Bogor (Antara Megapolitan) - Permasalahan dalam peningkatan produksi pangan di Indonesia adalah kurangnya lahan garapan untuk tanaman pangan. Sebagai upaya meningkatkan kapasitas produksi nasional dapat memanfaatkan lahan-lahan potensial yang belum tergarap diantaranya lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan dan kehutanan.
Dari luas lahan yang sesuai untuk usaha pertanian sebesar 100,8 juta hektar, telah dimanfaatkan 68,8 juta hektar, sehingga masih tersedia sekitar 32 juta hektar.
Selain itu, terdapat potensi lahan untuk usaha pertanian berupa lahan terlantar 11,5 juta hektar, lahan pekarangan 5,4 juta hektar, serta lahan gambut dan lebak yang potensinya cukup besar.
Oleh karenya, Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr melakukan riset terkait ''Pengembangan Tanaman Pangan dan Perkebunan pada Lahan-Lahan Suboptimal: Perbaikan Tanaman dan Teknik Budidaya''.
Prof. Didy mengatakan, hampir sebagian besar lahan dapat dikembangkan meliputi lahan masam, lahan dengan ketersediaan fosfor rendah, lahan kering, tadah hujan, lahan di bawah tegakan, lahan rawa pasang surut dan sulfat masam, memiliki tingkat kesuburanrendah.
''Diperlukan pengembangan varietas unggul spesifik lokasi dan mempercepat perakitan teknologi spesifik lokasi terutama teknik budidaya tanaman pangan yang akan dikembangkan,'' ujarnya.
Menurut Prof. Didy, upaya yang perlu dilakukan antara lain meningkatkan kapasitas produksi tanaman secara berkelanjutan. Akan tetapi, peningkatan produksi tanaman telah dibatasi kekurangannya di lahan garapan.
Sehingga diperlukan lahan garapan baru sebanyak 5 juta hektar. Dalam Rancangan Revitalisasi Pertanian disebutkan, diperlukan pengendalian konservasi lahan pertanian dan pencadangan lahan abadi untuk pertanian sekitar 15 juta hektar pada tahun 2025.
''Untuk mengatasi lahan suboptimal diperlukan pengembangan varietas unggulan spesifik lokasi serta mempercepat penciptaan teknologi spesifik lokasi. Peningkatan produksi hanya dapat dicapai melalui perbaikan adaptasi tanaman, perbaikan potensi hasil dan perbaikan teknik budidaya,'' katanya
Pada beberapa penelitian yang dilakukan oleh Prof. Didy terkait penggunaan amelioran kapur, pupuk organik dan pupuk anorganik pada lahan kering untuk meningkatkan produktivitas kedelai.
Dari hasil riset, pengelolaan tanah untuk meningkatkan hasil kedelai pada tanah masam dapat ditempuh dengan cara mencukupi kebutuhan hara dengan memberikan kombinasi pupuk dan amelioran kapur.
Varietas yang cocok untuk dikembangkan adalah kedelai varietas Tanggamus dan kedelai varietas Anjasmoro. Sedangkan varietas lain yang juga bisa dikembangkan yaitu kedelai hitam (IPB-Kresna-15) yang memiliki keunggulan toleran terhadap naungan.
Mempunyai potensi produksi 2,4 ton per hektar di bawah naungan karet selama tiga tahun. Tanaman ini juga dapat ditanam di lahan sawah, lahan tegakan dan tanaman sela (tidak perlu mencari lahan baru).
Selain pengembangan kedelai, Prof, Didy juga mengembangkan tanaman lain yaitu sorgum. Bagian tanaman sorgum dapat dimanfaatkan antara lain: biji (untuk pangan, pakan dan bioetanol), daun dan batang (untuk pakan ternak dan bioetanol) dan nira (untuk bioetanol).
Tanaman ini memiliki keunggulan yaitu mampu beradaptasi baik pada lahan kering dan tanah masam dengan kandungan phospor yang rendah.
''Saat ini kita telah berhasil mengembangkan varietas Numbu, Watar Hammu Putih, 10-90-A (ICRISAT) yang toleran terhadap tanah masam,'' ujarnya.(AT/ris)
IPB-Kresna-15, Unggul Di Bawah Naungan
Senin, 28 Agustus 2017 17:38 WIB
Untuk mengatasi lahan suboptimal diperlukan pengembangan varietas unggulan spesifik lokasi serta mempercepat penciptaan teknologi spesifik lokasi.