Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah besar dalam meningkatkan efektivitas kebijakan sosial dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
Kebijakan ini bertujuan untuk mengintegrasikan berbagai basis data sosial dan ekonomi guna meningkatkan akurasi serta efisiensi dalam penyaluran bantuan dan program sosial lainnya.
Implementasi DTSEN mencerminkan komitmen pemerintah dalam melakukan transformasi digital dalam kebijakan sosial. Namun, seperti halnya inisiatif digital lainnya, kebijakan ini menghadapi berbagai tantangan sekaligus membuka peluang baru bagi tata kelola sosial-ekonomi yang lebih baik.
DTSEN bukan sekadar sistem data, melainkan revolusi dalam tata kelola informasi yang memungkinkan kebijakan publik lebih presisi.
Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab atas penyusunan DTSEN dengan memadankan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial, data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dari Kemenko PMK, serta data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikembangkan oleh Kementerian PPN/Bappenas.
Proses pemadanan ini dilakukan dengan mengintegrasikan data kependudukan dan catatan sipil menggunakan variabel Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Langkah ini tidak hanya memastikan ketepatan sasaran penerima manfaat, tetapi juga menjadi bagian penting dalam proses verifikasi dan validasi data. Hasil akhirnya adalah penunggalan data individu dan keluarga, sehingga kebijakan perlindungan sosial dapat dirancang lebih akurat dan tepat guna.
Salah satu tantangan utama dalam implementasi DTSEN adalah sinkronisasi data dari berbagai kementerian dan lembaga.
Selama ini, setiap instansi memiliki basis data masing-masing dengan format, standar, dan metode pencatatan yang berbeda. Ketidaksesuaian ini dapat menghambat upaya integrasi serta meningkatkan risiko inkonsistensi data yang berpotensi mempengaruhi akurasi penerima manfaat. Ditambah lagi, aspek keamanan dan privasi data menjadi perhatian utama.
DTSEN akan menyimpan data sosial dan ekonomi seluruh warga negara, sehingga risiko kebocoran atau penyalahgunaan data pribadi dapat menimbulkan dampak negatif yang serius. Oleh karena itu, diperlukan regulasi serta infrastruktur keamanan siber yang kuat untuk melindungi data masyarakat dari ancaman peretasan dan penyalahgunaan.
Kesiapan infrastruktur digital juga menjadi faktor penentu keberhasilan DTSEN. Implementasi sistem ini membutuhkan teknologi informasi yang mumpuni, terutama dalam pemrosesan dan penyimpanan data dalam skala besar. Keterbatasan infrastruktur digital, terutama di daerah terpencil, bisa menjadi kendala dalam memastikan aksesibilitas serta keakuratan data yang diperbarui secara real-time.
Tantangan berikutnya adalah ketidaktepatan dalam penyaluran program bantuan sosial. Selama ini, banyak masyarakat yang berhak menerima bantuan justru tidak terdata, sementara individu yang tidak memenuhi kriteria malah tercatat sebagai penerima manfaat. Hal ini disebabkan oleh data yang tidak terintegrasi dan kurangnya pembaruan data secara berkala.
Dengan DTSEN, diharapkan masalah ini dapat diminimalkan melalui pemutakhiran data yang berkelanjutan dan sistematis.
Selain itu, transparansi dalam distribusi bantuan sosial masih menjadi tantangan. Beberapa laporan menunjukkan adanya praktik penyalahgunaan, seperti penyaluran yang tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima atau intervensi politik dalam menentukan penerima manfaat.
Dengan digitalisasi melalui DTSEN, diharapkan proses penyaluran dapat lebih transparan dan dapat diawasi oleh publik secara real-time.
Meskipun masih menghadapi berbagai tantangan, implementasi DTSEN memiliki manfaat yang signifikan bagi kebijakan sosial di Indonesia. Salah satunya adalah peningkatan akurasi dan efektivitas bantuan sosial.
Dengan adanya data tunggal yang terintegrasi, pemerintah dapat lebih mudah mengidentifikasi kelompok yang benar-benar berhak menerima bantuan. Hal ini akan mengurangi potensi tumpang tindih data penerima manfaat dan memastikan bahwa bantuan sosial tersalurkan secara lebih tepat sasaran.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf optimistis DTSEN dapat menjadi perangkat untuk mempercepat penurunan kemiskinan di seluruh daerah. Ia mengajak kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk bersinergi dan kolaborasi.
Inisiatif DTSEN tersebut menandai untuk pertama kalinya Indonesia memiliki data tunggal yang akan menjadi acuan bagi seluruh kementerian/lembaga, juga pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program pengentasan kemiskinan.
Perumusan DTSEN dilatarbelakangi ketidaktepatan sasaran penyaluran bantuan sosial lantaran banyaknya versi data yang dimiliki oleh masing-masing kementerian/lembaga.
Terobosan Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan satu data tunggal terpadu tersebut bakal menjadi acuan seluruh pihak dalam menyelenggarakan program kesejahteraan sosial.
Pengelolaan DTSEN dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah diberikan mandat oleh Undang-undang untuk mengolah data kemiskinan.
Hal itu karena masih ada beberapa daerah yang mengkhawatirkan data kemiskinan di daerahnya meningkat setelah DTSEN diberlakukan.
Di dalam DTSEN, akan terdapat kategori masyarakat berdasarkan desil yang akan membantu pemerintah dalam memberikan intervensi yang lebih tepat sesuai kondisi di tiap kategori desil tersebut.
Dengan DTSEN, intervensi Kementerian Sosial akan lebih fokus karena ada desil 1 sampai 10. Bukan data masyarakat miskin saja, tapi ini data secara keseluruhan masyarakat Indonesia dan itu ada di desil-desil itu.
Sementara itu, untuk memastikan data yang terdapat pada DTSEN tersebut akurat, Mensos Gus Ipul menginstruksikan kepada seluruh Kepala Dinas Sosial untuk turut aktif memastikan proses pemutakhiran data dilakukan di setiap daerah.
"Jadi kita ada kewajiban melakukan pemutakhiran data karena setiap hari ada yang wafat, pindah, ada yang meningkat kelasnya, jadi dinamis. Karena dinamis, kita harus melakukan pemutakhiran," kata Mensos Gus Ipul.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyebut BPS segera melakukan finalisasi dan pemutakhiran DTSEN sebagaimana diperintahkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025.
Amalia, saat jumpa pers selepas acara pelantikan dirinya dan Sonny Harry Budiutomo sebagai Wakil Kepala BPS di Istana Negara, Jakarta, Rabu sore, menjelaskan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) itu bakal menjadi referensi tunggal kementerian/lembaga dalam menjalankan program-program pembangunan termasuk untuk menyalurkan bantuan-bantuan dari pemerintah.
Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional ini untuk menyatukan semua data-data sehingga nanti program pembangunan akan menggunakan satu referensi yang sama, dan tentunya nanti Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional akan digunakan untuk program bantuan-bantuan pemerintah.
Dalam prosesnya BPS bakal bekerja sama dengan kementerian/lembaga lainnya yang juga terlibat dalam pemutakhiran Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional. Beberapa kementerian/lembaga yang terlibat itu mencakup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan.
BPS akan kolaborasi dengan kementerian/lembaga yang juga memang mendapat penugasan dari inpres tersebut. Spesifik BPS memang diminta, ditugaskan membangun Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional untuk mengelola, memutakhirkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional tersebut.
Amalia, saat ditanya target kapan pemutakhiran dan finalisasi DTSEN rampung, tidak menjawab detail waktunya, tetapi menyebut proses itu masih berjalan dan mendekati final.
*) Nuri Taufiq dan Lili Retnosari adalah Statisti di Badan Pusat Statistik (BPS).
Baca juga: Menyeimbangkan inovasi teknologi dan keamanan siber
Baca juga: NTT Data berkomitmen akselerasi transformasi digital
Baca juga: Digitalisasi memberi nilai tambah ekonomi hingga standardisasi data