Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menerapkan kebijakan kemasan bungkus rokok dengan tampilan polos terstandar, namun bagi sementara pihak hal itu menyebabkan peredaran rokok ilegal.
Peredaran rokok ilegal dewasa ini kian menjadi-jadi dan merugikan pendapatan negara dari sektor pajak cukai.
Indodata Research Center mengungkapkan, peredaran rokok ilegal sepanjang 2024 terdiri atas rokok polos atau tanpa pita cukai, rokok palsu, salah peruntukan (saltuk) rokok bekas dan salah personalisasi mengakibatkan potensi kerugian negara diperkirakan Rp97,81 triliun.
Menurut Direktur Eksekutif Indodata Research Center Danis Saputra Wahidin, rokok ilegal yang beredar tersebut terbesar berupa polos atau tanpa pita cukai 95,44 persen, disusul rokok palsu 1,95 persen, saltuk 1,13 persen, bekas 0,51 persen, dan salson 0,37 persen.
Data dari 2021 hingga 2024, menunjukkan bahwa angka konsumsi rokok ilegal mengalami tren kenaikan yang cukup signifikan.
Baca juga: Biaya untuk penyakit akibat rokok lebih tinggi dari penerimaan pajak iklan rokok
"Hasil kajian memperlihatkan bahwa rokok ilegal peredarannya itu semakin meningkat dari 28 persen menjadi 30 persen dan kita menemukan angka di 46 persen di 2024. Maraknya rokok ilegal terutama rokok polos yang dominan ini diperkirakan kerugian negara Rp 97,81 triliun," kata Danis dalam keterangannya.
Menurut dia, tren perokok mengalami shifting atau beralih dari mengkonsumsi rokok legal ke ilegal. Perokok tidak lagi merokok yang mahal tetapi berubah mengkonsumsi rokok-rokok yang murah karena ternyata peningkatan nilai atau harga cukai tidak efektif untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Kenaikan jumlah rokok ilegal, lanjutnya, disebabkan perubahan konsumsi rokok dari golongan I, golongan II dan golongan III menuju rokok ilegal yang lebih murah yang mengikuti selera pasar berupa polos, palsu, saltuk, bekas, dan salson.
“Jumlah konsumsi jenis hasil tembakau diperkirakan tidak jauh berbeda dari hasil Susenas dan survei UGM Yogyakarta, dimana konsumsi sigaret kretek mesin (SKM) lebih banyak dikonsumsi baik oleh konsumen rokok legal maupun ilegal, diikuti dengan sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT),” ujarnya.
Danis menyatakan, Presiden Prabowo Subianto diharapkan dapat memberikan arahan pada jajaran Kementerian/Lembaga terkait untuk merumuskan kebijakan rokok perlu didukung oleh kajian yang objektif, komprehensif, dan inklusif, dengan dukungan data yang sahih, lengkap, dan transparan, sebagai basis penting perumusan dan implementasi kebijakan yang tepat dan akurat, sehingga kinerja kebijakan dapat lebih efektif dan efisien.
Baca juga: Kemenkes sebut rokok elektronik bukan alternatif untuk berhenti merokok konvensional
“Perlu dibarengi pengawasan dan penegakan hukum extra ordinary yang lebih intensif atas peredaran rokok ilegal, sebagai salah satu upaya strategis dalam mendukung optimalisasi pendapatan negara dan melindungi pabrikan legal di tanah air,” katanya.
Industri hasil tembakau (IHT), tambahnya, merupakan industri yang melibatkan banyak pemangku kepentingan (petani tembakau, petani cengkeh, buruh, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu, perlu melibatkan pemangku kepentingan yang luas dalam merumuskan kebijakan tarif cukai dan HJE menjadi sebuah keharusan agar dapat memperoleh perspektif seluas mungkin sebagai dasar pengambilan keputusan yang efektif.
Tidak terbukti
Kementerian Kesehatan menegaskan kebijakan penerapan kemasan rokok polos terstandar tidak terbukti dapat menyebabkan peredaran rokok ilegal jika berkaca dari pengalaman negara-negara maju yang sudah menerapkannya terlebih dahulu.
"Kemasan standar akan menghilangkan elemen visual yang menciptakan kesan bahwa rokok adalah produk gaya hidup atau simbol status. Selama ini, yang dibingkai di media bahwa kemasan polos akan meningkatkan peredaran rokok ilegal itu tidak dapat dibuktikan kebenarannya," kata Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes Benget Saragih dalam temu media di Jakarta, Kamis (20/2).
Ia menyebutkan, 25 negara di dunia telah menerapkan aturan mengenai kemasan standar atau plain packaging pada produk tembakau dan rokok elektronik, di mana di Asia Tenggara terdapat tiga negara yang telah berhasil menerapkan kebijakan tersebut, yakni Singapura, Myanmar, dan Thailand.
Benget menambahkan, selain mengurangi daya tarik produk, kemasan polos yang terstandar juga dapat meningkatkan efektivitas peringatan kesehatan, membantu menurunkan angka perokok baru, serta memperkuat dukungan kebijakan nasional sesuai Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Baca juga: Rokok ilegal rugikan negara Rp97,81 triliun
"Kemenkes saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan -RPMK- tentang standardisasi kemasan rokok, yang mengatur bentuk dan warna kemasan serta gambar pada peringatan kesehatan. Kami mendorong agar peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok bisa diperbesar hingga 80 persen," ucapnya.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, jumlah perokok di Indonesia sebanyak 70,2 juta, di mana 63,1 juta di antaranya merupakan perokok dewasa, sedangkan 5,9 juta lainnya perokok anak (usia 10-18 tahun). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok terbesar ketiga di dunia, padahal, enam dari 10 kematian di Indonesia disebabkan oleh perilaku merokok.
Sementara itu, Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) Sumarjati Arjoso menyebutkan bahwa pengeluaran terbanyak kedua pada rumah tangga Indonesia yakni untuk merokok.
"Kita pengeluaran kedua terbanyak keluarga itu untuk merokok, protein sepertiganya. Konsumsi rokok berdampak multidimensi, menyebabkan stunting, berbagai penyakit, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga sudah mulai tekor, karena banyak pengeluaran untuk penyakit-penyakit termasuk akibat rokok, stroke, kanker, paru," paparnya.
Sumarjati mengemukakan pentingnya pengendalian prevalensi merokok usia anak dan disiplin menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di daerah-daerah.
Baca juga: Semarang gagalkan pengiriman 444 ribu rokok ilegal
"Kita harus mengendalikan prevalensi merokok mulai dari usia anak hingga 21 tahun, dan KTR di berbagai tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya," ujarnya.
Menurutnya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang di dalamnya terdapat aturan mengenai standardisasi kemasan rokok, maka dapat menurunkan prevalensi perokok anak secara signifikan.
"Peluang pengendalian tembakau dari PP tersebut di antaranya anak menjadi terlindungi dengan tidak merokok di bawah 21 tahun, lalu tidak menjual dan membeli rokok," tuturnya.
Kenali ciri
Peredaran rokok ilegal di Indonesia masih menjadi masalah serius yang merugikan negara dan masyarakat. Rokok ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan karena tidak terjamin kualitasnya. Untuk melindungi diri dan ikut berkontribusi memberantas praktik ilegal ini, masyarakat perlu memahami ciri-ciri rokok ilegal.
Salah satu ciri utama rokok ilegal adalah tidak memiliki pita cukai resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pita cukai palsu atau tidak ada sama sekali merupakan tanda bahwa rokok tersebut tidak memenuhi kewajiban perpajakan. Selain itu, harga yang jauh lebih murah dari rokok resmi sering menjadi daya tarik konsumen, meskipun kualitas dan keamanannya diragukan.
Kemasan rokok ilegal biasanya terlihat tidak memenuhi standar, seperti desain yang kurang rapi, tulisan yang tidak jelas, atau informasi produk yang tidak lengkap. Bahkan, beberapa produk tidak mencantumkan peringatan kesehatan sesuai regulasi. Dengan mengenali ciri-ciri tersebut, masyarakat dapat lebih waspada dan menghindari pembelian rokok ilegal yang merugikan.
Pemerintah terus berupaya memberantas peredaran rokok ilegal yang merugikan negara, industri resmi, dan masyarakat. Rokok ilegal sering kali tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, seperti perpajakan dan standar kualitas, sehingga konsumen perlu lebih waspada terhadap keberadaannya. Dengan demikian, berikut ciri-ciri rokok ilegal yang penting untuk dikenali.
Ciri-ciri rokok ilegal
1. Tidak memiliki pita cukai resmi
Salah satu ciri utama rokok ilegal yaitu tidak adanya pita cukai atau penggunaan pita cukai palsu. Pita cukai resmi memiliki kode unik, warna yang jelas, serta tekstur yang sulit ditiru. Jika rokok tidak memiliki pita cukai, besar kemungkinan rokok tersebut ilegal.
2. Harga jauh lebih murah dari harga pasaran
Rokok ilegal sering kali dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan rokok resmi. Hal ini terjadi karena produsen rokok ilegal menghindari pembayaran cukai dan pajak. Konsumen perlu waspada jika menemukan rokok dengan harga tidak wajar.
3. Kemasan tidak sesuai standar layak
Kemasan rokok ilegal biasanya memiliki kualitas rendah dan desain yang kurang rapi. Selain itu, informasi pada kemasan, seperti peringatan kesehatan, sering kali tidak sesuai dengan aturan pemerintah, seperti gambar peringatan yang kecil atau bahkan tidak ada.
4. Nama atau merek rokok tidak terdaftar
Rokok ilegal sering menggunakan merek atau nama yang tidak terdaftar di lembaga resmi. Sebelum membeli, konsumen dapat memeriksa merek tersebut di situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5. Distribusi di tempat tidak resmi
Rokok ilegal biasanya dijual di pasar gelap atau melalui jalur distribusi tidak resmi, seperti warung kecil atau penjual keliling yang tidak memiliki izin. Mungkin parahnya peredaran rokok ilegal sudah marak dijualbelikan di berbagai platform media sosial dan berbagai aplikasi e-commerce.
Peredaran rokok ilegal memberikan dampak negatif yang besar, baik bagi negara maupun masyarakat. Selain menyebabkan potensi kerugian penerimaan pajak yang dapat digunakan untuk pembangunan, rokok ilegal juga membahayakan konsumen karena kualitasnya tidak terjamin.
Untuk memberantas peredaran rokok ilegal, masyarakat diharapkan berperan aktif dengan melaporkan temuan terkait kepada pihak berwenang. Dengan mengenali ciri-ciri rokok ilegal dan melaporkannya, masyarakat turut berkontribusi dalam mendukung perekonomian negara sekaligus menjaga kesehatan publik.
Baca juga: Kantor Bea Cukai Mataram sita 7,17 juta batang rokok ilegal sepanjang 2024
Baca juga: Ganti sebatang rokok dengan sebutir telur demi gizi anak