Jakarta (ANTARA) - Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf tepat berusia 100 hari pada tanggal 28 Januari 2020 lalu. Sejumlah gebrakan telah dibuat oleh para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk menandai berjalannya 100 hari pemerintahan tersebut. Namun sayangnya, sejumlah gebrakan atau kebijakan yang dibuat para menteri tersebut tidak diapresiasi maksimal, bahkan cenderung dikritik keras oleh publik.
Padahal jika kita mau lebih jernih melihat permasalahan, sejumlah kebijakan yang dibuat tersebut, baik oleh Presiden Jokowi sendiri maupun oleh para menterinya, tidak ujug-ujug muncul tanpa permasalahan. Tengok misalnya dalam bidang politik, Presiden Jokowi melantik 7 orang Staf Khusus Presiden dari kalangan milenial. Hal ini dilakukan untuk menjembatani aspirasi dari kalangan milenial dan kaum muda terhadap pemangku kebijakan yang mayoritas didominasi generasi baby boomer.
Pada bidang hukum, usulan Presiden Jokowi merevisi UU KPK mendapat penolakan publik terutama oleh para aktivis antikorupsi. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa revisi UU KPK tersebut akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Padahal, terdapat permasalahan yang lebih krusial yaitu over power KPK terhadap instansi lain dan indikasi radikalisme dalam tubuh KPK yang membutuhkan penanganan khusus.
Pada bidang ekonomi, upaya Presiden Jokowi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dimulai dari inisiasi Pemerintah terhadap RUU Cipta Kerja yang didesain untuk membuka keran investasi seluas-luasnya kepada pengusaha lokal maupun asing. Hal ini didasarkan perkembangan situasi perekonomian global yang pada akhir 2019 lalu mengalami pelemahan, yang diperparah dengan mewabahnya Virus Corona di China. Selain itu, keberadaan RUU Cipta Kerja juga diakibatkan defisit neraca perdagangan Indonesia yang terjadi beberapa tahun terakhir.
Pada bidang birokrasi, Presiden Jokowi telah menginstruksikan kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk memangkas eselon III dan IV. Hal ini didasarkan permasalahan terlalu berbelitnya birokrasi pemerintahan sehingga menyulitkan rakyat dan membuat para pengusaha asing enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, gebrakan terpenting lainnya dibuat oleh Menteri BUMN Erick Thohir yang merombak direksi dan komisaris di 14 perusahaan BUMN. Hal ini harus dilakukan Menteri Erick karena sejumlah perusahaan plat merah tersebut terindikasi bermasalah. Padahal, BUMN adalah salah satu ujung tombak penting dari perekonomian negara.
Pada bidang pendidikan, salah satu gebrakan terpenting yang dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim adalah dengan menghapuskan ujian nasional. Meskipun baru akan berlaku pada tahun 2021, namun upaya Menteri Nadiem tersebut menandakan besarnya kepedulian Pemerintah terhadap sektor pendidikan sebagai salah satu tonggak penting dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia di masa mendatang.
Untuk mengatasi radikalisme, Menteri Agama Fachrul Razi membuat sejumlah gebrakan yang memicu polemik dan kontroversi di masyarakat. Hal ini misalnya, berupaya membatasi penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah, melakukan sertifikasi penceramah, mengharuskan pendaftaran Majelis Taklim di Kantor Kementerian Agama, dan merombak buku pelajaran Agama Islam. Sejumlah kebijakan ini menjadi kontroversi dan polemik karena bersinggungan langsung dengan umat Islam sebagai umat beragama mayoritas di Indonesia. Namun, lagi-lagi jika kita mau jernih melihat pangkal persoalan dari berbagai kebijakan tersebut, yaitu intensnya infiltrasi ideologi radikal di kalangan pemerintahan dan umat Islam, maka kebijakan Menteri Agama tersebut menjadi wajar dan harus dilakukan.
Satu hal yang harus dipahami adalah bahwa sejumlah kebijakan dan gebrakan yang dibuat para Menteri Jokowi memang tidak langsung dirasakan dampaknya saat ini. Salah satu kebijakan yang mungkin tercepat dirasakan manfaatnya adalah pemangkasan eselon III dan IV karena kebijakan tersebut memaksa kementerian dan lembaga yang bergerak di bidang pelayanan masyarakat untuk segera melakukan digitalisasi pelayanan. Kebijakan lainnya yang selanjutnya dirasakan adalah penghapusan ujian nasional yang akan berlaku pada tahun 2021. Sementara itu, kebijakan Menteri Agama Fachrul Razi bersifat jangka panjang karena mengatasi radikalisme amatlah tidak mudah.
Pada titik ini, dukungan masyarakat terhadap kebijakan Pemerintah amatlah diperlukan terutama bagi kebijakan strategis yang bersifat jangka panjang. Hal ini dikarenakan dukungan masyarakat akan memuluskan pelaksanaan kebijakan sehingga dampak kebijakan tersebut sendiri akan langsung terasa oleh masyarakat. Selain itu, dukungan masyarakat terhadap kebijakan Pemerintah juga akan menimbulkan imej positif Indonesia terhadap dunia internasional sehingga Indonesia akan semakin disegani oleh negara-negara lainnya. (45/*).
*) Penulis adalah, Pemerhati Masalah Sosial Politik.
Energi Positif 100 Hari Pemerintahan Jokowi Jilid Kedua
Kamis, 27 Februari 2020 14:53 WIB
Dukungan masyarakat terhadap kebijakan Pemerintah juga akan menimbulkan imej positif Indonesia terhadap dunia internasional sehingga Indonesia akan semakin disegani oleh negara-negara lainnya.