Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta semua pihak untuk tidak mentolerir budaya kekerasan di kalangan anak, termasuk di lingkungan pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya.
"KPAI mendorong semua pihak terkait di Kabupaten Sukoharjo untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran serius, dan agar tidak mentolerir sedikitpun budaya kekerasan di kalangan anak, termasuk di lingkungan pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya, baik yang formal, informal maupun nonformal," kata Anggota KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, dan Budaya, Aris Adi Leksono, saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Hal ini menanggapi kasus kekerasan terhadap santri berujung kematian korban di pesantren di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Baca juga: KPAI catat ada 59 kasus TPPO anak pada 2023
Baca juga: KPAI minta jangan ada stigma pada anak korban kekerasan seksual
Baca juga: Peran orang tua faktor penting agar anak aman di ruang digital
Pihaknya juga meminta masyarakat memainkan peran dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap dan atau oleh anak, dengan cara memperkuat pengetahuan masyarakat dalam mengenali hak-hak anak dan dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan.
KPAI meminta penanganan kasus ini agar dilakukan dengan cepat sebagai bentuk penerapan upaya perlindungan khusus bagi anak.
"Sebagaimana Undang-undang Perlindungan Anak, Pasal 59A, yakni perlindungan khusus bagi anak dilakukan melalui upaya penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya, pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan, pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, dan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan," kata Aris Adi Leksono.
KPAI minta tidak mentolerir budaya kekerasan di kalangan anak
Jumat, 20 September 2024 16:52 WIB