Bogor (Antara Megapolitan) - Dalam budidaya ikan padat tebar yang tinggi (intensif), kualitas air amat penting untuk dijaga. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya dengan teknologi bioflok. Teknologi bioflok (BFT) memanfaatkan biomassa bakteri untuk mengubah limbah amonia agar tidak berbahaya dan dapat dimanfaatkan biota.
Biomassa ini dapat dipanen sebagai sumber makanan ikan, sehingga menghasilkan daur ulang hara dan pemanfaatan nutrisi pakan yang efisien.
Julie Ekasari, Muhammad Zairin Jr, Dian Utami Putri, Nora Putri Sari dan Enang Harris Surawidjaja dari Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB) beserta Peter Bossier dari Ghent University, Belgium melakukan penelitian untuk melihat pengaruh teknologi bioflok terhadap kinerja reproduksi ikan nila Oreochromis niloticus.
Percobaan dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Akuakultur, IPB. Delapan unit tangki beton outdoor dengan dimensi 3 meter x 2 meter x 0,7 meter diisi dengan 3 kubik air dan secara acak ditentukan wadah kontrol dan perlakuan BFT.
Ikan yang digunakan memiliki panjang rata-rata (ABL) dan berat rata-rata (ABW) sebesar 16,7 centimeter dan 85 gram, ditebar dengan kepadatan 20 ikan per meter kubik dengan rasio jantan : betina 1:4. Molase (44 persen derajat Celsius) ditambahkan ke dalam tangki pengolahan BFT sebagai sumber karbon eksternal diperkirakan C: N ratio 15. Ikan diberi makan dua kali sehari dengan pakan komersial (30 persen protein).
Selanjutnya setiap dua minggu peneliti ini mengumpulkan empat betina (16 ekor per perlakuan) secara acak dari setiap tangki untuk mengukur diantaranya indeks gonadosomatic (GSI), indeks hepatosomatik (HSI), fekunditas (jumlah telur) dan diameter telur.
Indeks gonadosomatic mewakili rasio antara berat gonad dan berat badan ikan, sedangkan HSI mewakili proporsi berat ikan ikan.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa ABW yang lebih tinggi diperoleh pada perlakuan BFT, dan ikan tumbuh lebih baik di lingkungan ini. Sementara pada HSI tidak ada perbedaan yang nyata, rendahnya parameter ini pada kedua perlakuan mengindikasikan bahwa cadangan energi di hati dimobilisasi untuk pematangan gonad.
Sampai hari ke 56, indeks gonadosomatik induk betina di BFT tampak meningkat dan mencapai puncaknya pada tingkat 4,01 persen, dan relatif konstan setelahnya sekitar 3 persen. Diameter telur dalam perlakuan BFT berbeda secara signifikan selama periode percobaan.
Fekunditas ikan juga lebih tinggi pada perlakuan BFT hal ini tercermin pada jumlah total yang dihasilkan selama 84 hari percobaan, yang 65 persen lebih tinggi dari pada kontrol.
Kadar glukosa darah pada ikan perlakuan BFT terus meningkat lebih tinggi daripada kontrol, dan berbeda secara signifikan pada hari ke 42 dan 56 dengan nilai 71 mg.d/L dan 85 mg.d/L pada kontrol sedangkan pada BFT 93 mg.d/L dan 105 mg.d/L.
Nilai glukosa darah yang diamati menunjukkan ketersediaan energi yang lebih tinggi untuk ikan di media BFT. Kadar kolesterol darah juga terbukti lebih tinggi secara konsisten dalam perlakuan BFT.
Peneliti ini menjelaskan bahwa kolesterol merupakan prekursor untuk biosintesis hormon steroid, dan juga berfungsi dalam reproduksi seperti testosteron, estrogen dan progestogen. Tingkat kolesterol darah yang lebih tinggi dalam perlakuan BFT dapat mendukung peningkatan kinerja reproduksi induk.
''Bioflok berkontribusi sebagai sumber makanan potensial, tidak hanya mendukung reproduksi induk, tetapi juga kelangsungan hidup dan perkembangan larva yang dihasilkan. Bioflok tidak hanya mengandung protein yang cukup besar, tetapi juga HUFA dan vitamin C yang diperlukan dalam pematangan gonad dan kualitas serta kuantitas telur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan BFT secara efektif dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan nila dan produksi bioflok dapat disarankan sebagai cara untuk meningkatkan produksi benih nila,'' jelasnya. (IRM/ris)