Jakarta (ANTARA) - Pagi itu, rombongan pejabat pemerintah menyusuri lorong sempit Pasar Rau, Serang, Banten, meninjau kios pedagang sederhana guna memastikan stabilitas harga beras tetap terjaga bagi masyarakat luas.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, dan Direktur Utama Perum Bulog Achmad Rizal Ramdhani bersama Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Prita Laura tampak berjalan menyusuri kios, menyapa pedagang yang tengah sibuk berdagang beras.
Keramaian pasar seketika terpusat. Pedagang, pembeli, hingga warga sekitar berdesakan ingin melihat lebih dekat bagaimana pemerintah memastikan stok beras dan harga jual tetap terkendali di tengah fluktuasi pasar.
Tangan Tito Karnavian menyentuh beras, merasakan teksturnya yang bersih, seolah ingin memastikan bahwa butir-butir beras dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) benar-benar sampai di pasar dan bisa diakses masyarakat dengan harga terjangkau. Senyum ramah sesekali ia lontarkan pada pedagang.
Arief Prasetyo Adi berdiri di sampingnya, menekankan pentingnya konsistensi distribusi beras SPHP. Bagi Bapanas, setiap ton beras yang tersalurkan bukan hanya angka, melainkan penopang stabilitas yang memberi rasa tenang bagi jutaan rumah tangga.
Direktur Perum Bulog ikut mendampingi sambil memperhatikan pedagang menakar beras dengan timbangan manual. Semua mata tersorot ke timbangan yang sedang menimbang beras SPHP ukuran 5 kilogram.
Beberapa pembeli tampak menyaksikan dengan antusias, sebagian bahkan merekam menggunakan ponsel. Pasar itu mendadak menjadi ruang dialog antara pemerintah dan pedagang dalam memastikan masyarakat bisa memperoleh beras dengan harga sesuai ketentuan.
Di tengah suasana yang penuh keakraban itu, butir beras SPHP menjadi simbol. Ia bukan sekadar komoditas, melainkan “napas” yang menjaga kestabilan harga pangan, memberi rasa aman di meja makan keluarga Indonesia terutama bagi mereka yang berada di dalam ekonomi menengah ke bawah.
Intervensi harga
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyatakan beras program SPHP sebagai instrumen utama meredam gejolak pasar, menjaga keterjangkauan, serta memastikan masyarakat dapat membeli beras dengan harga wajar.
Pemerintah memperkuat intervensi perberasan dengan menugaskan Perum Bulog menyalurkan SPHP. Di pasar-pasar rakyat, koperasi, toko modern, hingga rumah pangan, beras bersubsidi ini tersebar luas, memberi napas segar bagi dapur keluarga Indonesia.
Hingga pekan ketiga Agustus 2025, realisasi distribusi SPHP telah mencapai 239,5 ribu ton. Angka itu bukan sekadar data, melainkan cermin dari kehadiran negara yang menenangkan pedagang sekaligus pembeli di tengah ketidakpastian harga pangan.
Sepanjang tahun 2025, SPHP ditargetkan 1,5 juta ton. Namun penyaluran disesuaikan dengan kondisi produksi nasional agar tidak memukul petani. Fleksibilitas itu menunjukkan keseimbangan antara kepentingan konsumen dan keberlangsungan petani.
Pada Januari-Februari, pemerintah menyalurkan 181,1 ribu ton SPHP ketika produksi turun. Butir-butir beras putih dalam karung Bulog menjadi penyelamat di kios-kios pasar yang kala itu terancam lonjakan harga.
Distribusi awal terbagi dua tahap: 100,9 ribu ton sepanjang Januari-Februari dan 80,2 ribu ton saat Idul Fitri. Di tengah lonjakan permintaan, beras SPHP hadir sebagai penyeimbang agar kebutuhan utama masyarakat itu tetap mudah didapat.
