kelompok tersebut.
Ikan ranking dua (ikan yang besar kedua) akan menjadi jantan fungsional, dan sisanya akan menjadi individu yang tidak berkembang biak.
Jika induk betina mati atau hilang dari kelompok tersebut, maka induk jantan akan berubah kelamin menjadi betina, dan individu yang paling besar diantara ikan nonbreeder akan berganti kelamin menjadi jantan fungsional.
"Penentuan jenis kelamin pada ikan didasari oleh kontrol genetik, namun bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu langkah pengarahan kelamin dari jantan menjadi betina (feminisasi) pada ikan adalah dengan pemberian hormon 17ß-estradiol (estrogen) yang sangat efektif dalam proses feminisasi," ujarnya.
Ia menambahkan, penelitian ini dilakukan dengan memelihara ikan badut sebanyak dua ekor per akuarium. Kemudian dilakukan feminisasi dengan induksi hormon 17β-Estradiol dan 17α-Metiltestosteron melalui pakan dan disuntik (setiap 3 minggu sekali) dengan dosis yang telah ditentukan selama 90 hari pemeliharaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian hormon 17α-Metiltestosteron 4 mg/kg dan 17β-Estradiol 0.2, 0.3, 0.4 mg/kg dapat menghasilkan seekor betina dan satu ekor jantan.
"Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa jumlah individu betina yang dihasilkan dalam kelompok ikan badut lebih dipengaruhi oleh hirarki sosial dibandingkan dengan stimulasi hormon," katanya.
IPB Teliti Cara Membuat Ikan Badut Betina
Jumat, 13 Oktober 2017 18:41 WIB
Penentuan jenis kelamin pada ikan didasari oleh kontrol genetik, namun bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu langkah pengarahan kelamin dari jantan menjadi betina (feminisasi) pada ikan adalah dengan pemberian hormon 17ß-estradiol (estro