Medan (ANTARA) - Stasiun Kereta Api Lidah Tanah, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara yang peninggalan kolonial Belanda tetap dioperasikan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre I Sumatera Utara sebagai salah satu stasiun untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Kepala Stasiun Kereta Api Lidah Tanah Hendarji Widodo di Serdang Bedagai, Sabtu, mengatakan stasiun tersebut mulai dioperasikan pada 1902 dan hingga saat ini tetap mempertahankan keaslian, tanpa adanya penambahan.
Pada awalnya, stasiun tersebut hanya difungsikan sebagai pengatur persilangan kereta api dari Kota Medan menuju Pematangsiantar atau Tanjung Balai dan sebaliknya.
Namun, sejak Februari 2025, KAI Divre I Sumatera Utara memfungsikan stasiun tersebut juga untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Penetapan stasiun tersebut sebagai salah satu stasiun melayani penumpang tidak terlepas dari tingginya animo masyarakat untuk menggunakan jasa kereta api. Hal itu, seiring diberlakukan Grafik Perjalanan KA (Gapeka) 2025 menggantikan Gapeka 2023 yang sebelumnya digunakan.
Gapeka pedoman pengaturan pelaksanaan perjalanan kereta api yang digambarkan dalam bentuk garis menunjukkan stasiun, waktu, jarak, kecepatan, dan posisi perjalanan kereta api, mulai dari berangkat, berhenti, datang, bersilang, dan penyusulan, yang digambarkan secara grafis untuk pengendalian perjalanan kereta api.
"Manfaat yang dapat dirasakan pelanggan pada penerapan Gapeka 2025, salah satunya adalah penambahan pemberhentian di stasiun untuk melayani naik/turun penumpang," katanya.
Di Stasiun Lidah Tanah, kereta api yang berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang ada dua, yakni Kereta Api Putri Deli dan Siantar Ekspres.
"Permintaan dari masyarakat dan potensinya juga cukup tinggi, sejak Februari 2025 stasiun ini yang awalnya hanya sebagai pengatur persilangan kereta api, juga dijadikan sebagai stasiun yang melayani penumpang. Jadi kalau dulu kereta api hanya melintas, sekarang setiap kereta penumpang juga berhenti di stasiun ini," katanya.
Sebelum dioperasikan sebagai stasiun yang melayani penumpang, sejumlah pembenahan dilakukan, seperti penambahan kursi ruang tunggu, bancik (tangga untuk turun dan naik penumpang), loket boks, kursi roda, tandu, tong sampah, alat pengering payung, termasuk juga perlengkapan musholla.
Stasiun yang berada di ketinggian 11,47 dari permukaan air laut tepatnya terletak di Deli Muda Hilir, Perbaungan, Serdang Bedagai tersebut, memiliki lima ruangan yang difungsikan, masing-masing ruang untuk kepala stasiun, mushalla, ruang tunggu, safety first, dan ruang pengatur perjalanan.
Stasiun tersebut hanya memiliki dua jalur kereta api dengan jalur 2 merupakan sepur lurus. Setiap hari, selain kepala stasiun, ada tiga atau empat petugas yang bertugas dengan masing-masing dibagi tugas siang dan malam.
Mengingat bangunan stasiun termasuk salah satu cagar budaya, tak banyak perubahan yang dilakukan KAI Sumut terhadap bangunan stasiun tersebut demi tetap menjaga keasliannya.
"Kan tidak bisa sembarangan melakukan perubahan terhadap bangunan yang masuk cagar budaya. Harus sangat hati-hati karena memang ada aturannya. Misalnya kalau ada genteng yang bocor, harus disisip dengan genteng jenis yang sama, demikian juga dengan yang lainnya. Kita hanya bisa memperindah sekitarnya, misalnya dengan menanam bunga bungaan atau lainnya," katanya.
Pada akhir Januari lalu, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara akan menambah lima stasiun pemberhentian kereta api untuk menaikkan dan menurunkan penumpang menyusul diberlakukannya Grafik Perjalanan KA (Gapeka) baru mulai 1 Februari 2025.
Manajer Humas PT KAI Divisi Regional (Divre) I Sumut, Anwar Solikhin di Medan, Selasa (28/1), mengatakan mulai 1 Februari 2025 PT KAI Sumut memberlakukan Gapeka 2025 menggantikan Gapeka 2023 yang sebelumnya digunakan.
Gapeka merupakan pedoman pengaturan pelaksanaan perjalanan kereta api yang digambarkan dalam bentuk garis menunjukkan stasiun, waktu, jarak, kecepatan dan posisi perjalanan kereta api.
Mulai dari berangkat, berhenti, datang, bersilang dan penyusulan, yang digambarkan secara grafis untuk pengendalian perjalanan kereta api.
"Manfaat yang dapat dirasakan pelanggan pada penerapan Gapeka 2025 salah satunya adalah penambahan pemberhentian di stasiun untuk melayani naik/turun penumpang," katanya.
Di wilayah kerja PT KAI Divre I Sumut terdapat 5 stasiun yang akan mengalami pemberhentian untuk melayani penumpang naik dan turun yakni di Stasiun Teluk Mengkudu, kereta api yang berhenti KA Putri Deli dan Siantar Ekspres. Di Stasiun Lidah Tanah, kereta api yang berhenti KA Putri Deli dan Siantar Ekspres.
Kemudian di Stasiun Baja Linggei, kereta api yang berhenti KA Siantar Ekspres. Di Stasiun Laut Tador, kereta api yang berhenti KA Datuk Belambangan dan di Stasiun Pamingke, kereta api yang berhenti KA Sribilah Utama.
Pihaknya berharap dengan pemberhentian kereta api di 5 stasiun tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar stasiun untuk menggunakan jasa kereta api sebagai kebutuhan transportasi yang aman, selamat, bebas macet dan ramah lingkungan.
"Bagi masyarakat yang berada di sekitar stasiun tersebut dapat memanfaatkan kemudahan dalam menggunakan jasa kereta api sebagai moda transportasi yang aman, selamat, bebas macet dan ramah lingkungan," kata Anwar.
Energi hijau
Sementara itu, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Regional I Sumatera Utara telah memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Stasiun Medan dengan kapasitas daya 40 kWp (kilowatt peak) dalam upaya mendukung energi hijau dan mewujudkan keberlanjutan lingkungan.
Manajer Humas KAI Divre I Sumut, M. As’ad Habibuddin, di Medan, Sabtu, menyatakan bahwa pemasangan PLTS ini merupakan langkah nyata KAI Divre I Sumut dalam mendukung penerapan Environmental, Social and Governance (ESG) dalam pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Kami berkomitmen menciptakan ekosistem bisnis yang lebih baik dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan energi matahari yang melimpah, kami berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus mewujudkan visi KAI, yaitu ‘Menggerakkan transportasi berkelanjutan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat’," ujar As’ad.
PLTS di Stasiun Medan menggunakan sistem On Grid, yang terhubung langsung ke jaringan listrik tanpa memerlukan baterai, sehingga sangat cocok untuk lokasi dengan akses jaringan listrik yang stabil.
Panel surya dipasang pada struktur di atas atap stasiun, sehingga memaksimalkan pemanfaatan ruang tanpa mengganggu operasional stasiun.
"Sistem ini dirancang untuk bekerja optimal di berbagai kondisi cuaca. Saat panas, suplai listrik mengandalkan tenaga matahari secara penuh. Sementara saat mendung atau hujan, sistem tetap mampu menyuplai energi sebesar 10-20 persen dari panel, dan sisanya dipasok dari listrik PLN," kata As'ad.
Seluruh sistem juga terintegrasi dengan aplikasi digital pemantauan energi, yang memungkinkan operator memantau daya masuk, konsumsi, serta cadangan energi secara real-time.
Hal ini memberikan nilai tambah dalam efisiensi pengelolaan listrik dan transparansi operasional.
Melalui pemasangan PLTS ini, KAI Divre I Sumut terus menunjukkan komitmennya untuk mengembangkan bisnis yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Penerapan teknologi energi terbarukan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan efisiensi energi, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam mendukung program Energi Hijau di sektor transportasi publik.
Selain pemasangan PLTS, KAI Divre I Sumut juga telah mengembangkan berbagai inisiatif ramah lingkungan lainnya, seperti penyediaan water station gratis di Stasiun Medan dan Tebing Tinggi, layanan face recognition untuk boarding tanpa tiket fisik di Stasiun Medan, serta fitur Carbon Footprint pada tiket kereta api.
Baca juga: Tiket KAI jarak jauh bisa dipesan 30 menit jelang keberangkatan
