Jakarta (ANTARA) - Alokasi dana bantuan sosial (bansos) menjadi salah satu jalan keluar Pemerintah untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sekaligus menaikkan kelas mereka yang berstatus pra-sejahtera.
Pada skema bansos, Kementerian Sosial secara rutin memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat pra-sejahtera melalui beberapa program, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/Kartu Sembako, serta bantuan permakanan bagi lansia dan disabilitas.
Para penerima bansos atau biasa disebut Keluarga Penerima Manfaat (KPM) adalah mereka yang sudah terdaftar dalam sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) dengan perbaikan data oleh pemerintah daerah melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial - Next Generation (SIKS-NG) sejak tahun 2017.
Dengan alokasi dana bansos yang besar setiap tahunnya, pembaruan data secara berkala serta transparansi proses penyaluran menjadi kunci guna mencegah penyelewengan dana bansos.
Menteri Sosial periode Desember 2020-- September 2024 Tri Rismaharini pada April lalu menjelaskan Kemensos berupaya mengatasi tantangan itu dengan menyalurkan bansos langsung melalui transfer bank ke rekening KPM yang bekerja sama dengan bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau PT Pos Indonesia sejak tahun 2021.
Di samping itu, pihaknya juga sudah memperbarui data DTKS setiap bulan guna memastikan penyaluran bansos sesuai dengan kondisi KPM terkini.
Bahkan, Kemensos juga telah membangun aplikasi Cek Bansos yang memungkinkan penerima bansos atau orang yang belum masuk dalam daftar bisa mengusulkan atau menyanggah diri. Upaya tersebut untuk meminimalisasi kemungkinan kesalahan verifikasi data penerima bansos (DTKS).
“Melalui aplikasi tersebut, masyarakat dapat membuat laporan dengan menyertakan foto rumah yang tidak sesuai, kemudian petugas akan memeriksanya secara langsung. Apabila terbukti tidak layak menerima bansos, maka Kemensos akan mengirimkan datanya kembali ke daerah untuk diubah melalui daerah,” kata Risma.
Seolah belum cukup dengan itu, ia menegaskan bila masyarakat menemukan ketidaksesuaian dalam penyaluran bansos, pihaknya juga sudah menyediakan Command Center (CC) Kemensos di nomor 171 yang aktif 7x24 jam.
Namun demikian, ia tidak menampik perihal masih belum efektifnya penyaluran bansos, mengingat pihaknya memiliki beberapa sumber data yang digunakan sebagai acuan dan harus diperbaharui secara berkala, mulai dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), hingga data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Oleh karena itu, pada serah terima jabatan, Plt. Menteri Sosial periode September 2024 sekaligus Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan periode 2019-2024 Muhadjir Effendy meminta Menteri Sosial definitif Saifullah Yusuf untuk menyisir serta meningkatkan akurasi dan tata kelola sumber data yang menjadi acuan penyaluran bansos, utamanya DTKS.
Kemensos dan inisiasi Satu Data Tunggal
Sejalan dengan masukan tersebut, Presiden Prabowo Subianto pada 30 Oktober memanggil sejumlah menteri dan kepala lembaga terkait yang bertanggung jawab dalam menyalurkan dana kesejahteraan sosial melalui bansos.
Usai pertemuan tersebut, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjelaskan permasalahan yang disoroti Presiden, yakni terkait data yang masih sangat sektoral.
Padahal, kata Presiden, data terpadu sangat menentukan tepat atau tidaknya sasaran bansos yang diberikan pemerintah.
"Selama ini sangat sektoral, dan kemarin kami sudah dipanggil untuk segera menindaklanjuti konsep data tunggal terpadu. Kami berharap sebelum Presiden berangkat ke luar negeri tanggal 8 atau 9 November itu, konsep data tunggal terpadu sudah clear (jelas)," ujar Mensos yang akrab dipanggil Gus Ipul tersebut.
Oleh karena itu pada hari yang sama, Kemensos langsung menginisiasi pertemuan terbatas dengan Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai ikhtiar awal penyusunan Satu Data Tunggal.
Dari pertemuan hari itu, ketiganya bersepakat untuk lebih dulu melebur Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kemensos yang memiliki keunggulan dalam pemutakhiran data dalam waktu 24 jam dengan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) milik Bappenas yang telah menyurvei lebih dari 250 juta jiwa secara mendalam pada tahun 2022.
Dengan adanya inisiasi pertemuan terbatas tersebut, Mensos berharap penyusunan Satu Data Tunggal dapat selesai dalam 100 hari kerja sejak pertemuan hari itu sehingga dapat digunakan untuk penyusunan kebijakan sekaligus penyaluran bansos yang lebih efektif pada tahun 2025.
Setali tiga uang dengan harapan Mensos, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko pada kesempatan berbeda pun berjanji Satu Data Tunggal akan tersedia sebelum pergantian tahun.
"Targetnya ya sebelum ayam berkokok pada tanggal 1 Januari 2025," tandas Budiman hari itu.
Ia menambahkan Satu Data Tunggal ini nantinya mengintegrasikan seluruh data masyarakat, baik miskin ekstrem, miskin, hingga rentan miskin sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih data bansos kepada masyarakat.
Menanti Satu Data Tunggal
Demi mengebut penyusunan Satu Data Tunggal, Presiden Prabowo Subianto pada 26 November kembali mengadakan pertemuan tertutup dengan menteri dan kepala lembaga terkait sepulang dari agenda lawatannya ke luar negeri,
Pembahasan hari itu pun menghasilkan satu kesimpulan yang mulai mengerucut, yaitu terpilihnya BPS untuk merekonsiliasi dan mengonsolidasi data dari berbagai lembaga, kementerian dan pemerintah daerah.
Sejak penugasan itu, BPS lantas mengebut proses integrasi dan pemadanan Satu Data Tunggal demi mengejar tuntasnya sebelum tahun berganti.
BPS pun melakukan safari dari kementerian ke lembaga hingga perusahaan untuk mendapatkan data terkait kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Pada Selasa (24/12), Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyambangi Mensos untuk menyampaikan perkembangan penyusunan Satu Data Tunggal.
BPS sejauh ini sudah melakukan empat tahapan guna memproses dan menyusun Satu Data Tunggal.
Pertama, BPS sudah melakukan penunggalan individu. Kedua, pihaknya pun melakukan penunggalan terhadap data keluarga.
Selanjutnya, tahap yang ketiga adalah melakukan cek silang (cross-check) dengan data-data lainnya, seperti data PLN serta BPJS Kesehatan. Terakhir, pihaknya melakukan proses pemeringkatan data.
Data tunggal itu adalah proses integrasi semua data sehingga nanti di dalam data tunggal itu jumlah orang yang tercatat atau individu yang tercatat diperkirakan akan sama dengan jumlah populasi Indonesia.
Dalam penyusunan Satu Data Tunggal tersebut tentu akan ada dinamika, mulai dari data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang sudah naik kelas, turun kelas, pindah domisili, hingga wafat. Namun begitu, BPS memastikan integrasi justru membuat standar pemilihan KPM menjadi lebih jelas.
Oleh karena itu, setelah dipadankan, data tersebut akan dikembalikan lagi kepada kementerian/lembaga, seperti Bappenas, Kementerian Sosial, dan Kementerian Koordinator PM.
Dengan kondisi menghitung hari menuju pergantian tahun, Amalia optimistis pihaknya dapat menghasilkan Satu Data Tunggal sosial ekonomi pada tahun 2025, sebagaimana harapan Presiden Prabowo.
Editor: Achmad Zaenal M