Depok (ANTARA) - Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan pemilihan presiden 2024 seharusnya dipandang oleh seluruh partai politik dan elite bangsa ini sebagai upaya untuk terus menjaga regenerasi kepemimpinan, bukan lagi memperdebatkan masa jabatan seorang presiden.
"Regenerasi kepemimpinan di sebuah negara demokrasi inilah sebenarnya landasan kenapa pembatasan kekuasaan penting terus disampaikan," kata Aditya menanggapi adanya wacana masa jabatan presiden 3 periode, di Kampus UI Depok, Selasa.
Baca juga: FISIP UI gelar diskusi melawan "Keletihan Sosial" di Masa Pandemi
Artinya kata dia kita telah memiliki komitmen dan harus tetap kita jaga bersama bahwa periode seorang presiden memang dibatasi dan kesepakatan politik di konstitusi memang hanya mengatur 2 kali masa jabatan presiden.
Menurut dia meskipun isu masa jabatan 3 periode sudah disampaikan oleh presiden secara langsung yaitu penolakan terhadap hal tersebut, agenda penting yang perlu selalu dibicarakan oleh publik tentunya adalah komitmen regenerasi kepemimpinan nasional dari semua elite politik.
"Regenerasi kepemimpinan nasional saat ini sangat penting," tegasnya.
Baca juga: Ini tujuh rekomendasi kebijakan tangani COVID-19 dari FISIP UI
Regenerasi ini penting karena dua hal pertama, menjaga hakikat konstitusi yang sudah menetapkan pembatasan kekuasaan presiden.
Kedua, mendorong para calon terbaik dari kepemimpinan nasional dan daerah untuk meramaikan kontestasi pilpres 2024 sebagai usaha mengedukasi publik akan pentingnya regenerasi politik.
Baca juga: CEPP FISIP UI gelar diskusi penataan tugas dan wewenang MPR
Untuk itu, saya berpandangan dalam masa waktu hingga tahun 2024 nanti, energi elite politik dan partai politik dapat sepenuhnya mempersiapkan diri dalam menghadirkan calon calon terbaiknya, bukan memperdebatkan hal yang sensitif dalam konstitusi yaitu masa jabatan presiden dua periode.
Puskapol FISIP UI: Masa jabatan presiden tak perlu diperdebatkan lagi
Selasa, 16 Maret 2021 22:34 WIB
Regenerasi kepemimpinan di sebuah negara demokrasi inilah sebenarnya landasan kenapa pembatasan kekuasaan penting terus disampaikan.