Sukabumi (Antaranews Bogor) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Pertanian bekerja sama dalam mengembangkan tanaman kemiri sunan sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan memanfaatkan lahan bekas tambang.
"Kerja sama ini sebagai upaya diversifikasi bahan baku biofuel dalam mendukung percepatan pengembangan BBN, khususnya program mandatori BBN," ujar Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo dalam pertemuan lapangan pemanfaatan kemiri sunan sebagai BBN di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegaran, Kementerian Pertanian, Parung Kuda, Sukabumi, Sabtu.
Wamen ESDM menyebutkan, kemiri sunan sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dibudidayakan di lahan bekas tambang.
Dikatakannya, memanfaatkan lahan bekas tambang sebagai tempat budidaya kemiri sunan sekaligus untuk reklamasi dan konservasi bekas tambang yang akan menghasilkan biodiesel dengan bahan baku yang tidak berkompetisi dengan pangan.
"Pengembangan kemiri sunan di lahan bekas tambang ini bentuk keseriusan pemerintah dalam mengurangi impor BBM," kata Susilo.
Susilo menyebutkan, mengurangi ketergantungan impor BBM dapat ditolong dari produksi biodiesel. Saat ini produksi biodisel baru sekitar 100.000 barel per hari.
Wamen ESDM mengatakan, defisit perdagangan Indonesia saat ini sebesar 10 miliar USD atau sekitar Rp100 triliun.
Defisit belanja tersebut berasal dari impor BBM, dimana setiap tahunnya membutuhkan 350.000 barel minyak mentah impor untuk menutupi kebutuhan sebesar 1 juta barel, sementara produksi maksimum pertamina hanyar 860.000 barel per tahunnya.
Jumlah tersebut diperkirakan naik setiap tahunnya seiring bertambahnya jumlah penduduk yang membutuhkan energi yang diperkirakan meningkat sebesar 8 persen setiap tahunnya, artinya dengan adannya peningkatan kebutuhan energi mendorong meningkatnya kebutuhan minyak sementara produksi dalam negeri masih minim sehingga dibutuhkan penambahan impor.
Tingginya impor BBM tersebut, lanjut Susilo, perlu ditekan untuk menyelamatkan defisit perdagangan Indonesia salah satunya dengan meningkatkan produksi biodiesel sebagai subtitusi pengganti solar.
"Dengan memanfaatkan biodiesel kita bisa menghemat anggaran dari impor BBM," ujar Wakil Menteri ESDM.
Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan menyebutkan, siap mengawal program kerja sama pengembangan kemiri sunan sebagai biodiesel.
Hal ini lanjut dia, belajar dari pengelolaan Jarak Pagar yang pernah gagal. Ia optimis kemiri sunan berpotensi untuk mendukung peningkatan produk biodisel.
"Pengembangan kemiri sunan di daerah tambang salah satu solusi dalam meningkatkan produksi biodisel kita. Jika produksi biodiesel meningkat ini bisa memperbaiki neraca perdagangan kita," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian Haryono mengatakan, kemiri sunan memiliki kelebihan dari tanaman penghasil biodisel lainnya.
Dari sisi produktivitas minyak, kemiri sunan lebih baik dari tanaman penghasil minya nabati lain, seperti sawit, jarak pagar atau nyamplung.
Keuntungan lainnya, kemiri sunan sudah bisa berbuah sejak umur 4 tahun dan mulai mencapai puncak berbuah pada umur 8 tahun.
"Produktivitas biji bisa berkisar 50 hingga 300 kg/ph per tahun dengan rendemen minyak kasar sekitar 52 persen dan kernel dan rendemen biodisel mencapai 88 persen dari minyak kasar, sementara sisanya berupa gliserol," ujarnya.
Haryono menambahkan, keuntungan lain dari kemiri sunan adalah mudah tumbuh dan ditanam di wilayah atau daerah manapun termasuk daerah tambang.
"Saat ini sudah dilakukan percontohan penanaman kemiri sunan di lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung. Ini sudah berjalan dua tahun, sejauh tanaman dapat tumbuh dengan baik, dan masih kita tunggu biodiesel yang dihasilkan apa sama bagus dengan yang ditanam dilahan produksi," ujarnya.
Kementerian ESDM kembangkan kemiri sunan di daerah pertambangan
Sabtu, 14 Desember 2013 20:40 WIB
"Pengembangan kemiri sunan di daerah tambang salah satu solusi dalam meningkatkan produksi biodisel kita. Jika produksi biodiesel meningkat ini bisa memperbaiki neraca perdagangan kita,"