Samarinda (ANTARA) - Masjid Shiratal Mustaqiem yang merupakan masjid tertua Kota Samarinda, Kalimantan Timur, secara khusus menghidangkan bubur peca yang hanya disajikan pada setiap berbuka puasa selama bulan Ramadhan.
"Bubur peca adalah makanan khas Kampung Masjid Samarinda yang diwariskan turun-temurun. Resep ini dari nenek moyang kami dulu," ujar juru masak bubur peca Masjid Shiratal Mustaqiem, Mardiyana atau akrab disapa Alus di Samarinda, Sabtu.
Juru masak yang telah 22 tahun melestarikan tradisi itu mengatakan bahwa bubur peca memiliki tekstur sangat lembut, hasil perpaduan nasi, santan, kaldu ayam kampung, dan rempah-rempah. Selain cita rasa gurihnya, bubur ini dipercaya memiliki khasiat kesehatan, terutama bagi penderita penyakit maag.
Banyak jamaah yang mengatakan bubur ini bagus untuk kesehatan.
Bubur peca bagi warga sekitar masjid bersejarah berusia lebih dari seabad, yang terletak di Jalan Pangeran Bendahara, Kelurahan Masjid, telah menjadi pusat tradisi kuliner yang mempererat tali persaudaraan warga.
Proses pembuatan bubur peca membutuhkan waktu dan kesabaran. Alus dan timnya mulai memasak sejak pukul delapan pagi, mengaduk adonan selama lima jam agar teksturnya lembut dan bumbu meresap sempurna.
Resep bumbu diracik dengan komposisi khusus yang dirahasiakan, terdiri dari berbagai rempah seperti bawang merah, bawang putih, jahe, dan kayu manis, dengan santan kental dan kaldu ayam kampung sebagai bahan utama.
Dalam satu hari, 25 kilogram beras diolah menjadi bubur peca. Sepuluh kilogram disajikan untuk berbuka puasa di masjid, sementara 15 kilogram dibagikan kepada jamaah untuk dibawa pulang.
Lauk yang disajikan bervariasi setiap harinya, mulai dari ayam bistik, ayam suwir, hingga telur bumbu merah, agar jamaah tidak bosan.
Menjelang waktu berbuka, masjid dipenuhi jamaah yang antusias menanti hidangan khas ini. Ratusan porsi bubur peca ludes setiap hari.
Tradisi berbuka dengan bubur peca di Masjid Shiratal Mustaqiem bukan sekadar tentang rasa, tetapi juga tentang kebersamaan dan nilai-nilai Ramadhan. Setiap jamaah membawa wadah dari rumah untuk diisi bubur peca, yang akan disantap bersama keluarga.
Bukan sekadar menu buka puasa biasa, bubur peca menjadi perjalanan rasa dan ibadah yang telah mengikat masyarakat sekitar masjid selama lebih dari seabad.
Masjid Shiratal Mustaqiem berdiri kokoh menyimpan jejak sejarah. Bangunan berusia lebih dari 100 tahun ini tak hanya menjadi tempat beribadah, tapi juga rumah bagi tradisi Ramadhan yang kental dengan kekeluargaan. Bubur peca -- dalam bahasa Indonesia berarti bubur yang lembek -- menjadi hidangan andalan.
Bubur peca memiliki tekstur yang teramat lembut. Nasi yang dimasak dengan santan dan kaldu ayam kampung bercampur rempah menghasilkan cita rasa gurih yang begitu memikat. Namun, bubur peca tak melulu soal rasa. Bagi masyarakat sekitar masjid, ini adalah tradisi yang merekatkan hubungan dan diyakini membawa berkah.
Tak heran, para sesepuh di Kampung Masjid sekitar mempercayai bahwa dengan menyantap bubur peca membuat raga menjadi lebih sehat dan berkah Ramadhan makin terasa.
Warisan
Membuat bubur peca memang tidaklah mudah dan tak semua orang bisa memasaknya. Prosesnya menuntut dedikasi dan kesabaran.
"Pukul delapan pagi kami sudah mulai. Dulu nenek saya yang buat, lalu dilanjutkan mama. Setelah mama meninggal, saya meneruskannya,” kata Alus.
Resep bubur peca dijaga ketat. Bumbu-bumbunya diracik dengan komposisi khusus yang dirahasiakan. Rempahnya bermacam-macam, ada bawang merah, bawang putih, jahe, kayu manis, dan lain-lain. Santannya pakai yang kental, dan ayamnya juga khusus, lima ekor kami jadikan kaldu dulu.”
Proses pengadukan bubur peca membutuhkan waktu berjam-jam untuk menghasilkan tekstur yang lembut dan merata.
Proses memasak pun tak asal-asalan. Bubur harus diaduk terus-menerus selama berjam-jam agar teksturnya lembut dan bumbunya meresap sempurna
Untuk sekali masak, menghabiskan 25 kilogram beras. Dengan takaran 10 kilogram untuk hidangan berbuka puasa, sedangkan 15 kilogram untuk dibagikan kepada jamaah sekitar masjid untuk bisa disantap oleh keluarga di rumah.
Untuk lauk yang disajikan di atas bubur bervariasi setiap harinya agar jamaah tak jenuh. Terkadang dilengkapi ayam bistik, bisa juga ayam suwir, hingga telur bumbu merah.
Proses pembagian bubur peca kepada jamaan pun tak kalah menarik. Alus dan timnya menyiapkan ratusan tempat makan yang akan dibagikan kepada jamaah. Bubur peca tak pernah bersisa, sebab dianggap sebagai hidangan spesial yang disajikan hanya setahun sekali dalam momen Ramadhan.
Filosofi berbagi ini pun menjadi benang merah dalam tradisi bubur peca. Setiap ibu membawa rantang dari rumah untuk diisi agar bisa disantap oleh keluarga di rumah.
Semangat kebersamaan ini pun dirasakan oleh jamaah.
Tradisi berbuka bubur peca di Masjid Shiratal Mustaqiem tak hanya tentang rasa dan aroma yang memikat. Lebih dari itu, tradisi ini menjadi simbol kebersamaan, kepedulian, dan nilai-nilai luhur Ramadhan.
Bubur peca menjadi pengingat bahwa tradisi kuliner bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang cerita, budaya, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Di tengah arus modernisasi, tradisi ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong masih lestari di Samarinda.
Tradisi bubur peca di Masjid Shiratal Mustaqiem mengingatkan tentang pentingnya menjaga tradisi dan budaya. Tradisi ini juga menjadi contoh indah tentang kebersamaan dan kepedulian dalam masyarakat.
Bubur peca di Masjid Shiratal Mustaqiem tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menyentuh hati. Tradisi ini menjadi pengingat bahwa Ramadhan tak hanya tentang menahan lapar, tetapi juga tentang berbagi dan menjalin silaturahim. Bubur peca menjadi perwujudan indah dari nilai-nilai Ramadhan yang dihayati masyarakat Samarinda.
Kelompok Sadar Wisata Masjid Shiratal Mustaqiem bersama dengan pengurus masjid berencana untuk mengadakan beberapa kegiatan untuk melestarikan dan mengembangkan tradisi ini. Hal ini menyadari nilai tradisi dan potensi wisata kuliner bubur peca.
Para pengurus Masjid Shiratal Mustaqiem sibuk menyajikan bubur peca setiap setelah shalat Ashar. Rata-rata per hari disajikan 300 porsi untuk jamaah masjid yang berbuka puasa.
Baca juga: Mataram datangkan imam tarawih dari Timur Tengah
Baca juga: Banyuwangi siapkan pasar takjil Ramadhan
Baca juga: Ribuan jamaah tarawih perdana di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh
Baca juga: Ribuan warga ramaikan tradisi Koko`o di Kota Gorontalo