"Pendekatan RIL-C melalui perencanaan hutan yang lebih baik untuk mengurangi dampak kerusakan," kata Manajer Program Pengelolaan Perhutanan Lestari YKAN Delon Martinus di Jakarta, Kamis.
Delon menuturkan implementasi RIL-C mampu menyumbang signifikan terhadap target penurunan emisi kepada NDC dan FOLU Net Sink 2030 di Indonesia.
Baca juga: KLHK ajak pemda dukung pengurangan emisi
Melalui pengelolaan hutan yang tepat dari awal perencanaan, kata dia, maka pohon-pohon yang tumbuh pada hutan produksi tidak lagi ditebang secara sembarangan, tapi selektif dengan memilih pohon besar saja.
Di Indonesia, kata Delon, jumlah konsesi hutan yang aktif terdaftar sekitar 200 Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dimana mereka berhak mengelola hutan sekitar 1.000 sampai 1.500 hektare per tahun.
Ia mengatakan hutan produksi itu diambil kayunya dan setiap 100 hektare ada 50-80 pohon yang memiliki diameter lebih dari 50 sentimeter. Namun, lanjutnya, perusahaan tidak survei terlebih dulu dimana letak pohon-pohon besar tersebut, tetapi langsung dikirim buldozer.
Baca juga: Pemerintah perlu Rp204 triliun untuk penerunan emisi hingga 2030
"Makanya hutan banyak habis karena tidak ada perencanaan. Contoh dengan RIL-C ini, kami mengonsep sebuah pengelolaan yang harus proper dari awal perencanaan," kata Delon. Untuk itu YKAN bekerja sama dengan pemerintah dan konsesi hehutanan untuk mengujicobakan RIL-C.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) menyatakan dukungannya terhadap implementasi RIL-C yang telah diintegrasi ke dalam program Dinas Kehutanan setempat. YKAN bersama Dinas Kehutanan Kaltim telah melakukan pelatihan RIL-C yang diikuti oleh 10 perusahaan HPH dan 20 kesatuan pengelolaan hutan.
Senior Advisor for Terrestrial Policy YKAN Wahjudi Wardojo menjelaskan alasan YKAN fokus ke hutan produksi karena mereka percaya bahwa hutan alam memiliki keanekaragaman hayati yang lebih baik ketimbang hutan alam.
Baca juga: Selain menanam pohon, memilah sampah juga bisa kurangi emisi karbon
Menurutnya, jika hutan produksi ditebang secara sembarangan tanpa melihat nilai-nilai biodiversitas, maka keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia akan turun.
"Oleh karena itu kami melakukan pendekatan dengan RIL dan RIL-C. Melalui RIL-C harapannya akan ada satu kompensasi dari nilai-nilai benefit carbon," kata Wahjudi.
"Kami sangat konsen karena hutan produksi jutaan hektare tidak dipertimbangkan biodiversitasnya, maka Indonesia akan rugi. Life supporting system ada di hutan alam," imbuhnya.