Bogor (ANTARA) - Indonesia menjadi tuan rumah Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Internasional IV di Jakarta 28 Januari - 2 Februari 2025 yang diikuti 60 peserta dari 38 negara di lima kawasan yakni Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, Eropa, dan Amerika.
Menteri Agama RI Nasaruddin Umar membuka acara tersebut pada Rabu 29 Januari 2025. MTQ International IV ini merupakan puncak ari seleksi MTQ pada babak-babak sebelumnya yang telah berlangsung sejak 2023.
Pada Desember 2023, delegasi dari 187 negara telah melakukan seleksi secara online. Seleksi itu menghasilkan 60 peserta yang berhasil lulus ke babak grand final di Jakarta, Indonesia.
Ke-60 peserta tersebut berasal dari 38 negara, terdiri atas 19 negara di Asia, 14 negara di Afrika, 4 negara di Eropa, dan satu negara di Amerika.
Dari kawasan Asia, peserta MTQ tersebut dating dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Singapura, Filipina, Iran, Syria, Pakistan, Afganistan, India, Bangladesh, Kuwait, Turki, Yaman, dan Palestina.
Dari benua Afrika berasal dari Mesir, Libya, Tanzania, Mauritania, Guinea, Kenya, Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading, Ghana, Somalia, Chad, Kamerun, Burkina Faso, Guinea-Bissau, dan Mozambik.
Dari benua Eropa yaitu Belanda, Rusia, Swedia, dan Italia, sedangkan benua Amerika adalah Kanada.
Sementara dari 60 peserta tersebut terbagi menjadi 17 peserta cabang tilawah putra, tujuh peserta tilawah putri, 19 peserta tahfiz putra, dan 17 peserta tahfiz putri.
Menteri Agama mengatakan antusiasme masyarakat dunia mengikuti MTQ begitu besar. Sejak prakualifikasi yang diselenggarakan secara online di negaranya masing-masing pada 2023 lalu diikuti oleh 187 negara.
Tema yang diangkat dalam MTQ kali ini yakni "Al-Qur'an, Environment, and Humanity for Global Harmony". Tema tersebut untuk menyerukan bahwa dalam Al Quran menyuruh umat manusia untuk menjaga lingkungan dari segala kerusakan.
Beragam cerita menarik terungkap dari peserta luar negeri.
Bukti solidaritas
Hafizah asal Palestina Lama Rami Abdel Mahsei Abuishah menyebut penyelenggaraan MTQ Internasional di Jakarta menjadi bukti solidaritas global dalam mendukung generasi muda Muslim di seluruh dunia.
Lama Rumi sangat terkesan bisa mengikuti MTQ di Indonesia. "Ini salah satu pengalaman terbaik dalam hidup saya. Saya bangga membawa identitas bangsa kami di sini."
Lama Rami menyampaikan rasa terima kasih atas sambutan hangat masyarakat Indonesia.
Sejak tiba di Jakarta, Lama merasa takjub dengan keramahan panitia dan masyarakat Indonesia. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Indonesia serta seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara ini. "Segala kebutuhan kami diatur dengan sangat baik, mulai dari akomodasi hingga jadwal kegiatan. Dukungan ini sangat berarti bagi kami."
Ia mengungkapkan pengalaman berharga serta tantangan dalam perjalanan spiritualnya menghafal Al Quran. Lama menuturkan bahwa dukungan keluarga serta komunitas Muslim di Palestina menjadi kunci keberhasilannya dalam menghafal Al Quran. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian, solidaritas ini memastikan generasi muda Palestina tetap terhubung dengan nilai-nilai spiritual.
Lama mulai menghafal Al Quran sejak kecil di Zeid bin Tabak Center, lembaga pendidikan yang berlokasi di pelataran Masjid Al-Aqsa, Yerusalem. Pusat pendidikan ini memiliki program khusus yang membantu menjaga hafalan santri, termasuk ujian berkala yang mengantarkannya hingga ke kompetisi bergengsi ini. "Keluarga dan guru-guru saya adalah pilar utama yang memotivasi saya, selain tentunya keikhlasan karena Allah," katanya.
Selain menghadapi tantangan dalam menghafal, Lama dan para hafiz di Palestina juga harus berjuang menghadapi kondisi perang yang tidak menentu. Ia menegaskan bahwa Al Quran menjadi penopang moral di tengah konflik berkepanjangan. "Terkadang pendudukan membuat kami tidak dapat memasuki Masjid Al-Aqsa. Meski demikian, Al Quran tetap menjadi sumber harapan dan kekuatan bagi kami."
Moderat
Sementara itu, Hafidz Quran asal Rusia Aiemiddin Farkhudinov menceritakan perkembangan Islam di negaranya yang juga mengedepankan prinsip wasathiyah atau moderat. "Di Rusia, kami juga menganut paham wasathiyah karena ada banyak suku bangsa yang hidup berdampingan."
Prinsip moderat, menjadikan berbagai kelompok etnis dan agama hidup berdampingan dengan damai di negara yang memiliki lebih dari 190 kelompok etnis dan puluhan juta penduduk Muslim itu. Dewan Mufti Rusia bahkan terus mengembangkan pendidikan Islam moderat di sejumlah wilayah, termasuk di Tatarstan, Bashkortostan, hingga Dagestan yang memiliki komunitas Muslim cukup besar.
Ia menceritakan banyak anak muda di Rusia yang bersemangat mempelajari Al Quran, didukung oleh para guru yang kompeten serta perhatian besar masyarakat terhadap pendidikan Islam. Di Rusia banyak sekali guru-guru Al Quran, dan anak-anak muda sangat bersemangat dalam mempelajarinya.
Pria kelahiran Kazan itu telah menghafal Al Quran sejak usia enam tahun dan menyelesaikannya dalam waktu empat tahun. Ia pun mendapatkan ijazah dari Syekh Saudi Muhammad Ismail Al-Afghani yang memberinya hak untuk mengajarkan Al Quran.
Sebagai hafiz berprestasi, Farkhudinov telah mengikuti empat MTQ internasional dan meraih gelar juara di Malaysia, Italia, Libya, dan Rusia. "aya berharap dapat meraih prestasi serupa di Indonesia," ujarnya.
Pada MTQ kali ini, Farkhudinov mengaku sangat terkesan dengan penyelenggaraan MTQ Internasional di Indonesia. Baginya, atmosfer kompetisi dan sambutan masyarakat menjadi pengalaman yang luar biasa.
"Saya sangat senang dengan sambutan masyarakat Indonesia. Saya juga terkesan dengan suasana di sini. Setelah hari ini, tampaknya, saya akan ke Indonesia lagi meskipun bukan ajang MTQ," katanya.
Minoritas
Peserta asal Kanada, Muhammad Ma'ruf Hussain, membagikan kisahnya dalam mempelajari dan menghafal Al Quran di negaranya yang minoritas Muslim. Di Kanada, ada ulama dan majelis ilmu yang membantu membentengi Muslim dari pengaruh negative.
Pemuda berusia 20 tahun yang lahir di Bangladesh ini mengungkapkan tantangan sekaligus keberkahan yang dirasakan sebagai seorang hafidz di Toronto.
Ma'ruf pindah ke Kanada saat berusia sekitar lima tahun. Meski tinggal di lingkungan baru, kecintaannya pada Al Quran mulai tumbuh sejak usia 8 hingga 9 tahun. Ayahnya, Syaikh Qari Muhammad Muzzammil Hussain, menjadi guru dan pembimbing utamanya dalam menghafal Al Quran. "Saya awalnya tidak terlalu serius, sampai akhirnya ayah memasukkan saya ke madrasah saat kelas tiga," ujarnya.
Dengan dukungan penuh dari keluarganya, terutama sang ayah yang juga seorang qari, Ma'ruf berhasil menyelesaikan hafalan Al Quran pada usia 13 hingga 14 tahun. Ia juga mendalami bahasa Arab untuk memahami makna Al Quran lebih dalam. Ayahnya selalu menempatkan dia di lingkungan para syuyukh yang membahas Al Quran dan Sunnah. Itu membentuk cara berpikir, berpakaian, hingga akhlaknya.
Sebagai Muslim di Kanada, Ma'ruf mengakui adanya tantangan dalam menjaga identitas keagamaan. Namun, ia menilai Kanada relatif terbuka terhadap seluruh komunitas beragama.
Interaksi dengan teman-teman non-Muslim sudah menjadi kesehariannya.Mereka juga mengizinkan pembangunan masjid dan kegiatan menghafal Al Quran. Ini peluang besar untuk berdakwah. ia.
Ma'ruf juga mengungkapkan pengaruh teknologi terhadap generasi muda, yang tidak hanya terjadi di negara-negara Barat, tetapi juga di negara-negara Muslim. Namun, ia percaya bahwa ketahanan spiritual dapat dibangun melalui komunitas yang kuat.
Sebagai peserta MTQ Internasional, Ma'ruf mengaku kagum dengan Indonesia yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia dan komitmen kuat dalam memajukan seni tilawah.
"Kompetisi ini luar biasa. Saya menunggu setahun untuk tahap seleksi hingga akhirnya bisa tiba di sini," ujarnya.
Baca juga: Utusan Kaltim raih juara MTQ Internasional ke-4
Baca juga: Peserta MTQ dari Rusia ceritakan Islam Wasathiyah
Baca juga: Sistem perhakiman MTQ di Indonesia dicontoh sejumlah negara dalam proses penilaiannya
Baca juga: Menag buka MTQ internasional IV di Jakarta
Baca juga: MTQ Internasional ke-4 di Jakarta usung tema lingkungan dan kemanusiaan