Depok (ANTARA) - Tim Peneliti Universitas Indonesia (UI) berharap pemerintah bisa meningkatkan pengetahuan teknis kepada guru dan tenaga pengajar untuk mengatasi masalah kekerasan seksual anak di Kawasan 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Walaupun sudah memiliki regulasi, hingga saat ini banyak pemerintah daerah dan sekolah, terutama di Kawasan 3T, belum mengetahui mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan.
“Pemerintah daerah dan juga guru hingga saat ini tidak begitu memiliki pengetahuan teknis bagaimana mengatasi persoalan tersebut secara komprehensif,” kata Ketua Tim Riset Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak UI Emir Chairullah dalam keterangan tertulisnya usai Diskusi Penanganan Kekerasan Seksual pada Anak di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin.
Penelitian ini diinisiasi oleh peneliti dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional dan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI. Penelitian ini juga melibatkan Yayasan Kakak Aman Indonesia, sebuah LSM yang bergerak dalam upaya pencegahan kekerasan seksual anak melalui pendidikan.
Emir menjelaskan saat penelitian yang didanai Direktorat Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi UI (DIRBT-UI) ini timnya menemukan persoalan kekerasan seksual pada anak di NTT merupakan problem yang sangat serius.
Yang patut disayangkan, tambahnya, banyak pihak baik dari kalangan pemerintah hingga masyarakat belum menjadikan isu kekerasan seksual pada anak ini sebagai problem serius yang harus segera diatasi.
“Padahal kasus ada banyak, namun yang muncul ke permukaan hanya sedikit seperti fenomena gunung es,” jelasnya.
Saat ini, menurutnya, pengetahuan dan keterampilan tenaga pendidik mengenai pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual masih terbatas.
Sebagai contoh kebanyakan guru belum berani menjelaskan fungsi anggota tubuh pribadi maupun perlindungannya karena dianggap masih dianggap tabu. “Padahal pengetahuan ini bertujuan agar anak-anak bisa memproteksi diri ketika menghadapi bahaya kekerasan seksual,” ucapnya.
Emir mencontohkan betapa seriusnya problem ini, dimana sekitar 70 persen penghuni lembaga pemasyarakatan di NTT merupakan pelaku kejahatan yang menyangkut kekerasan seksual.
Karena itu timnya berharap pemerintah daerah, tenaga pendidik, dan tokoh masyarakat lokal, bisa bersama-sama terlibat mengatasi kekerasan seksual tersebut.
“Apalagi kasus ini biasanya timbul akibat adanya relasi kuasa, baik di lembaga pendidikan maupun masyarakat,” ungkapnya.
Ende siap bangun UPT-PPA
Pada kesempatan itu Bupati Ende Yosef Benediktus Badeoda mengungkapkan pihaknya sangat mengapresiasi penelitian yang dilakukan FISIP UI ini dan mengakui problem kekerasan seksual terhadap di wilayahnya sudah masuk kategori darurat.
“Apalagi di wilayah kami, kasus kekerasan seksual pada anak kebanyakan terjadi di desa dan daerah pegunungan yang sulit terjangkau,” ujarnya.
Untuk itu pihaknya siap membangun Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT-PPA) tahun depan. “Kami juga bakal berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan akademisi mengenai dana dan operasionalnya,” kata Yosef.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira yang ikut dalam diskusi meminta kepada Tim Peneliti UI agar membantu mengatasi kejahatan yang semakin marak di daerah pemilihannya ini.
“Sementara kemampuan teknis di daerah masih relatif terbatas,” katanya.
