Bogor, (Antaranews Bogor) - Pakar gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB Prof Ahmad Sulaeman mengatakan semakin beragam makanan yang dikonsumsi melalui diversifikasi pangan semakin tercukupi kebutuhan zat gizi dalam tubuh manusia.
"Satu bahan pangan tidak menentukan terpenuhinya zat gisi kita karena tidak ada satupun jenis pangan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi manusia secara lengkap, sehingga mengkonsumsi satu jenis pangan saja tidak cukup," kata Prof Ahamd Sulaeman, dalam siaran persnya di Bogor, Jumat.
Ia menjelaskan kebanyakan masyarakat hingga kini beranggapan bahwa diversifikasi pangan adalah pengalihan pola makan yang tadinya mengkonsumsi makanan pokok beras menjadi non beras.
"Padahal lanjut dia arti dari diversifikasi pangan adalah penganekaragaman pangan yang dikonsumsi," katanya.
Menurutnya dalam satu minggu disarankan masyarakat tidak harus mengkonsumsi nasi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Karena kebutuhan (CH2O)n atau karbohidrat harian dapat ditemui dari sumber makanan lain selain beras seperti jagung, singkong, sagu, sorgun dan lain-lainnya.
"Semakin banyak mengkonsumsi makanan beragam semakin bagus zat gizinya," kata dia.
Selanjutnya ia menjelaskan ketika beras sebagai sumber karbohidrat diganti dengan singkong maka yang tadinya untuk pemenuhan kebutuhan protein cukup dengan satu potong ikan menjadi tidak sesuai lagi, sehingga harus diubah porsinya.
Lain halnya jika mengkonsumsi sagu, bagi masyarakat Papua, hal seperti ini tidak menjadi masalah karena produksi ikan di wilayah tersebut sangat melimpah.
"Namun pola ini menjadi tidak sesuai jika dikonsumsi di daerah lain yang produksi ikannya kurang karena kebutuhan proteinnya sulit dipenuhi," katanya.
Dikatakannya tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia tertinggi di dunia sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kita saat ini masih tergantung dengan impor dari negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.
Menurutnya ada baiknya konsumsi beras yang cukup tinggi tersebut dapat dikurangan. Hanya saja supaya masyarakat tidak beralih ke terigu dalam bentuk mie instan yang juga merupakan produk impor maka pangan lokal Indonesia seperti jagung, singkong, sagu dan sorgun ditingkatkan.
"Ini memerlukan sentuhan teknologi dan dukungan industri sehingga menarik minat masyarakat untuk mau mengkonsumsinya," kata dia.
Tidak hanya itu, lanjutnya sangat penting juga untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur sehingga terhindar dari resiko terkena penyakit seperti jantung koroner, diabetes, serta berbagai penyakit turunan lainnya.
"Kampanye supaya masyarakat dapat mengkonsumsi makanan yang lebih bergizi, lebih sehat, aman dan ramah lingkungan harus terus dilakukan," katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan sayur dan mayur keluarga dan masyarakat akan lebih baik jika bisa memanfaatkan lahan sekitar rumah dengan menanam sayur-sayuran, sehingga tidak perlu lahan yang luas untuk menanamnya.
"Sistem vertikultur bisa diterapkan, bahkan di atas rumah yang di-dak pun dengan dilapisi tanah, sayuran dapat tumbuh dengan baik," kata Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia itu.
Prof Ahmad menambahkan menerapkan program diversifikasi pangan dapat dimulai pada anak-anak, dengan mengajarkan makan bukan berarti harus nasi, tetapi makan sesuai dengan konsumsi makanan bergizi, beragam dan berimbang.
"Dengan demikian dapat menghapus anggapan yang selama ini berkembang di tengah masyarakat bahwa makan itu ya nasi, belum makan jika belum makan nasi," katanya.
Pakar gizi IPB ini juga menyampaikan jika masyarakat ingin mencoba alternatif karbohidrat selain nasi, beberapa pilihan pangan sumber karbohidrat yang bisa dinikmati kelezatan dan kekhasannya yakni
Jagung memiliki rasa manis, membuat banyak orang menyukainya. Jagung memiliki kandungan asam folat dan serat yang baik bagi tubuh. Dengan cara praktis, jagung dapat dimakan dengan direbus atau dibakar.
"Pada daerah tertentu jagung dibuat menjadi nasi jagung. IPB telah menemukan inovasi beras analog yakni beras non padi pertama yang terbuat dari jagung dengan campuran karbohidrat lainnya," kata dia.
Sagu dikenal masyarakat Indonesia timur diolah menjadi bentuk seperti bubur yang lengket yang disebut Papeda, biasa disantap dengan ikan kuah kuning yang cukup lezat. Papeda dapat disajikan sebagai upaya diversifikasi pangan.
Singkong menjadi salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia, akar tanaman ini dapat menjadi makanan yang mengeyangkan, biasa disajikan diolah menjadi tiwul, digoreng atau direbus.
Selanjutnya ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat yang biasa ditemukan adalah ubi putih, ungu, dan oranye. Ubi oranye mengadung beta karoten yang akan menjadi vitamin A, sedangkan ubi ungu memiliki warna yang cantik dapat digunakan sebagai pewarna alami.
"Ada beberapa cara memasak ubi, bisa digoreng, dikukus, atau dibuat kue," katanya.
Kentang juga mengandung karbohidrat dengan kalori yang lebih rendah sehingga bisa digunakan sebagai program diet. Cara pengolahannya dapat dilakukan dengan dibakar, direbus atau digoreng.
"Kentang biasa disajikan bersama daging steak, atau makanan lainnya juga bisa dipadupadankan dengan sayuran atau lauk pendamping," katanya.
Pakar : Diversifikasi Pangan Untuk Kecukupan Gizi
Sabtu, 21 Februari 2015 11:29 WIB
Diversifikasi pangan adalah penganekaragaman pangan yang dikonsumsi,"