Depok (ANTARA) - Majelis Alimat Indonesia (MAI) atau Majelis Ilmuwan Muslimah Indonesia menegaskan perlu adanya aturan tentang pencegahan dan penanggulangan korban kekerasan seksual yang jelas dan konkrit serta tidak menimbulkan multi tafsir.
"Penghapusan kekerasan seksual harus didorong dengan regulasi yang tepat," kata Ketua Umum MAI Prof. Dr. Amany Lubis, MA dalam keterangannya yant diterima di Kota Depok, Senin.
Ia mengatakan memang RUU Tindak Penghapusan Kekerasan Seksual (TPKS) masih perlu disempurnakan, sebab masih banyak celah yang harus diperjelas dan diselaraskan dengan UU yang sudah ada seperti KUHP, UU Anti Pornografi, UU Perlindungan Anak, dan UU lainnya.
Baca juga: MAI : Aturan kekerasan seksual jangan timbulkan multitafsir
Akan tetapi jika RUU TPKS ini disahkan, maka bagi masyarakat ada mekanisme yang lebih jelas untuk penanganan korban kekerasan seksual dan tindakan hukum bagi pelakunya serta membuat masyarakat berani bersuara.
"Terhadap isu kekerasan seksual, MAI mencoba ikut serta melindungi masyarakat. Sekarang ini masih banyak masalah yang didiamkan," katanya.
Ia mencontohkan ketika ada tindak kekerasan seksual di unit pendidikan mereka diam dengan alasan segan pada guru karena relasi kuasa atau untuk menjaga nama baik institusi. Ini tidak boleh lagi terjadi. Semua harus bergerak dan bersuara karena korban dilindungi payung hukum yang jelas.
Pernyataan tersebut dikatakan Amany saat rapat kerja tahunan sekaligus workshop dengan tema “Kontribusi Ilmuwan Muslimah Dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual” secara hybrid, Sabtu (19/2).
Baca juga: Dosen Vokasi UI Promosi Budaya di Thailand
MAI juga menyampaikan pernyataan sikap atas isu kekerasan seksual, pertama MAI menentang kekerasan seksual karena bertentangan dengan prinsip agama, Pancasila, dan HAM.
Kedua MAI prihatin dengan kekerasan seksual yang terus meningkat karena kekerasan seksual terjadi di tempat paling aman, seperti keluarga, tempat Pendidikan, tempat kerja dan sebagainya.
Ketiga mencegah tindak kekerasan seksual melalui undang-undang, peraturan pemerintah pusat dan daerah serta regulasi spesifik lainnya, termasuk keputusan Dirjen Pendis dan Permendikbud 30/2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Keempat MAI mengambil bagian dengan melakukan edukasi, pendampingan kepada korban, melakukan penelitian sebagai masukan kepada pemerintah.
Baca juga: Menunggu hasil akhir RUU TPKS
Kelima menekankan ajaran dan nilai syariat Islam, sehingga selaras dengan nilai moral Pancasila dan UUD 45.
Keenam MAI berpandangan pencegahan dan penanganan seksual tdak hanya bisa dilakukan oleh negara tapi membutuhkan pelibatan masyarakat dan Perguruan Tinggi.
Ketujuh MAI menegaskan, negara perlu memiliki aturan yang jelas dan konkrit serta tidak menimbulkan multi tafsir.
MAI : Peraturan tentang kekerasan seksual jangan timbulkan multi tafsir
Senin, 21 Februari 2022 14:03 WIB
Penghapusan kekerasan seksual harus didorong dengan regulasi yang tepat.