Jakarta (ANTARA) - Cita Tenun Indonesia (CTI) menilai diperkenalkannya kain tenun pada wisatawan mancanegara melalui sektor fesyen saat ini masih minim dan kalah dari negara lain.
"Kita harus mengajarkan pada mereka bahwa ini (tenun) adalah harta berharga kita, kalau anda sudah tidak memberikan perhatian, selesai sudah," kata Pengurus CTI Bidang Pengendali Mutu Sjamsidar Isa kepada ANTARA usai mengikuti konferensi pers di Jakarta, Senin.
Wanita yang akrab disapa Tjammy itu menilai industri fesyen Indonesia masih kalah saing dengan negara lain seperti Amerika Serikat, Eropa, China, Korea Selatan dan Jepang.
Salah satu penyebabnya yakni kurang diangkatnya keunikan dari kain-kain wastra seperti tenun yang memiliki keindahan mulai dari teknik pembuatan hingga tiap cerita yang dituangkan pengrajin dalam setiap untaian benang.
Pada kain tenun sendiri, katanya, ada beragam teknik yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Sebut saja seperti kain tenun Sobi yang berasal dari Sulawesi.
"Seperti Sobi di Sulawesi, milik masyarakat Bugis ya itu, di tempat lain paling tidak belum kami temukan (teknik serupa). Belum lagi kalau melihat ke arah timur, Flores, itu kan luar biasa," ucap dia.
Ia melanjutkan jenis dari kain tenun sendiri sangat banyak dan berbeda satu sama lainnya. Perbedaan itu bisa diciptakan karena adanya pengaruh dari budaya lokal setempat.
Baca juga: Tim Pengmas FIB UI dan IKBS Jabodetabek kolaborasi buat katalog tenun Sumba
Baca juga: Pemkab Bogor pecahkan rekor MURI ribuan ASN kenakan sarung tenun Majalaya