Kota Bengkulu (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran Kabinet Merah Putih, di Istana Negara, Kamis (27/3), pada penghujung bulan Ramadhan 1446 H, menunjukkan komitmen membangun budaya kedermawanan nasional dengan menunaikan zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional.
Lebih dari sekadar simbol, penyerahan zakat ini menjadi pesan kuat bahwa zakat bukan hanya ibadah personal, melainkan juga instrumen sosial yang mampu mendorong keadilan dan solidaritas antarwarga.
Kepala negara menyampaikan pesan moral dan spiritual bahwa zakat adalah bentuk nyata gotong royong serta sarana memperdalam rasa syukur kepada Allah SWT.
Kepala negara menekankan pentingnya peran zakat dalam membantu masyarakat yang masih menghadapi kesulitan hidup.
Presiden juga menyoroti besarnya potensi zakat di Indonesia yang mencapai Rp327 triliun, namun, realisasi pengumpulannya baru sekitar Rp41 triliun. Ia menekankan, jika dikelola optimal, zakat bahkan bisa menjadi solusi untuk menghapus kemiskinan ekstrem hanya dengan dana Rp30 triliun.
Sementara itu, Ketua Baznas RI Noor Achmad menambahkan kesadaran masyarakat terhadap zakat terus meningkat. Jumlah muzaki tumbuh dari 10 juta orang pada 2021 menjadi lebih dari 28 juta pada 2024. Tahun ini, Baznas menargetkan penghimpunan zakat, infak, dan sedekah nasional sebesar Rp41 triliun.
“Masyarakat Indonesia luar biasa. Mereka tidak hanya menyimpan harta, tapi juga membaginya untuk membantu sesama,” kata Noor.
Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) Muhammad Anwar menilai langkah Presiden dan Wakil Presiden tersebut memiliki dampak moral yang besar. Keteladanan dari pemimpin negara merupakan syiar positif yang mampu mendorong masyarakat untuk lebih percaya pada lembaga filantropi dan aktif berzakat.
Di sisi lain, zakat juga memiliki dimensi ekonomi yang signifikan. Di tengah tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat kelas menengah ke bawah, zakat bisa menjadi bantalan yang meringankan beban mereka, terutama menjelang dan saat Idul Fitri.
Meski potensi zakat besar, tantangan yang dihadapi sektor filantropi masih signifikan. Salah satunya adalah preferensi masyarakat dalam menyalurkan dana secara langsung ke penerima, masjid, atau kanal informal. Hanya sekitar 30 persen yang mempercayakan zakatnya secara pemberian formal pada lembaga resmi seperti Baznas atau Lembaga Amil Zakat.
Anwar mengapresiasi langkah Presiden yang memilih menyalurkan zakat melalui lembaga filantropi. Ia menilai tindakan tersebut sebagai langkah positif yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat untuk turut berdonasi secara formal giving melalui lembaga resmi serupa.
Untuk mengoptimalkan peran dan manfaat filantropi Islam, kata dia, perlu ada pergeseran dari pemberian donasi secara informal ke jalur formal. Presiden beserta para pejabat negara telah memberikan contoh.
Meski demikian, ia menekankan bahwa tindakan simbolis saja belum cukup. Diperlukan kebijakan yang menyeluruh dan upaya menjaga kepercayaan publik agar sektor filantropi dapat tumbuh lebih kuat dan mampu menjawab tantangan sosial di Tanah Air.
Untuk itu, diperlukan upaya berkelanjutan dari pemerintah dan lembaga filantropi untuk membangun sistem yang transparan, akuntabel, dan terpercaya.
Baca juga: Baznas sebut potensi zakat fitrah Indonesia capai Rp8 triliun
Baca juga: Baznas dan Kemenag kerja sama pendidikan lewat Beasiswa Zakat Indonesia