Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat melibatkan unsur lintas sektor untuk mencegah terjadi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai strategi penanganan utama menyusul tinggi angka kasus tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
"Penanganan paling efektif adalah melibatkan seluruh unsur terkait mulai dari kejaksaan, TNI/Polri, lembaga perlindungan anak dan perempuan, hingga perangkat wilayah untuk bersama-sama pemerintah daerah mencegah tindak kekerasan anak dan perempuan," kata Penjabat Bupati Dedy Supriyadi di Cikarang, Kamis.
Dia menyebutkan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bekasi terbilang tinggi bahkan masuk kategori kondisi darurat sehingga diperlukan program nyata untuk mencegah tindak kekerasan dimaksud.
"Intinya Pemerintah Kabupaten Bekasi bersama Forkopimda mendukung adanya kolaborasi dalam penanganan kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak," katanya.
Baca juga: KemenPPPA kecam kasus pembunuhan perempuan di Cikarang BekasiPihaknya dalam waktu dekat merealisasikan program konkret dengan menyasar pelajar dan perempuan melalui kolaborasi perangkat daerah terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), serta Badan Kesbangpol.
Program edukasi untuk menekan angka kekerasan secara kontinyu ini dinamakan Sekolah Kolaborasi Pembinaan Orientasi Mental dan Pola Karakter Kebangsaan (Sekolah Kompol) dengan rencana peluncuran program pada Bulan Oktober 2024.
"Kita tidak ingin terjadi lagi ada nyawa hilang. Ini benar-benar komitmen kita terutama untuk diminimalisir sampai dengan kalau bisa zero angka kekerasan," katanya.
Dedy juga menegaskan akan mengevaluasi Tim Pencegahan Penanganan Kekerasan (TPPK) pada setiap satuan pendidikan di bawah naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi. "Meski sudah semua sekolah membentuk, tetapi kita akan memonitor keaktifan dan kerja-kerja yang dilakukan tim tersebut," katanya.
Pelaksana tugas Kepala DP3A Kabupaten Bekasi Iis Sandra Yanti menjelaskan berdasarkan data tahun 2019-2022, kasus tertinggi kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi pada tahun 2020 sejumlah 70 kasus namun angka itu melonjak hingga 269 kasus pada tahun 2023.
"Kabupaten Bekasi menduduki peringkat kedua di Jawa Barat dalam angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak, dari 27 kabupaten dan kota," katanya.
Baca juga: Pemkab Bekasi terbitkan edaran untuk cegah kekerasan pekerja perempuanPihaknya telah melakukan upaya pelayanan untuk menekan angka kasus kekerasan ini melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta layanan perempuan dan anak yang ada di setiap kecamatan hingga desa.
"Dari 269 kasus tahun 2023, kasus kekerasan fisik ada 34 kasus. Kekerasan seksual 42 kasus, KBGO 17 kasus, KDRT 51 kasus, 18 kasus perundungan, persetubuhan 32 kasus, dan lain-lain 72 kasus termasuk tawuran," katanya.
Pihaknya juga menjalin kolaborasi dengan Kepolisian, Kejaksaan, Kemenag, bapas, LPSK, KPAD, Kodim 0509/Kabupaten Bekasi, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Himpunan Wanita Disabilitas, serta balai perempuan dan perangkat daerah Kabupaten Bekasi.
"Pemkab Bekasi sudah membentuk UPTD dan Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak yang tugasnya melakukan pembentukan jejaring untuk mempercepat proses penanganan kasus. Kemudian kami sudah membentuk PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) dengan target semua desa, tapi saat ini baru ada di tujuh desa," katanya.
Baca juga: DP3A Bekasi minta korban kekerasan berani melapor
Dalam kesempatan rapat koordinasi lintas sektor ini, pihaknya mengulas secara fokus mengenai program Sekolah Kompol di bawah komando Badan Kesbangpol Kabupaten Bekasi.
"Yang akan kita upayakan selanjutnya yaitu program anak membutuhkan perlindungan khusus, kasus tawuran, perundungan, kemudian Sekolah Kompol dan optimalisasi TPPK di sekolah, agar kita tahu sejauh mana bisa menyelesaikan dan bekerja, jangan sampai di sekolah terjadi bullying atau tawuran kembali," kata dia.