Peneliti Pusat Riset Elektronika BRIN Robeth Viktoria Manurung dalam keterangan di Jakarta, Kamis, mengatakan biosensor juga menjadi salah satu instrumen untuk mendeteksi tingkat keparahan pasien COVID-19.
"Kami bangun sistem biosensor berbasis elektrokimia untuk mendeteksi salah satu biomarker, yaitu serum amyloid A," ujarnya.
Baca juga: BRIN temukan sumber pestisida nabati dari tumbuhan suku jambu-jambuan
Robeth menuturkan aplikasi biosensor itu mampu mendeteksi kadar gula dalam darah, kolesterol, asam urat, dan berbagai penyakit lainnya. Bahkan, teknologi itu telah memiliki tingkat komponen dalam negeri yang cukup tinggi.
"Surface plasmon resonance untuk mendeteksi virus maupun bakteri yang ada pada makanan atau kontaminan lainnya," kata Robeth.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang kian meningkat selaras dengan kenaikan permintaan obat dan alat kesehatan.
Baca juga: BRIN kembangkan teknologi radar dengan resolusi tinggi
Alat-alat kesehatan sederhana, kata dia, seperti pengukur tingkat gula, kolesterol, asam urat, dan lain-lain membutuhkan teknologi biosensor agar terus berkembang.
"Tidak tertutup kemungkinan implementasi teknologi ini juga menyasar bidang-bidang lain, seperti peternakan dan lingkungan, melihat pencemaran dalam makanan misalnya," kata Robeth.
BRIN menjalin kolaborasi dengan pemangku kepentingan lain seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam pengembangan teknologi biosensor untuk peringatan dini bahaya demam berdarah.
Baca juga: BRIN kembangkan varietas unggul bawang merah tahan cuaca ekstrem
Target mereka supaya alat deteksi tersebut bisa diimplementasikan di banyak tempat, bahkan daerah terpencil.
Robeth mengajak berbagai pihak yang tertarik dengan riset ini berkolaborasi post-doctoral, visiting researcher, termasuk kepada para mahasiswa yang ingin memperdalam keilmuan di bidang biosensor.
"Ada berbagai pilihan topik riset yang tersedia, seperti deteksi bakteri semisal e-coli, baik berbasis elektrokimia maupun optik," ujarnya.