Jakarta (ANTARA) - Kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan yang masih terjadi selama 2024 mengundang keprihatinan.
Sebelumnya, dalam kurun 2019-2023, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat kekerasan terhadap anak meningkat. Kekerasan seksual pada anak misalnya, meningkat dari 6.454 kasus pada 2019, menjadi 10.932 kasus pada 2023.
Pada kurun yang sama, ekerasan psikis naik dari 2.527 menjadi 4.511 kasus. Kekerasan fisik naik dari 3.401 kasus, menjadi 4.410 kasus.
Kekerasan eksploitasi naik dari 106 kasus, mrnjadi 260 kasus. Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) naik dari 111 kasus menjadi 206 kasus. Penelantaran anak pada 2019 terjadi 850 kasus, sedangkan pada 2023 meningkat menjadi 1.332 kasus.
Hingga 2024, lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak justru kerap menjadi tempat terjadinya pelanggaran hak asasi anak.
Salah satu kasus kekerasan terhadap anak yang menjadi perhatian publik adalah pada Januari 2024, sedikitnya 24 siswi sekolah dasar menjadi korban pencabulan oknum guru agama di Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
Pencabulan tersebut dilakukan pelaku terhadap para korban sejak Desember 2023 hingga Januari 2024 saat pelajaran agama di kelas dan saat kegiatan perkemahan.
Pada Juli 2024, terkuak pernikahan siri antara seorang santriwati berusia 16 tahun dengan ME, pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Sementara orang tua korban anak tidak mengetahui terjadinya pernikahan siri pada anaknya.
Pada September, terjadi pemerkosaan oleh kepala sekolah berinisial J (41) terhadap anak perempuan berinisial T (13) yang duduk di bangku sekolah dasar (SD) di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Mirisnya, E (41) selaku ibu korban yang mengantarkan anaknya ke rumah J. E tega membiarkan anaknya diperkosa karena diiming-iming oleh J dengan sejumlah uang dan satu unit sepeda motor.
Sementara pada Oktober, video kekerasan seksual yang melibatkan guru dan murid di Kabupaten Gorontalo, beredar di media sosial. Seorang siswi menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh gurunya berinisial DH (57).
Serentetan kasus kekerasan seksual terhadap anak di sekolah menjadi bukti belum amannya lingkungan pendidikan bagi tumbuh kembang anak.
Kasus kekerasan terhadap anak merupakan fenomena gunung es. Jumlah kasus yang terungkap hanya secuil jika dibandingkan dengan kasus yang tidak dilaporkan.
Program Sekolah Ramah Anak (SRA) serta aktivasi Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) penting dilakukan sebagai upaya pencegahan kekerasan di sekolah.
Orang tua memegang peranan yang besar dalam proses pengasuhan dan pemberian edukasi seks pada anak sejak dini.
Dalam menghadapi isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, KemenPPPA berkolaborasi dengan kementerian/lembaga lain menghadirkan Ruang Bersama Indonesia.Ada enam desa menjadi proyek percontohan Ruang Bersama Indonesia, yang diresmikan pada puncak peringatan Hari Ibu ke-96, 22 Desember 2024.Kehadiran Ruang Bersama Indonesia diharapkan dapat menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dan membentuk karakter anak-anak.
Baca juga: Kementerian PPPA harap pimpinan ponpes pelaku pencabulan diproses hukum sesuai peraturan
Baca juga: Menko PM Muhaimin Iskandar kecam pelaku kekerasan seksual berkedok panti asuhan