Kota Bogor (ANTARA) - Wali Kota Bogor, Jawa Barat, Dedie A Rachim menyatakan bahwa kemiskinan tidak terlepas dari persoalan data, keadilan, dan mentalitas.
"Bicara kemiskinan, persoalan utamanya adalah keadilan dan mentalitas. Selain itu, jika berbicara terkait permasalahan, yang paling penting dan utama adalah data," katanya sebagaimana informasi yang diperoleh dari Diskominfo Kota Bogor, Senin.
Pernyataan Wali Kota Dedie A Rachim sebelumnya disampaikan dalam sebuah diskusi bertajuk "Menelaah Kemiskinan Di Kota Bogor" akhir pekan lalu.
Dedie mengatakan masalah data kemiskinan adalah masalah bersama.
Baca juga: Tingkat kemiskinan Kota Bogor turun, pemkot lanjutkan program terpadu
Sementara terkait mentalitas, kata dia, banyak orang memiliki mentalitas kuat sehingga mampu bertahan dan berhasil dalam hidup, namun tidak sedikit juga yang sebaliknya.
Dedie Rachim menyampaikan bahwa kemiskinan hampir menjadi persoalan semua daerah.
Menurut dia, persoalan kemiskinan di Indonesia kerap kali hanya muncul dalam data, sementara dalam realitanya belum tentu demikian.
Dedie Rachim mengungkapkan bahwa penerima Program Keluarga Harapan (PKH) bisa berbeda dengan penerima BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran), penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), hingga penerima bantuan rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Profil penerima bantuan tersebut pun belum tentu termasuk kategori miskin ekstrem.
Baca juga: Pemkot Bogor kolaborasi entaskan kemiskinan ekstrem di Kelurahan Mulyaharja
Sebagai contoh, di Kota Bogor ada 3.000 warga yang secara riil tempat tinggalnya kurang layak. Secara data, mereka bisa masuk ke desil 3 atau 4, namun tidak bisa menerima atau mengakses bantuan, karena mereka dititipkan STNK dan BPKB kendaraan majikannya untuk menghindari pajak progresif atas kendaraan lainnya.
"Dampaknya, saat dilakukan cek silang (crosscheck) menggunakan aplikasi Solid untuk menentukan penerima bantuan, mereka tidak dapat menerima bantuan karena terdeteksi memiliki kendaraan," ujarnya.
Ilustrasi lainnya, pada saat pandemi COVID-19, pendataan bantuan untuk pelaku UKM juga ditemukan sejumlah warga dengan profesi yang sebenarnya tidak berhak menerima bantuan.
"Data yang berubah dan tidak valid akan berdampak pada pemberian bantuan. Perubahan data tersebut mengubah turunan aplikasi, program, dan kegiatan, sehingga tidak lagi tepat dalam menyasar orang yang memerlukan bantuan. Persoalan yang dihadapi bisa jadi adalah miskin secara mentalitas," kata Dedie Rachim menegaskan.
