Jakarta (ANTARA) - Bamboo Global Market Report 2024, mencatat pasar bambu global mengalami lonjakan pesat dalam beberapa tahun terakhir, dan diperkirakan akan terus tumbuh.
Pasar bambu yang pada 2023 sebesar 70,59 miliar dolar AS (sekitar Rp1.132 triliun), menjadi 75,12 miliar dolar AS (Rp1.205 triliun) pada 2024 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 6,4 persen.
Faktor-faktor pendorong pertumbuhan ini antara lain meningkatnya kesadaran lingkungan, mitigasi perubahan iklim, keserbagunaan aplikasi, dan dukungan pemerintah.
Indonesia diberkati dengan kekayaan bambu. Menurut catatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dari 1.620 jenis bambu di dunia, 176 spesies atau 10 persen di antaranya tumbuh di Tanah Air, dan dari jumlah itu, 105 jenis di antaranya merupakan tanaman endemik, yang berarti hanya dapat ditemukan di Indonesia.
Di Indonesia, bambu memiliki peran penting dalam budaya dan ekonomi masyarakat. Bambu digunakan untuk berbagai keperluan, seperti bahan bangunan, peralatan rumah tangga, alat musik, serta seni dan kerajinan tangan.
Selain dapat dimanfaatkan menjadi suatu produk, tanaman bambu juga merupakan penyembuh lahan. Bambu mampu tumbuh di lahan kritis atau rusak serta memperbaiki kondisi tanah. Jaringan rimpangnya mampu menstabilkan tanah sehingga mencegah erosi dan longsor.
Kedua, bambu sebagai penyimpan air, di mana satu rumpun bambu sehat (36 lonjor) mampu menyimpan hingga 3.600 liter air (setara 189 galon) pada setiap musim hujan. Keberadaan hutan bambu memastikan keberlangsungan mata air.
Ketiga, bambu sebagai penyerap karbon. Bambu sehat (36 lonjor) mampu menyerap dan kemudian menyimpan karbon hingga 3,33 ton CO2 eq. Ini menunjukkan bahwa bambu sangat penting dalam upaya menjaga kualitas udara dan mitigasi perubahan iklim.
Fungsi keempat, bambu sebagai energi baru terbarukan. Arang bambu, bioetanol, dan energi biomassa berbasis bambu memiliki potensi untuk menjadi sumber energi berkelanjutan.
Kelima, bambu sebagai penggerak Industri. Bambu memiliki pertumbuhan yang cepat dan bisa dipanen secara berkelanjutan sehingga menjadi bahan baku berharga bagi industri. Terdapat sekitar 1.500 jenis penggunaan bambu di berbagai industri mulai dari konstruksi, peralatan rumah tangga, peralatan makan, tekstil hingga pengobatan dan makanan.
Peta jalan bambu
Pemerintah Indonesia pun menyadari manfaat dan potensi besar bambu, dan Kementerian Perindustrian saat ini sedang menyusun peta jalan pengembangan industri bambu Indonesia.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian, Setia Diarta, menjelaskan bahwa peta jalan pengembangan industri bambu ini nantinya diharapkan dapat memberikan dasar yang kuat dan panduan bagi pemerintah untuk merumuskan strategi dalam pengembangan industri bambu.
Penyusunan peta jalan ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, pemerintah menginginkan dasar hukum yang solid untuk mendukung industri bambu. Hal ini tidak hanya akan menciptakan kepastian hukum, tetapi juga akan menjadi landasan bagi kebijakan yang mendukung investasi dan pertumbuhan industri bambu secara keseluruhan.
Kedua, melalui peta jalan ini pemerintah ingin membangun lembaga industri bambu nasional yang stabil dan berdaya guna. Dengan tata kelola yang profesional, akuntabel, dan berintegritas, diharapkan industri bambu dapat berkembang secara berkelanjutan tanpa terpengaruh oleh fluktuasi pasar atau ketidakpastian bahan baku.
Tujuan ketiga adalah mencapai kemandirian dalam sumber bahan baku bagi industri bambu nasional. Hal ini penting mengingat ketidakpastian pasokan bahan baku dapat mengganggu kelancaran produksi. Oleh karena itu, langkah-langkah strategis penting dilakukan untuk memastikan pasokan bahan baku yang stabil dan berkelanjutan.
Selanjutnya, pemerintah juga ingin meningkatkan keterampilan para praktisi industri bambu dalam menghadapi perkembangan teknologi terkini. Dengan memperkuat penguasaan mereka atas mesin dan peralatan yang mendukung, diharapkan industri bambu dapat tetap kompetitif setidaknya pada 2045 mendatang.
Selain itu, peta jalan ini juga disusun untuk mendukung hilirisasi produk bambu serta meningkatkan inovasi terus-menerus guna memastikan produk industri bambu Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif di pasar lokal maupun internasional. Dengan demikian, industri bambu dapat memperluas pasar dan meningkatkan daya saingnya di tingkat global.
Tujuan yang tak kalah pentingnya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya bambu bagi perekonomian dan lingkungan. Isu keberlanjutan menjadi perhatian utama dalam pengembangan industri bambu ini.
Meskipun masih dalam tahap pengumpulan data untuk menetapkan prioritas dalam pengembangan industri bambu, tapi ada beberapa potensi industri bambu yang bisa dikembangkan, seperti produk furnitur, kerajinan, panel, bambu laminasi, dan peralatan makan.
Hal itu perlu terus dikembangkan karena pasar domestik untuk industri ini di Indonesia menunjukkan potensi besar. Ini terlihat salah satunya dari penggunaan bambu di hotel-hotel berbintang, seperti untuk tempat makan, sikat gigi, dan sisir. Tren ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan manfaat dan nilai bambu sebagai bahan yang berkelanjutan.
Berkelanjutan
Bambu telah muncul sebagai alternatif penting untuk menggantikan kayu dalam industri manufaktur. Sifatnya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menjadikannya pilihan ideal untuk mengurangi dampak lingkungan
Kayu saat ini memang masih menjadi bahan utama untuk berbagai produk seperti veneer, panel, dan furnitur. Ini terjadi karena ketersediaan kayu di Indonesia masih cukup banyak dan kemudahan pembentukannya.
Namun, di sisi lain permintaan produk yang ramah lingkungan juga terus meningkat. Tak hanya konsumen yang mulai mencari produk yang ramah lingkungan, negara-negara tujuan ekspor di Eropa, misalnya, juga mulai menuntut produk yang lebih berkelanjutan.
Bambu memiliki potensi besar untuk menggantikan kayu karena beberapa alasan. Bambu dikenal sebagai tanaman yang memiliki siklus panen yang jauh lebih cepat dibandingkan kayu, memungkinkan produksi berkelanjutan tanpa deforestasi.
Pertumbuhan bambu juga cepat, mencapai 60-90 cm per hari, tergantung kondisi tanah dan iklim. Pertumbuhan bambu jauh lebih cepat dibandingkan pohon kayu yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun untuk tumbuh.
Bambu, di sisi lain, adalah tanaman herba raksasa yang memiliki siklus hidup yang lebih pendek, dengan waktu panen hanya 3-4 tahun. Bambu dapat dipanen secara berkelanjutan setelah mencapai kematangan, tanpa perlu menebang seluruh tanaman.
Indonesia memiliki ratusan jenis bambu dan semuanya memiliki potensi untuk diproduksi menjadi produk-produk bambu yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan serbaguna.
Tantangan
Namun, pengembangan industri bambu di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Sejumlah tantangan utama adalah keterbatasan teknologi, struktur industri, dan ketersediaan bahan baku.
Indonesia masih tertinggal dalam hal teknologi dan riset dan pengembangan bambu. China saat ini mendominasi ekspor bambu dunia dengan 70 persen, dan hal ini menunjukkan keunggulan mereka dalam teknologi serta riset dan pengembangan bambu.
“Indonesia itu baru di peringkat 10, paling proporsinya satu persen dari total nilai ekspor dunia,” kata Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian, Setia Diarta, menjelaskan.
Dari segi struktur industri, industri bambu Indonesia masih terkendala oleh lemahnya pendukung industri, seperti kontinuitas bahan baku, komponen dalam negeri, dan daya saing yang rendah. Ini disebabkan salah satunya oleh pengelolaan bambu yang tersebar dan banyak dikelola oleh koperasi, sehingga rantai logistik menjadi panjang dan mahal.
Tantangan lainnya adalah ketidakpastian ketersediaan bahan baku. Hal ini disebabkan oleh lokasi bambu yang tersebar. Indobamboo Bali misalnya, menjadi salah satu perusahaan bambu yang sedang dalam proses moratorium atau berhenti produksi sementara karena ketidakpastian bahan baku.
Untuk membangun industri bambu berarti diperlukan lahan bambu yang cukup. Saat ini luas lahan kebun bambu di Indonesia masih belum diketahui secara pasti. Kemenperin masih melakukan perhitungan dan pemetaan lokasi bambu di seluruh Indonesia.
Salah satu solusi yang dipertimbangkan untuk menambah stok bambu nasional adalah memanfaatkan lahan hutan sosial untuk menanam bambu bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hutan sosial adalah hutan yang dikelola oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Senada dengan Setia, Head of Program Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL), Nurul Firmansyah, mengemukakan bahwa pengembangan bambu di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga, dan meskipun potensi bambu Indonesia besar, potensi ini pun belum dikelola secara optimal.
Pemanfaatan bambu di Indonesia juga masih terbatas sehingga diversifikasi produk pengolahan bambu perlu ditingkatkan guna menghasilkan produk bambu yang dapat digunakan sebagai substitusi kayu.
Pasar domestik bambu di Indonesia saat ini masih didominasi oleh produk kerajinan. Penggunaan bambu untuk bahan baku konstruksi masih sangat minim.
Indonesia dapat mencontoh negara lain seperti China dan Vietnam yang telah menunjukkan bagaimana industri bambu rakyat mereka dapat berkembang pesat. Untuk mencapai itu, perlu keterlibatan pemerintah dalam memfasilitasi penyediaan lahan, pembibitan, penanaman, dan pertumbuhan industri di tingkat desa dan subnasional menjadi kunci utama.
Dukungan besar dari pemerintah juga sangat diperlukan untuk membangun ekosistem dan industri bambu di Indonesia, terutama dari segi peningkatan kualitas sumber daya manusia, permodalan, fasilitasi pengembangan industri, dan kecukupan sumber daya bambu sehingga dapat digunakan untuk skala industri.
“Tidak mesti ke (pasar) regional atau global. Pasar kita besar, hanya nanti bagaimana penguatan dari sisi produksinya, SDM-nya, hulunya, pengembangan dan pembudidayaannya,” kata Nurul.
Indonesia harus mulai beralih dari kayu ke bambu. Dengan beralih ke bambu, Indonesia dapat mengurangi deforestasi dan melestarikan hutan yang vital bagi kelestarian lingkungan.
Tak hanya itu, bambu juga memiliki banyak manfaat ekologis. Selain mampu menyerap karbon dioksida dari atmosfer, tanaman bambu juga dapat menyimpan air, menyuburkan tanah, dan mencegah erosi. Bambu juga dapat membantu merehabilitasi lahan kritis, menjadikannya solusi ideal untuk mengatasi kerusakan lingkungan.
Secara keseluruhan, pembangunan industri bambu Indonesia tidak hanya tentang menciptakan peluang bisnis baru, tetapi juga membangun masa depan yang berkelanjutan bagi ekonomi dan lingkungan.
Dengan peta jalan yang kokoh dan dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam industri bambu global, layaknya China. Salah satu kunci utamanya terletak pada diversifikasi atau pengembangan berbagai produk bambu, yang akan membuka peluang pasar yang lebih luas dan meningkatkan daya saing industri bambu Indonesia.